• Login
  • Register
Selasa, 28 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Hati-hati dengan Modus Romantis yang Berujung Toxic!

Hati-hati dengan standarisasi hubungan romantis yang berujung pada hubungan toxic! Ini bisa menghambat perkembangan remaja, apa lagi standar tersebut sangat populer di kalangan anak sekolah

Hoerunnisa Hoerunnisa
30/09/2021
in Personal
0
Romantis

Romantis

278
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Lari tergesa-gesa dengan mata terpusat pada lingkaran jam tangan, berharap belum ada bel yang bersuara, siapa yang tidak merindukannya? Merindukan luka liku masa sekolah, apa lagi saat pandemi seperti ini, yang praktik pembelajarannya hanya bisa dilakukan lewat daring, walaupun ada sebagian sekolah yang sudah menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Namun, namanya juga terbatas, rasanya tentu berbeda.

Dari mulai mengisi formulir pendaftaran sekolah sampai momentum kelulusan saya di sekolah, banyak sekali kesan yang tidak bisa terlupakan begitu saja seperti halnya suasana sekolah, guru-guru , teman-teman, apa lagi mantan. Ya kisah percintaan sewaktu sekolah termasuk daftar paling berkesan. Iya enggak? Kalau sekarang, kadang mikir “bisa-bisanya dulu bertingkah seperti itu” sambil tertawa keras.

Hari pertama masuk sekolah SMP, sekitar tahun 2011 lalu di lingkungan sekolah bahkan lingkungan masyarakat saya sedang trend panggilan sayang dalam relasi pacaran, dimulai dari ayah bunda, mamih papih, umy abi, bunda panda dan panggilan lainnya. Katanya panggilan sayang tersebut bagian dari bumbu-bumbu romantis, benarkah romantis? Apakah romantis hanya dapat ditakar dengan hanya panggilan sayang? Tentu tidak!.

Bukan hanya sebatas panggilan ternyata, dalam hal obrolannya pun seperti suami istri, tidak sedikit teman-teman saya yang sudah membahas mengenai jumlah anak mereka kelak, janji sehidup semati, renca tempat tinggal dan lain-lain. Katanya sih ini termasuk obrolan yang romantis pada saat itu. Tentu obrolan seperti ini belum tepat dibahas oleh anak SMP, jadi harus bagaimanakah kita mencegahnya?.

Selain itu, obrolan ekspektasi keindahan menikah romantis juga untuk dibahas, tapi ya begitulah hanya yang enak-enak saja yang dibahas. Sehingga tidak sedikit teman-teman saya yang memutuskan menikah setelah selesai keluar sekolah SMA, ada juga yang samapi putus sekolah SMA bahkan selesai sekolah SMP langsung menikah.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • Salahkah Memilih Childfree?

Baca Juga:

Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

Salahkah Memilih Childfree?

Setelah menikah, banyak teman-teman saya yang setiap harinya hanya bisa mengeluh ingin bercerai, menjadi korban KDRT dan bahkan berujung pada penceraian. Bagitu kalau ngobrolin pernikahan hanya yang enak-enak saja, yang mengakibatkan ketika memutuskan menikah hanya dilihat dari kesiapan biologisnya saja, tidak dengan psikologinya bahkan ekonominya. Ya namanya juga anak kecil ya, engga aneh. Jadi anak kecil harusnya jangan dulu menikah ya!.

Gimana ya agar tidak banyak lagi anak-anak yang terperangkat dalam hubungan romantis (katanya) yang berujung toxic? Tentu peran orang tua dan sekolah sangat dibutuhkan dalam hal ini, yaitu dalam mengedukasi perihal pacaran sehat yang tidak menghambat perkambangan masing-masing diantara keduanya, dimana pacaran yang bisa saling memberikan manfaat untuk keduanya.

Dan akan lebih indah jika obrolan dalam relasi pacaran anak sekolah itu tentang rencana karir masing-masing, misal soal cita-cita, rencana melanjukan sekolah, pekerjaan nanti dan obrolan lainnya yang cenderung bisa menumbuhkan rasa saling mendukung, mengembangkan dan memajukan pasangan masing-masing.

Saya ingat betul bagaimana standarisasi hubungan romantis lainnya pada saat saya sekolah, hubungan romantis tidak terlepas dari pasangan yang romantis, ita enggak?, jika dulu saya dan teman-teman saya sewaktu sekolah menganggap laki-laki romantis itu laki-laki yang siap siaga antar jemput saya 24 jam, suka traktir makan, memberi hadiah banyak, mengatur hidup saya karena menganggap hal tersebut sebuah perhatian dan legitimasi bahwa saya adalah milik dia begitupun sebaliknya.

Selain itu, cemburu kalau ada laki-laki yang mendekati saya, bahkan beranggapan semakin besar cemburunya semakin besar rasa cintanya dan ini bisa berujung pada pembatasan gerak perempuan, chattingan atau telponan intens setiap saat, kalau ngilang bentar pasti marah. Ini romantis atau toxic sih?.

Hati-hati dengan standarisasi hubungan romantis yang berujung pada hubungan toxic! Ini bisa menghambat perkembangan remaja, apa lagi standar tersebut sangat populer di kalangan anak sekolah. Terlebih trend pacaran sudah menjadi konsumsi setiap siswa sekarang, dan standarisasinya tidak jauh beda dengan dulu, sama-sama ngawur.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, tentu pemahaman terhadap standarisasi hubungan romantispun harus berubah menuju standar yang lebih maju dan progresif, kita semua harus sadar bahwa pacaran romantis yang toxic bisa berujung pada penyesalan.

Lalu bagaimana standarisasi hubungan romantis yang maju dan progresif? Ya tentu hubungan pacaran yang bisa memberikan nilai-nilai positif bagi keduanya, hubungan yang setara diantara keduanya, saling memberi support, saling memajukan, saling mengembangkan, saling memberi kasih, dan saling menebarkan kebaikan. []

Tags: Hak Kesehatan Reproduksi Remajalaki-lakiperempuanPergaulan BeresikoPsikologi RemajaRelasiRelasi Sehatremaja
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Profil Gender

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

27 Maret 2023
Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tradisi di Bulan Ramadan

    Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist