• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Ibnu Miskawaih Bapak Moderat Era Kekhalifahan Abbasiyyah

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
29/03/2022
in Figur
0
Ibnu Miskawaih

Ibnu Miskawaih

171
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Artikel ini akan membahasa sosok Ibnu Miskawaih bapak moderat dari dinasti Abbasiyah. Ia adalah sosok yang sangat menguasai bidang filsafat, terutama etika. Lahir di daerah Ray (sekarang masuk ke daerah Teheran).

Untuk menciptakan sebuah perdamaian, banyak kelompok yang berupaya merumuskan konsep-konsep perdamaian berikut dengan aksinya. Salah satu konsep yang masih happening untuk dibicarakan adalah konsep moderasi beragama.

Moderasi beragama yang diusung oleh Kementerian Agama RI mensyaratkan sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstream dalam beragama. Organisasi kemasyarakatan Islam seperti NU dan Muhammadiyah telah mengakomodir konsep serupa dengan konsep moderasi beragama ala Kementerian Agama RI.

Jika Muhammadiyah punya konsep “Washatiyyah” maka NU juga punya konsep “Tawasuth” yang keduanya memiliki arah tujuan yang sama dalam upaya menjauhi ekstrimisme kiri (liberal) maupun kanan (radikal).

Dalam merumuskan konsep moderasi ini, tentu banyak sekali rujukan bacaan maupun tokoh. Dari banyaknya bacaan dan tokoh yang dibuat rujukan, saya teringat salah satu tokoh yang tidak jarang disebut dalam headline sebagai Bapak Etika adalah Ibnu Miskawaih. Sebutan ini tentu tidak berlebihan.

Baca Juga:

Tafsir Sakinah

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Islam Menolak Kekerasan, Mengajarkan Kasih Sayang

Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

Selain disematkan kepada Ibnu Miskawaih, sebutan Bapak Etika juga lekat dengan Al-Ghazali yang pada keduanya, kita beruntung sekali diwarisi dua masterpiece buku induk tentang akhlaq; Ihya’ ‘Ulumiddin karya Al-Ghazali dan Tahdzibul Akhlaq wa Tathhirul A’raq karya Ibnu Miskawaih.

Ibnu Miskawaih, seorang tokoh muslim yang hidup pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, bernama lengkap Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub bin Miskawaih dan terlahir di Ray (sekarang Teheran). Kepastian tahun kapan Ibnu Miskawaih masih menjadi perbedaan di kalangan penulis namun secara sama, sepakat dalam menyebutkan tahun wafatnya yaitu 1030 H/ 421 M.

Julukan Ibnu Miskawaih memiliki arti seharum minyak misk yang dimaksudkan karena Ibnu Miskawaih memiliki budi pekerti dan keluasan ilmu. Pemikiran-pemikiran Ibnu Miskawaih tentang filsafat etika dipengaruhi oleh filsuf Aristoteles yang didapatnya dari berguru kepada Ibn al-Khammar sedangkan ilmu tentang sejarah didapatnya dari Abu Bakar Ahmad ibn Kamil al-Qadhi yang mengajarkannya kitab Tarikh Thabari. Selain belajar dua hal tersebut, Ibnu Miskawaih juga belajar ilmu eksak seperti kimia dengan gurunya Abu Thayyib.

Tahdzibul Akhlaq wa Tathhirul A’raq menjadi karya monumental Ibnu Miskawaih yang saat ini menjadi rujukan dalam bidang etika/ akhlaq. Disamping itu, Ibnu Miskawaih juga produktif menghasilkan buku dalam beberapa bidang lain seperti bidang sejarah berjudul Tajarib al-Umam (pengalaman bangsa-bangsa) yang bercerita tentang sejarah penemuan mesin pemintal, bidang kedokteran berjudul Syaribah (minum) dan beberapa kitab lainya.

Dalam kitab Tahdzibul Akhlaq wa Tathhirul A’raq, Ibnu Miskawaih juga merumuskan konsep istilah-istilah dasar dalam Ilmu Akhlaq seperti pengertian akhlak dan jiwa. Definisi Akhlak menurut Ibnu Miskawaih sebagaimana berikut:

حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر ولا روية

Sifat yang tertanam pada jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.

Sedangkan jiwa, dalam fasl قوي النفس الثلاث, Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa jiwa memiliki tiga potensi bertingkat dari rendah, menengah hingga tinggi yaitu an-nafs al-bahimiyyah (daya kebinatangan), an-nafs as-sabu’iyyah (daya buas) dan an-nafs an-nathiqah (daya berpikir). Tiga potensi tersebut yang akan menentukan seseorang bertindak oleh karenya perlu dikelola dengan baik agar tidak melahirkan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum syari’at.

Ibnu Miskawaih Bapak Moderat Islam

Bapak Etika, bagi saya terlalu mainstream sebagai gelar yang disandangkan pada Ibnu Miskawaih. Lebih spesifik, Ibnu Miskawaih adalah seorang bapak moderat. Penyebutan ini tentu bukan tanpa alasan. Dalam kitab Tahdzibul Akhlaq wa Tathhirul A’raq, ada satu pembahasan menarik yang menjadi pattern dalam Ilmu Akhlaq. Pattern inilah yang selanjutnya bisa dijadikan dasar penyebutan Ibnu Miskawaih sebagai bapak moderat.

Pembahasan tersebut termaktub dalam fasl Fadhilah (Bab Keutamaan). Ibnu Miskawaih secara sistematis menyebutkan 4 kaidah dalam memformulasikan apa yang disebut sebagai sifat utama. Secara dasar, Ibnu Miskawaih menempatkan 4 sifat keutamaan ini dalam kerangka keseimbangan (al-wast). Jika terlalu ekstrim kurang maka disebutnya sifat tersebut masuk golongan at-tafrith. Sebaliknya, jika terlalu ekstrim berlebih, maka masuk pada golongan al-ifrath.

Empat sifat utama tersebut adalah al-hikmah (kebijaksanaan), al-ifffah (kehormatan), as-saja’ah (keberanian), dan al-‘adalah (keadilan). Al-hikmah (kebijaksanaan) adalah sifat seimbang antara السفه (keduguan) dan البله (kelancangan). Al-iffah (kehormatan) adalah sifat seimbang antara خمود الشهوة  (memendam)  dan الشره (rakus). As-saja’ah (keberanian) adalah sifat seimbang antara الجبن (pengecut) dan التهور (nekad). Sedangkan Al-‘adalah (keadilan) adalah sifat seimbang antara الظلم (teraniaya) dan الانظلام (menganiaya).

Membaca pattern tersebut, kita menyadari bahwa manusia memiliki potensi besar untuk berada posisi ekstrim kanan atau kiri. Jika ia mampu berdiri tegak ditengah dengan memegang teguh empat sifat utama menurut Ibnu  Miskawaih tersebut, maka hidup manusia akan dilingkupi dengan kedamaian dan inilah yang disebut sebagai kesempurnaan akhlak. []

 

Tags: Cendekiawan MuslimIbnu MiskawaihislamModerasi BeragamaPeradaban Islamsejarah
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Ekoteologi

Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

13 Juni 2025
Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID