• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Hari Natal: Meniru Kota Singkawang dalam Merawat Keberagaman dan Toleransi

Nilai-nilai seperti saling menghargai, kerjasama, dan persaudaraan tercermin dalam perayaan Natal di Singkawang

Nabila Hanun Nabila Hanun
25/12/2023
in Publik
0
Hari Natal

Hari Natal

773
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Pada 25 Desember menjadi hari besar nan istimewa bagi umat Nasrani. Ini karena di tanggal tersebut umat Nasrani di seluruh dunia merayakan Natal atau hari kelahiran Yesus Kristus.

Berbagai tradisi Natal seperti menghias pohon Natal, tukar kado, dan lagu-lagu bertemakan Natal berkembang seiring waktu dan melibatkan pengaruh dari berbagai budaya.

Namun, pada perayaan hari besar keagamaan seperti ini, selalu saja terdapat narasi yang menyesatkan. Serta berpotensi memecahkan persatuan.

Sebagai contoh apakah seorang Muslim boleh memberikan ucapan Natal. Perdebatan seperti ini akan terus menerus ada dan tak pernah selesai.

Memang, kita tidak pernah bisa meminimalisir perbedaan. Namun, sikap toxic dalam memandang perbedaan dapat membawa dampak buruk bagi keharmonisan masyarakat.

Baca Juga:

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

Mencontoh Kota Paling Toleran di Indonesia, Singkawang

Nampaknya, hal ini tidak berlaku di Singkawang, Pontianak.

Mayoritas penduduk Kota Singkawang adalah keturunan Tionghoa, Dayak, dan Melayu, sehingga masyarakat sering mengidentifikasi kota ini sebagai Tidayu. Agama yang terdapat di kota ini meliputi Buddha, Khonghucu, Islam, Katolik, Protestan, Tao, dan Hindu.

Kota ini dijuluki sebagai kota paling toleran di Indonesia, dan perayaan hari besar keagamaan selalu meriah, tanpa memandang agama apapun itu.

Menurut Setara Institute –lembaga yang memberikan predikat Singkawang sebagai kota paling toleran di Indonesia, menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik yang mendukung klaim tersebut.

Ini termasuk adanya regulasi pemerintah kota yang mendukung praktik dan promosi toleransi, baik dalam tahap perencanaan maupun pelaksanaan.

Singkawang memiliki tingkat pelanggaran terhadap kebebasan beragama atau berkeyakinan yang rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Peringkat kota paling toleran ini berhasil bertahan sejak tahun 2018 hingga 2022.

Singkawang Christmas Day

Pj. Wali Kota Singkawang, Sumastro, telah meresmikan event tahunan dalam rangka peringatan Natal, yakni Singkawang Christmas Day, pada 20 Desember kemarin.

Acara ini bertempat di Singkawang Grand Mall dan akan berlangsung dari tanggal 20 hingga 28 Desember 2023.

Pj. Wali Kota, Sumastro, menyatakan bahwa Pemkot Singkawang memberikan dukungan penuh terhadap acara ini sebagai bagian dari usaha untuk mewujudkan perdamaian, persaudaraab, dan keberagaman, yang diyakini sebagai takdir Tuhan bagi bangsa Indonesia.

Selain itu, berkaitan dengan keamanan selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2024, pihak Pemkot Singkawang, bersama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), berjanji untuk meningkatkan koordinasi guna memastikan kondisi yang aman dan kondusif di Kota Singkawang.

Budaya Nanggo’an

Berdasarkan riset singkat yang penulis lakukan dengan bertanya kepada teman yang berdomisili di Pontianak, di sana terdapat budaya unik yang disebut sebagai nanggo’an.

Budaya ini berupa kegiatan mengunjungi sanak saudara pada saat perayaan keagamaan –tidak memandang hari raya keagamaan apa yang sedang terjadi.

Mungkin budaya ini sedikit mirip dengan yang terjadi Jawa, di mana kita kenal dengan istilah unjung-unjung. Namun yang membedakan ialah budaya unjung-unjung hanya lumrah terjadi pada saat Hari Raya Idul Fitri.

Sedangkan menurut narasumber, perayaan keagamaan apapun di Kalimantan Barat secara keseluruhan selalu meriah dan damai. Ini adalah sesuatu yang membanggakan dan tentu saja mempertegas perwujudan Bhineka Tunggal Ika.

Dalam konteks masyarakat di Singkawang, mereka menunjukkan kemampuan luar biasa untuk menerima dan menghormati perbedaan agama serta budaya.

Di momen ini, orang-orang, tanpa memandang latar belakang keagamaan, bersatu dalam semangat kedamaian. Mereka menciptakan lingkungan yang inklusif, mengekspresikan toleransi melalui kegiatan perayaan yang bersifat universal.

Nilai-nilai seperti saling menghargai, kerjasama, dan persaudaraan tercermin dalam perayaan Natal di Singkawang –seperti event Singkawang Christmas Day dan budaya nanggo’an.

Toleransi terhadap keberagaman merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang damai dan saling menghormati. Perbedaan seharusnya dilihat sebagai kekayaan, bukan sebagai pemisah. []

Tags: Hari Natalhari rayakeberagamanKristianiNasraniSelamat Hari NatalSingkawangtoleransi
Nabila Hanun

Nabila Hanun

Terkait Posts

Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kuasa Suami atas Tubuh Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam
  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID