• Login
  • Register
Sabtu, 28 Januari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Karena Menulis, Kartini Menjadi Populer

Zahra Amin Zahra Amin
22/04/2019
in Kolom
0
Kartini menjadi populer

Kartini menjadi populer

18
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pemilu serentak baru saja baru berlalu dari hadapan kita semua. Masing-masing calon anggota legislatif, termasuk juga perempuan, sibuk menghitung berapa perolehan suaranya, agar bisa menduduki kursi legislatif. Bersamaan dengan itu, hari ini, tepatnya 21 April Bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Raden Ajeng Kartini, yang tersohor disebut sebagai Pahlawan Emansipasi perempuan. Karena menulis, Kartini menjadi populer.

Sejarah telah mencatat, terbukanya kesempatan perempuan untuk hadir dalam ruang-ruang publik, termasuk lembaga kebijakan hari ini tak lepas dari peran Kartini. Melalui gelisahnya, yang mempertanyakan sekian hal tradisi dalam kehidupan serta keluarga, sehingga membuat perempuan didomestikasi sedemikian rupa. Dunianya menyempit hanya berkisar di antara pintu depan dan belakang rumah.

Melalui tulisan ini, selain sebagai pengingat tentang sosok Kartini, yang namanya terus saja dielu-elukan hingga ke pelosok negeri, juga penulis teringat dengan pertanyaan seorang teman, mengapa Kartini dianggap sebagai Pahlawan Perempuan yang paling populer, bahkan hari lahirnya pun diperingati sebagai Hari dengan namanya, yakni Kartini.

Belum ada, atau hampir tidak ada nama pahlawan di Indonesia, yang namanya diabadikan sebagai hari peringatan atau perayaan tersendiri. Apa keistimewaan seorang Kartini, bahkan hingga kini namanya tereus saja dikenang. Saya ingin menjawab dengan singkat dan lugas, karena Kartini menulis.

Meminjam kalimat Pramoedya Ananta Toer, dalam Kata Pengantar Buku “Panggil Aku Kartini Saja”, bahwa sampai sedemikian jauh, Kartini disebut-sebut di berbagai hari peringatan lebih banyak sebagai tokoh mitos, bukan sebagai manusia bisaa, yang sudah tentu mengurangi kebesaran manusia Kartini itu sendiri, serta menempatkannya ke dalam dunia dewa-dewa.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Prinsip Mubadalah Adalah Prinsip Untuk Kesetaraan dan Kemanusiaan
  • Di Ruang Publik, Perspektif Mubadalah Meniscayakan Kesetaraan Lelaki dan Perempuan
  • Feminisme Islam dan Setelahnya
  • Benarkah Gus Yahya Menolak Feminisme?

Baca Juga:

Prinsip Mubadalah Adalah Prinsip Untuk Kesetaraan dan Kemanusiaan

Di Ruang Publik, Perspektif Mubadalah Meniscayakan Kesetaraan Lelaki dan Perempuan

Feminisme Islam dan Setelahnya

Benarkah Gus Yahya Menolak Feminisme?

Semakin berkurangnya pengetahuan orang tentang Kartini, maka bertambah kuatlah kedudukannya sebagai tokoh mitos. Gambaran orang tentang diri Kartini lantas menjadi palsu. Karena kebesaran tidak dibutuhkan, orang hanya menikmati candu mitos. Padahal Kartini sebenarnya jauh lebih agung daripada sekian hal mitos-mitos tentangnya.

Maka, dalam peringatan Hari Kartini di tahun ini, mari kita mengingatnya. Bukan dari sudut pandang domsetik rumah tangga, seperti Kartini adalah seorang gadis pingitan, lalu dikawinkan secara paksa, kemudian melahiran setelah itu meninggal dunia.

Mari kita singkirkan semua bayangan dan kenangan itu. Bagaimana cara Kartini melawan kesepian karena tradisi pingitan. Bagaimana Kartini melawan arus kekuasaan penjajahan dari dinding tebal kamar pendopo kabupaten, yang telah menyekapnya selama bertahun-tahun.

Yang patut kita ingat, pada saat itu. Kartini tidak punya massa, apalagi uang dan kekuasaan. Kartini hanya mempunyai kepekaan dan keprihatinan dan ia menuliskannya, seluruh perasaan yang sekian lama mencengkram kehidupannya itu.

Bagaimana hasilnya? Selain menulis telah melambungkan nama Kartini, suaranya bisa terdengar sampai jauh, bahkan hingga hari ini. Gemanya masih saja terus dipantulkan zaman, meski telah ratusan tahun jasad Kartini telah bersemayam abadi.

Menulis atau mengarang. Profesi inilah satu-satunya yang menjadi kekuatan minimal yang dimiliki Kartini. Sastra menjadi kekuatan bagi mereka yang sama sekali tidak mempunyai kebebasan dan kekuasaan sebagaimana halnya dengan Kartini. Sehingga Kartini sadar bahwa menulis adalah tugas sosial.

Maka kesadaran ini yang disebut oleh Pramoedya Ananta Toer sebagai manifest kepengarangan Kartini. Manifest ini tak lain dari kesadaran batinnya tentang kewajiban diri terhadap rakyat, bangsa dan negerinya.

Jika Kartini telah memulai di abad 19 itu, dengan merawat kegelisahan hingga mewujud dalam bentuk tulisan. Maka kini, tugas perempuan Indonesia untuk melanjutkan mimpi Kartini, tentang sebuah negeri yang bebas dan merdeka bagi perempuan, dari belenggu atas nama apapun di dunia ini.

Kebebasan dan kemerdekaan yang telah diawali Kartini dengan emansipasi perempuan di ruang pendidikan, telah menjadi kunci terbuka lebarnya banyak kesempatan. Maka tak ada alasan bagi perempuan untuk berhenti bermimpi, lalu memilih pergi dan tak mau peduli.

Sehingga, masing-masing dari perempuan dengan sekian potensi yang dimiliki bersama dengan lelaki, harus mampu menjawab kebutuhan untuk kesetaraan, pemberdayaan, dan perlindungan bagi perempuan serta anak.

Maka melaui momentum Hari Kartini tahun ini, mulailah kita mengganti mitos tentang sosok Kartini, dan merubahnya menjadi semangat untuk terus bergerak, menyuarakan kembali suara Kartini, yang kerap timbul tenggelam dihempas gelombang zaman. Merawat kegelisahan tentang perempuan apapun itu, dan mari kita menuliskannya.[]

Tags: emansipasiGenderhari kartinikartiniKesetaraanPahlawanPramoedyatulisan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Content Creator, Ngemis Online

Content Creator atau Ngemis Online?

28 Januari 2023
Pengalaman Perempuan

Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

28 Januari 2023
Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

28 Januari 2023
Budaya Patriarki

Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual

27 Januari 2023
Tata Kelola Sampah

Bermubadalah, Perspektif Baru Tata Kelola Sampah

27 Januari 2023
Kampus Cantik

Akun Instagram Kampus Cantik, Sebuah Bentuk Glorifikasi Seksisme Bagi Perempuan

27 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fatwa KUPI

    Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konco Wingking Dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

Komentar Terbaru

  • Menjauhi Sikap Tajassus Menjadi Resolusi di 2023 - NUTIZEN pada (Masih) Perlukah Menyusun Resolusi Menyambut Tahun Baru?
  • Pasangan Hidup adalah Sahabat pada Suami Istri Perlu Saling Merawat Tujuan Kemaslahatan Pernikahan
  • Tanda Berakhirnya Malam pada Relasi Kesalingan Guru dan Murid untuk Keberkahan Ilmu
  • Tujuan Etika Menurut Socrates - NUTIZEN pada Menerapkan Etika Toleransi saat Bermoda Transportasi Umum
  • Film Yuni Bentuk Perlawanan untuk Masyarakat Patriarki pada Membincang Perkawinan Anak dan Sekian Hal yang Menyertai
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist