• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Insecure dan Kesejahteraan Psikologis Perempuan

Kita dapat merefleksikan pengalaman dan peristiwa yang terjadi selama hidup kita untuk mendapatkan kesejahteraan psikologi. Lalu perlahan mengenal, menemukan diri sendiri dan terlepas dari insecure.

Wanda Roxanne Wanda Roxanne
15/02/2021
in Personal
0
Insecure

Insecure

354
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – SMP adalah salah satu masa yang cukup suram yang jauh dari kesejahteraan psikologis. Masa di mana rasa insecure saya membesar. Entah bagaimana awalnya, saya akhirnya sering bertengkar dengan dua teman laki-laki. Ada yang mem-bully saya dengan mengatakan saya “wajah timun”. Yang lebih menyakitkan, ada yang menyebut saya “tapir”.

Saya merasa menjadi perempuan yang tidak menarik dan cenderung minder dalam berteman. Secara tidak sadar saya menginternalisasi pengalaman bullying sebagai kebenaran, sehingga saya seringkali insecure, dan memandang rendah diri saya sendiri. Hal ini juga terbawa saat saya menjadi hubungan dengan laki-laki. Saya menjauh dan merasa tidak layak ketika ada laki-laki yang mendekati saya.

Ternyata banyak perempuan yang mengalami hal yang sama dengan saya. Ada puluhan netizen yang berbagi cerita di kolom komentar salah seorang penulis yang membahas topik “insecure”. Jangankan saya yang termasuk orang biasa, orang-orang terkenal pun juga pernah dihantui rasa insecure.

Sebagian besar bercerita insecurity mereka sebagai akibat dari bullying. Ada yang sampai ingin bunuh diri karena fisiknya, padahal dia termasuk pintar dan selalu ranking di SMP. Ada yang juga pernah di-bully saat SD sampai dia tidak berani untuk selfie karena merasa jelek. Ada yang insecure karena wajahnya berjerawat, gelap dan gendut. Dia terisolasi karena kondisinya tersebut.

Ada juga yang bercerita yang bercerita bahwa dia sering merasa insecure, dan minder saat berkenalan dengan orang baru. Dia juga merupakan korban bullying sejak SD sehingga membuatnya tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu. Dia merasa tidak berharga dan tidak percaya saat orang lain mengapresiasinya. Dia sudah terbiasa menjadi rendah diri. Dia bercerita bahwa dia ingin bergaul dengan siapapun tanpa khawatir dan malu.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Selain itu, ada juga yang bercerita bahwa rasa insecure membuatnya sering bertengkar dengan suaminya karena dia merasa tidak pantas secara fisik. Dia takut ditinggal dan takut tidak dicintai. Bahkan ada juga yang bercerita bahwa dia sejak kecil sudah di-bully oleh Ibunya dan keluarganya sendiri.

Ternyata banyak orang yang mengalami krisis sejak kecil akibat bullying, dan juga mengakibatkan trauma. Masing-masing orang memiliki luka dan trauma yang membuat mereka merasa tidak berharga dan tidak bahagia. Mungkin kita merasa sendirian menghadapi ini, tapi sebenarnya kita sedang membawa beban masing-masing.

Mereka semua mengatakan bahwa prosesnya panjang untuk menerima diri sendiri, menjadi lebih percaya dan mencintai diri sendiri. Setelah semakin dewasa, saya juga perlahan berdamai dengan masa lalu saya dan diri saya sendiri. Saya memeluk rasa insecure itu dan menginterpretasikan ulang makna diri sendiri.

Kebanyakan rasa insecure dan bullying ini karena bentuk fisik yang dianggap tidak menarik. Kita menjadi rendah diri, citra diri negatif dan tidak menghargai diri sendiri. Kita menjadi tidak memiliki kesejahteraan psikologis dan tidak bahagia karena kondisi fisik yang tidak ideal menurut standar masyarakat. Padahal, nilai diri kita tidak hanya ditentukan oleh rupa, tubuh dan penampilan saja.

Saya jadi bertanya-tanya, kapan manusia biasanya mencapai kesejahteraan psikologis? Kapan manusia merasa bahagia, puas dan menerima dirinya secara utuh? Kapan manusia dapat melepaskan diri dari jebakan rasa insecure?

Menurut konsep kesejahteraan psikologis Carol D. Ryff, manusia dapat dikatakan sejahtera jika dapat menerima diri, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, menguasai lingkungan dan terus bertumbuh secara personal. Martin Seligman menyebut konsep ini sebagai teori kebahagiaan.

Tidak ada satu pun komponen kesejahteraan psikologis yang berhubungan dengan fisik yang membuat kita insecure. Jika kita menyadari keenam komponen kesejahteraan psikologis ini sedini mungkin, sepertinya kita akan lebih mudah untuk lepas dari jeratan insecurity.

Apakah sekarang kita sudah mendapatkan kesejahteraan psikologis? Apakah kita sudah bahagia? Apakah kita bisa menerima dan mencintai diri sendiri secara utuh dan penuh?

Jika sekarang kita masih terjerat dalam perasaan insecure, kita dapat menolong diri kita sendiri. Ryff menawarkan kita untuk menginterpretasikan ulang kondisi dan pengalaman hidup kita untuk memperoleh kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis. Kita dapat merefleksikan pengalaman dan peristiwa yang terjadi selama hidup kita. Lalu perlahan mengenal dan menemukan diri sendiri.

Setelah saya refleksikan semua pengalaman negatif saya selama ini, ternyata secara tidak sadar saya menginterpretasikan ulang pengalaman negatif saya satu persatu. Itu adalah cara saya untuk mengenal dan menerima diri saya dengan segala kelemahan dan kelebihannya.

Proses untuk menemukan diri sendiri tidak selalu menyenangkan, sebaliknya, justru banyak dipenuhi pengalaman yang tidak menyenangkan. Manusia akan terus belajar untuk menjadi bahagia dan sejahtera secara psikologis sesuai nilai dan makna yang ditentukan masing-masing individu. []

Tags: citra diriInsecureKesehatan MentalperempuanSelf Love
Wanda Roxanne

Wanda Roxanne

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan alumni Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version