Mubadalah.id – Sebelum membahas beberapa teks Hadis yang disalah pahami dalam narasi relasi pasangan suami istri, penting memastikan terlebih dahulu tentang fondasi rumah tangga dalam Islam.
Terutama teladan dari Nabi Muhammad Saw. Salah satunya adalah fondasi moral kebaikan, sebagaimana ditegaskan Nabi Saw. dan dipraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari Aisyah r.a., berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik perilakunya terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (Sunan al-Tirmidzi, Kitab al-Manaqib an Rasulillah Saw, no. 4269).
Secara struktur bahasa Arab, kalimat ini berbicara tentang laki-laki terbaik untuk berperilaku baik terhadap keluarganya. Keluarga laki-laki berarti istri dan anak-anaknya.
Namun, dengan perspektif dan metode mubadalah, teks Hadis ini bermakna universal dan resiprokal. Pesan utama dari teks ini adalah perilaku yang baik terhadap keluarga sebagai ukuran dan standar moral seseorang dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan.
Pesan teks ini berlaku bagi laki-laki agar berbuat yang terbaik kepada istri, anak-anak, orangtua, mertua, dan saudaranya.
Ia juga berlaku sama bagi setiap perempuan agar berlaku baik kepada suami, anak-anak, orangtua, mertua, dan saudara-daranya. Karena inti ajaran Islam adalah akhlak mulia dan perilaku baik.
Dengan demikian, seharusnya tidak ada standar ganda bagi perempuan/istri untuk berbakti kepada suami, sementara suami tidak mendorong hal yang sama.
Bakti suami terhadap istri adalah bagian dari akhlak mulia, dan perilaku baik yang teks Hadis tersebut anjurkan.
Nabi Saw. telah mempraktikkan selalu berbuat baik (Sunan al-Tirmidzi, no. 4269: dan Sunan Ibn Mijah, no. 2053). Tidak pernah melakukan kekerasan (Shahih Muslim, no. 6195).
Bahkan ketika dalam keadaan konflik dengan istri sekalipun, selalu berusaha berbuat yang terbaik dan memberi kenyamanan (Sunan Abu Dawud, no. 5001). []