Mubadalah.id – Imam asy-Syafi’i (w. 204 H), bagi masyarakat muslim Indonesia bukanlah nama asing. Ia adalah pendiri madzhab fiqh terkemuka.
Pikiran-pikiran fiqhnya dianut oleh mayoritas bangsa-bangsa muslim di Asia Tenggara dan di sejumlah negara lain di dunia selama berabad-abad, bahkan sampai hari ini. Ia dikenal sebagai orang pertama yang menyusun secara sistematis dan lengkap metodologi fiqh (ushul al-figh). Bukunya tentang ini berjudul ar-Risalah.
Agaknya, tidak banyak orang mengetahui bahwa di samping ahli fiqh, ia juga memahami ilmu kedokteran. Abu Abdullah al-Hakim dalam buku biografi Asy-Syafi’i menceritakan bahwa Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad, Irak.
Pada suatu hari bertanya kepada Asy-Syafi’i tentang keahliannya di bidang ini. Imam asy-Syafi’i menjawab, “Aku memahami dengan baik pikiran-pikiran orang Yunani, seperti Aristoteles, Porporius, Galenus, Epicurus, dan lain-lain melalui bahasa mereka.”
Sebagian orang kemudian memprediksi atau mendugaduga bahwa cara berpikir Imam asy-Syafi’i dalam ushul fiqh memperlihatkan betapa ia terpengaruh oleh pemikiran filsafat Helenistik. Imam asy-Syafi’i boleh jadi adalah seorang filsuf.
Ahmad bin Hanbal, murid Imam asy-Syafi’i mengatakan, “Asy-Syafi’i adalah filsuf dalam empat hal: bahasa, dialektika pemikiran, sastra, dan fiqh.”
Akan tetapi, Imam asy-Syafi’i memang tidak menyukai teologi (ilmu kalam) dan filsafat. Katanya, “Seandainya saja aku mau menulis kitab/buku tentang kalam (teologi), niscaya aku tulis dalam jilid besar. Namun, ilmu ini tidak menjadi minatku.” []