• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Kekerasan Seksual: Korban tidak selalu Perempuan, Pelaku tidak selalu Laki-laki

Korban perempuan memang lebih banyak daripada laki-laki namun bukan berarti kekerasan seksual terhadap laki-laki bukan kasus yang sepele, kekerasan tetaplah kekerasan dan pelecehan adalah tindakan yang tak bermoral

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
20/02/2023
in Personal
0
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual

704
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kasus kekerasan seksual  yang lazim di telinga masyarakat pada umumnya terjadi oleh laki-laki dan perempuan sebagai korban. Namun dari fakta tersebut, kita tidak bisa menutup mata bahwa kasus kekerasan seksual juga bisa menimpa kaum laki-laki. Khususnya anak laki-laki, meskipun berpeluang lebih kecil dari perempuan.

Berdasarkan Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang International NGO Forum on Indonesian Development atau INFID dan Judicial Research Society (IJRS) luncurkan pada tahun 2020. Ada sebanyak 33% laki-laki yang mengalami kekerasan seksual khususnya dalam bentuk pelecehan.

Jumlah tersebut memaparkan bahwa korban perempuan memang lebih banyak daripada laki-laki. Namun bukan berarti kekerasan seksual terhadap laki-laki bukan kasus yang sepele. Hal ini menyebabkan diskusi terkait pelecehan seksual yang terjadi di kalangan laki-laki masih belum banyak menjadi pembicaraan di ruang publik.

Daftar Isi

    • Laki-laki dan Perempuan berpotensi Menjadi Pelaku dan Korban
  • Baca Juga:
  • Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual
  • Maple Yip, Perempuan di Balik In the Name of God: A Holy Betrayal
  • Female-Blaming, Patriarki dan Kasus-kasus yang Berulang
  • Sekte JMS Korea Selatan: Lakukan Pelecehan Seksual Berkedok Agama
    • Toxic Masculinity
    • Solidaritas

Laki-laki dan Perempuan berpotensi Menjadi Pelaku dan Korban

Fakta lain yang mengejutkan datang dari sebuah studi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak pada tahun 2017 yang memuat hasil anak laki-laki berusia 13-17 tahun dua kali lebih banyak mengalami kekerasan seksual dari pada anak perempuan.

Dari paparan data tersebut dapat kita ketahui bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kerentanan sebagai korban kekerasan seksual. Masih ingatkah dengan kasus Gilang bungkus? Beberapa tahun yang lalu jagat maya telah heboh dengan salah satu mahasiswa yang terduga melakukan tindakan pelecehan seksual. Yakni dengan membungkus korbannya menggunakan kain jarik. Beruntung korban berani untuk speak up dan pihak kampusnya memberi dukungan kepada korban.

Baca Juga:

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

Maple Yip, Perempuan di Balik In the Name of God: A Holy Betrayal

Female-Blaming, Patriarki dan Kasus-kasus yang Berulang

Sekte JMS Korea Selatan: Lakukan Pelecehan Seksual Berkedok Agama

Di tahun 2021, melansir dari Detik.com  pada 26 April ada sebuah kasus pemerkosaan terhadap laki-laki 16 tahun yang dilakukan oleh seorang perempuan berusia 28 tahun. Si korban dicekoki minuman keras hingga tak sadarkan diri.

Kedua contoh kasus kekerasan seksual tersebut hanya segelintir kasus yang terungkapkan. Lalu bagaimana dengan kasus yang tidak terungkap? Mengapa bisa terjadi hal demikian?

Toxic Masculinity

Salah satu anak dari budaya patriarki yaitu toxic masculinity. Selama ini masyarakat menganggap laki-laki adalah sosok yang maskulin, bersikap agresif sehingga laki-laki tergambar sebagai pihak yang paling menginginkan hubungan seksual dari perempuan sehingga mereka tidak bisa diperkosa.

Hal tersebut didukung dengan adanya sebuah penelitian yang berjudul “Perceptions of Male Victims in Depicted  Sexual Assaults: A revie of The Literature” yang Michelle Davies dan Paul Rogers tuliskan. Dalam jurnal tersebut mengatakan bahwa selama ini masyarakat kita menganggap seseorang perempuan tidak dapat memaksa seorang pria untuk melakukan hubungan seks. Hal ini karena seorang perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah dan pasif.

Sedangkan laki-laki dianggap makhluk yang lebih agresif dan menjadi inisiator dalam hubungan seksual. Sehingga masyarakat sulit membayangkan perempuan yang submisif memaksa pria yang menolak untuk berhubungan seksual. Atau dengan adanya laki-laki yang menolak kesempatan untuk berhubungan seks.

Seperti itulah gambaran masyarakat patriarki menilai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada laki-laki. Seolah laki-laki sudah identik sebagai pelaku. Permasalahan toxic masculinity juga bisa terjadi dari respon kaum laki-laki sendiri yang menganggap korban laki-laki sebagai orang yang lemah dan tidak jantan. Mereka malah meragukan maskulinitasnya atas ketidakberdayaan korban.

Jadi, bungkamnya para korban laki-laki bukan tanpa sebab. Rasa malu dan takut akan pandangan masyarakat dan ketakutan akan ketidakpercayaan mayoritas menjadi alasan mereka untuk memilih diam. Dari pada harus mengungkap jati diri dan mengakui bahwa mereka adalah korban.

Solidaritas

Solidaritas terhadap penyintas saat ini lebih banyak perempuan suarakan. Masih sangat sedikit laki-laki yang terlibat mengkampanyekan kasus kekerasan seksual dan pendidikan seksual. Forum-forum yang merangkul laki-laki sebagai korban kekerasan juga masih sangat jarang. Padahal seperti perempuan korban kekerasan seksual, laki-laki sebagai korban kekerasan seksual juga sama-sama membutuhkan rangkulan dan penanganan.

Jika laki-laki menjadi korban, maka bukan berarti ia menjadi buta akan emosi. Siapa saja yang mengalami pelecehan, pasti akan terluka. Laki-laki yang menjadi korban pun bisa merasakan perasaan tak berdaya dan rusaknya citra diri. Tidak jarang mereka justru menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang ia alami.

Sudah saatnya laki-laki perlu terlibat aktif dalam perjuangan memberantas kekerasan seksual. Baik laki-laki maupun perempuan yang ikut mengutuk kasus kekerasan seksual bukan hanya untuk menolong kaum mereka sendiri ketika menjadi korban. Tetapi karena perjuangan ini mengedepankan nilai kemanusiaan dimana laki-laki dan perempuan bisa menjadi korban.

Masyarakat juga harus kita sadarkan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud pelecehan seksual. Pemahaman terhadap korban juga harus kita perluas, dan mengapa penting untuk memberi dukungan kepada korban. Kekerasan seksual pada laki-laki memang jarang terjadi. Namun kekerasan tetaplah kekerasan. Baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi korban efek yang mereka terima pun sama besarnya. Kekerasan seksual adalah tindakan tak bermoral. []

Tags: Kasus Pelecehan SeksualKekerasan seksualkorban kekerasan seksualpelecehan seksual
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Profil Gender

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

27 Maret 2023
Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist