Mubadalah.id – Suami-istri di ruang domestik memiliki posisi yang setara. Islam sendiri memberikan penghargaan terhadap keduanya yang bekerja di ruang domestik. Bukan membantu satu sama lain, tapi merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban masing-masing.
Banyak kalangan umat Islam yang masih menganggap bahwa pekerjaan domestik adalah tanggung jawab seorang istri. Sehingga, laki-laki yang ikut mengerjakan pekerjaan tersebut, seringkali mendapat stigma negatif dari masyarakat di sekitarnya, misalnya ia disebut sebagai “suami takut istri”, atau “dunia terbalik”.
Di sisi lain, narasi-narasi yang menempatkan perempuan di ruang domestik juga seringkali merugikan perempuan, terutama di masa pandemi. Kita tahu, bahwa pada masa Covid-19 banyak perempuan yang mengalami beban ganda.
Sebab, selain ia harus bertanggung jawab mengerjakan pekerjaan rumah, ia juga harus fokus mendampingi anak-anaknya belajar dan juga melayani suaminya yang bekerja dari rumah. Belum lagi, jika dia sendiri sama-sama bekerja di ruang publik. Pasti beban yang ditanggungnya bukan saja dua kali lipat, tetapi berlipat-lipat. Kalau dibayangkan betapa beratnya menjadi perempuan.
Akan tetapi, kondisi yang saat masih langgeng itu sebetulnya jauh dari spirit ajaran Islam. Dalam beberapa catatan hadis Nabi Saw menyebutkan bahwa semua urusan rumah tangga, menjadi tanggung jawab bersama, yaitu suami dan istri. Termasuk soal pekerjaan rumah.
Hadits Tentang Ruang Domestik
Seperti dalam sebuah hadis shahih Bukhari sebagai berikut:
عَنِ الأَسْوَدِ بن يزيد قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْنَعُ فِى بَيْتِهِ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِى خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قام إِلَى الصَّلاَةِ. رواه البخاري في صحيحه، رقم الحديث: 6108، كتاب الأدب، باب كَيْفَ يَكُونُ الرَّجُلُ فِى أَهْلِهِ.
Artinya: Dari Aswad bin Yazid, berkata: “Saya bertanya kepada Aisyah ra mengenai apa yang diperbuat Nabi Saw di dalam rumahnya”. Aisyah menjawab: “Ia melayani keluarganya, ketika datang waktu shalat, ia bergegas pergi shalat”. (Shahih Bukhari, no. Hadis: 680).
Di dalam hadis tersebut, seperti dikutip dalam buku “60 Hadist Shahih” karya Faqihuddin Abdul Kodir mengatakan teks ini sebenarnya tengah menegaskan bahwa Nabi Saw di dalam rumah tidak segan-segan untuk ikut melakukan kerja-kerja rumah tangga. Karena, laki-laki muslim yang mulia adalah yang ikut melakukan kerja-kerja layanan di dalam rumah, dan ini termasuk pada sunnah Nabi Saw.
Dengan begitu, prinsip kesalingan antara suami istri harus dipraktikkan oleh keduanya, baik di dalam maupun di luar rumah.
Menerapkan Relasi Kesalingan
Sejalan dengan hadis Nabi Saw, dalam realita kehidupan kita bisa melihat dan belajar kepada salah satu keluarga yang sudah menerapkan relasi kesalingan, hubungan suami-istri di ruang domestik. Keluarga tersebut adalah Mbak Alif dan Mas Dul. Mereka adalah suami istri yang sangat kompak dalam mengelola dan mengerjakan kerja-kerja rumah tangga.
Mbak Alif dengan kesibukannya sebagai manajer di salah satu bidang di Fahmina Institute, dan aktif melakukan kegiatan sosial di Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan, Fatayat NU Kabupaten Cirebon dan Mubadalah.id, tidak lantas membuatnya abai terhadap perannya sebagai seorang istri dan ibu dari dua anak, yaitu Kupi dan Ocan.
Melalui tulisan-tulisannya di akun Facebook pribadinya, Mbak Alif sering bercerita bahwa ia dan Mas Dul selalu berbagi peran untuk menyelesaikan pekerjaan domestik, baik itu yang berurusan dengan rumah ataupun soal pengasuhan kedua anaknya. Termasuk pada masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan keduanya untuk bekerja dari rumah.
Mas Dul yang juga bekerja sebagai redaksi di media Mubadalah.id, selalu ikut terlibat dan tidak pernah malu untuk melakukan pekerjaan rumah dan mengasuh anak-anaknya. Karena menurutnya. relasi suami istri yang sehat ialah relasi yang saling membantu, mendukung dan menghadirkan kebaikan-kebaikan dalam segala urusan rumah tangga.
Oleh karenanya, mencuci pakaian, membereskan rumah, mengasuh anak dan kerja-kerja domestik lainnya, menurut Mas Dul bukanlah sesuatu yang tabu untuk dilakukan oleh laki-laki. Justru dengan adanya kerjasama, bisa menjadikan suami dan istri semakin romatis dan bahagia. Bukankah itu yang menjadi tujuan setiap pasangan, yaitu mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia serta membahagiakan.
Di sisi lain, saya juga beberapa kali pernah membaca dan melihat bagaimana Mbak Alif dan Mas Dul saling memberikan apresiasi pada setiap pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya. Misalnya, dalam satu kesempatan Mbak Alif bercerita bahwa pada saat anak pertamanya menangis karena telat datang ke tempat lomba mewarnai, dan dia tidak bisa ikut lomba. Dengan sigap Mas Dul berinisiatif untuk mengajak anaknya mewarnai di rumah ditemani ibu dan ayahnya. Dengan ide kecil tersebut, anaknya bisa kembali ceria dan bahagia.
Hal-hal seperti ini lah yang menurut Mbak Alif perlu diapresiasi. Karena, menghadirkan kebahagiaan di dalam rumah adalah tanggung jawab suami dan istri. Dan ini adalah salah satu wujud dari relasi mubadalah.
Kemudian, dalam salah satu ayat al-Qur’an Allah juga berfirman, yang artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl: 97:).
Oleh sebab itu, jika Islam memandang semua pekerjaan adalah baik, maka siapapun yang mengerjakan pekerjaan domestik ataupun publik, pasti ia akan mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Termasuk, suami-istri di ruang domestik yang menjaga relasi kesalingan dalam rumah tangganya.[]