• Login
  • Register
Rabu, 29 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Gus Dur Dikelilingi Lima Perempuan?

Ala'i Nadjib Ala'i Nadjib
17/12/2018
in Kolom
0
Gus Dur

KH Abdurrahman Wahid. Ilustrasi: adaptasi dari buku "Gus Dur; Jejak Bijak Sang Guru Bangsa."

7
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Apakah yang ada di pikiran kita, beliau beristri limakah? Tentu hal itu terhalang oleh agama yang dianutnya. Lalu, poligami? Bukankah beliau adalah penganut monogami yang sangat militan? Atau dekat dengan para perempuan itu dan baru sekarang terungkap?

Jawaban yang kedua itulah yang hendak dihidangkan kepada para pembaca. Lima perempuan itu sudah sangat dikenal publik. Namun tak banyak diketahui bagaimana mereka hidup seatap dengan beliau di Jombang dan Jakarta.

Kala itu mereka masih berempat dan menjadi berlima ketika pindah ke Jakarta. Siapakah para perempuan yang beruntung mendampingi kyai yang unik, tokoh pembela yang lemah, kaum minoritas dan pejuang pluralism ini?

Mereka tentulah istri beliau, Ibu Shinta Nuriyah, dan anak-anak perempuan beliau, Alissa Qatrunnada Munawaroh, Yenny Zannuba Arifah Chafsoh, Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Tidak hiperbolik, kalau kita lihat, sudah ratusan mungkin juga ribuan buku atau berita tentang Gus Dur dalam berbagai versinya, terutama saat-saat akhir hidup beliau.

Baca Juga:

Masa Tua adalah Masa Menua Bersama Pasangan

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

6 Pola Pendidikan Anak Sesuai Ajaran Islam

3 Jenis dan Karakteristik Teman Bermain Bagi Anak

Dalam gunungan dokumen itu Gus Dur, saya menangkapnya, mempunyai dua inti perjuangan, pertama; persamaan atau keadilan di muka hukum untuk sesama. Kedua, perlindungan kepada yang lemah. Pembelaan terhadap perempuan adalah bagian dari isu yang tak terpisahkan dari dua kelompok itu.

Perjuangan Gus Dur memang tidak mengenal yang juz’i atau parsial namun keseluruhan atau kulli. Bagi kami, membicarakan Gus Dur dalam hak reproduksi amat menarik. Menariknya, jarang ada yang secara khusus menggali dan menuliskan tentang Gus Dur dan isu perempuan.

Jika ditelisik, pemikiran Gus Dur yang sudah maju pada eranya tentang kesetaraan sebenarnya telah tumbuh dari keluarga inti, ayah dan ibunya, KH.Wahid Hasyim dan Ibu Hj.Sholihah. Juga kakek dan neneknya dari pihak Ibu Hj. Sholihah, KH.Bisyri Sansuri dan Nyai Hj. Nur Chodijah.

Sebagaimana kita ketahui, Kakek Nenek Gus Dur ini adalah pendiri dan perintis pesantren pertama perempuan di Jatim.

Adapun KH. Wahid Hasyim, kita tahu beliaulah pelopor sekolah hakim perempuan di tahun 1950-an dan konskuensi atas rintisannya itu, ia membolehkan perempuan menjadi hakim agama.

Dengan sadar tanpa harus berwacana, pengalaman empirik keluarga besarnya ini, dipraktikkan pada keluarga Gus Dur; istri dan anak-anak beliau. Praktek itu jauh sebelum kami, bangsa Indonesia, perlu dan diinspirasi gerakan keadilan untuk perempuan oleh dan bangsa lain.

Kesetaraan di mata Gus Dur itu juga bisa dilihat dan dimulai misalnya, bagaimana beliau memposisikan pasangannya, Ibu Shinta, ketika anak-anaknya lahir dan bagaimana memperlakukan mereka ketika tumbuh dan berkembang.

Praktik-praktik kesetaraan yang menyangkut reprodusi pada diri Gus Dur itu tak banyak diungkap, tertumpuk diantara isu atau perjuangan Gus Dur yang lain yang sangat media covered atau mungkin dianggap tidak penting dan ada yang lebih mendesak untuk diperjuangkan.

Kedekatan Gus Dur dalam peran yang sering didefinisikan dengan “domestik” dan given atau kodrat menunjukkan kesetaraan dan kemitraan dalam keluarga sejak dini sudah terbangun, misalnya dalam pengasuhan anak-anak dan pekerjaan rumah tangga.

Beliau, yang mempunyai nasab darah biru dan hidup di lingkungan pesantren yang biasanya lekat dengan sikap feodal dan patriarkhi, justru bertindak sebaliknya, yakni melaksanakan kesetaraan.

Dalam konsep pengasuhan, sekarang ini kita dikenalkan dengan pola pengasuhan parenting, di mana ayah dan Ibu secara bersama-sama merawat dan mengasuh anak-anak secara bersama-sama.

Pola lama dan masih banyak dipraktekkan adalah mothering, dimana ibu menjadi tumpuan pengasuhan anak anak dan bertanggung jawab atas pekerjaan-pekerjaan rumah yang merupakan wilayah domestik, sebaliknya bapak adalah pekerja publik dan paid, pekerjaan rumah yang tak kalah beratnya, unpaid.

Gus Dur, jauh sebelum ini sudah menerapkan pola parenting dan bahu membahu bersama istrinya dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Bagaimana realitanya Gus Dur, putra orang yang mempunyai pengaruh besar dan di kemudian hari menjadi presiden kita yang keempat, dulunya tak pernah canggung untuk mencuci pakaian anak-anaknya?

Lima perempuan bertutur hal yang langka dan sedikit sekali diungkap kepada publik berikut ini. Berikutnya kita akan bedah lagi kehidupan Gus Dur dimata keluarga inti.[]

 

*Tulisan diambil dari buku “Gus Dur di Mata Perempuan.”

Tags: Alaianakgus durIbukespromelahirkanmengandungpengasuhanperempuansuami siaga
Ala'i Nadjib

Ala'i Nadjib

Terkait Posts

Krisis Iklim

Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim

29 Juni 2022
Perempuan yang tidak sempurna

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

29 Juni 2022
Relasi Gender

Melihat Relasi Gender Melalui Kacamata Budaya Nusantara

29 Juni 2022
Dampak Negatif Skincare

Dampak Negatif Skincare terhadap Ekosistem Bumi

28 Juni 2022
Nikah Muda

Ingin Nikah Muda? Jangan Gegabah Sebelum Memenuhi Syarat Berikut Ini!

28 Juni 2022
RUU KUHP

13 Pasal Krusial RUU KUHP yang Berpotensi Mafsadat Jika Disahkan

28 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • istri taat suami tidak kunjungi ayah yang sakit

    Kisah Istri Taat Suami tidak Kunjungi Ayah yang Sakit sampai Wafat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih Haji Perempuan: Sebuah Pengalaman Pribadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Relasi Gender Melalui Kacamata Budaya Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Masa Tua adalah Masa Menua Bersama Pasangan
  • Bacaan Doa Ketika Melempar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah
  • Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim
  • Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist