Mubadalah.id – Saya meyakini bahwa memiliki anak adalah hak bagi perempuan dan pasangan, begitu juga keputusan menjadi childfree adalah hak. Kedua pilihan ini tidak perlu kita bandingkan dan kita pertentangkan pada sesama perempuan. Karena apa yang terbaik bagi setiap perempuan tidaklah seragam. Memiliki anak dapat menjadi hal terbaik bagi perempuan, ketika childfree menjadi pilihan terbaik bagi perempuan.
Saya akan memberikan sudut pandang mengenai childfree sebagai pilihan (voluntary childfree) berdasarkan hasil penelitian tesis saya yang berjudul “Perempuan Childfree dalam Perkawinan: Perlawanan Pada Motherhood Mandate Melalui Otonomi Tubuh”. Saya akan berefleksi melalui pengalaman dua dari lima subjek penelitian saya, yaitu Widya dan Nay.
Alasan-alasan Menjadi Childfree
Setiap perempuan memiliki berbagai alasan yang menguatkan mereka untuk menjadi childfree. Dalam penelitian yang saya lakukan, ada empat alasan menjadi childfree. Yaitu kemanusiaan, kesehatan mental, ekonomi dan lingkungan. Alasan kemanusiaan yaitu panggilan untuk mendedikasikan diri untuk kepentingan kelompok-kelompok lemah dan rentan. Alasan kesehatan mental yaitu trauma pengasuhan dan trauma visual proses reproduksi, yang membuat mereka memiliki kondisi emosi yang tidak stabil seperti serangan panik, cemas, dan marah.
Selain itu, pada alasan ekonomi ada trauma dengan kondisi ekonomi saat mereka kecil. Dan kondisi tersebut ada dalam perkawinan yang tidak memungkinkan mereka memiliki anak karena harus menanggung biaya adik-adik dan orang tua mereka. Alasan lingkungan yaitu adanya perubahan iklim yang mungkin akan semakin parah di masa depan. Mereka tidak ingin membawa anak mereka pada kondisi bumi yang sudah semakin buruk.
Mengapa Childfree Dianggap Tidak Islami?
NU Online dalam artikel “Lima Alasan Childfree Tidak Islami” menjelaskan bahwa menjadi childfree dianggap kurang atau tidak islami. Pertama, childfree dianggap melangar fitrah dan kebahagiaan orang tua adalah memiliki anak. Kedua, memiliki anak dan mendidik dengan baik termasuk bagian dari sunnah. Ketiga, anak mendatangkan rezeki dengan izin Allah SWT. Keempat, anak adalah harapan orang tua ketika sudah tua. Kelima, anak adalah amal jariyah paling berharga yang akan mendoakan orang tuanya ketika sudah meninggal dunia.
Jika memiliki anak dianggap fitrah, kita perlu memahami bahwa tidak semua perempuan dan laki-laki dapat memiliki anak secara biologis karena sistem reproduksi mereka. Perkawinan anak dapat menunjukkan bahwa jika perempuan secara biologis mampu memiliki anak, bukan berarti mereka mampu menjalankan peran menjadi ibu karena lebih banyak hal buruk daripada manfaatnya. Islam juga mengakui bahwa hamil dan melahirkan itu adalah proses yang berat bagi perempuan (surah Luqmaan ayat 14).
Anak dapat menjadi sumber kebahagiaan orang tua. Namun kita tidak bisa menutup mata bahwa anak dapat menjadi sumber penderitaan bagi sebagian orang tua. Setiap orang tua berharap memiliki anak yang salih, tapi nyatanya tidak semua anak salih. Tidak semua orang tua salih mampu membesarkan anak agar menjadi salih. Setiap suami dan istri yang mampu memiliki anak secara biologis tidak serta-merta mampu menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka.
Mendidik Anak adalah Sunah, bukan Kewajiban
Pada praktiknya, ketika mendidik anak merupakan ibadah, maka mendidik anak tidak harus dengan mendidik anak biologis kita. Dalam gender tradisional, peran mendidik anak lebih dominan dilakukan oleh perempuan. Dan dalam pengasuhan, ada sebutan ibu biologis dan ibu sosial, yang berarti perempuan sekalipun tidak memiliki anak biologis namun mereka melakukan peran-peran keibuan (motherhood).
Nay misalnya, dia menjadi childfree dan menjadi ibu sosial bagi banyak anak-anak terlantar. Dia memberikan beasiswa pendidikan pada anak-anak yang kurang mampu. Lalu bekerja untuk kepentingan kelompok minoritas dan akar rumput. Dia mendidik, memperjuangkan keadilan dan memberikan manfaat pada banyak orang. Selain itu mengasuh kedua ponakannya, saat adik kandungnya depresi. Bukankan itu juga mendidik dan melakukan pengasuhan?
Adanya pemahaman bahwa anak memiliki rezekinya masing-masing atas seizin Allah membuat saya memahami bahwa keinginan memiliki anak juga harus sejalan dengan usaha untuk mencari rezeki. Allah SWT tidak begitu saja memberikan rezeki tanpa manusia berusaha dan memahami kapasitasnya. Jika manusia tidak memahami kapasitasnya untuk menjadi orang tua, maka akan membahayakan anak-anak dan keluarga mereka.
Pemahaman bahwa anak adalah harapan orang tua ketika mereka tua dan anak adalah amal jariyah berangkat pada hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah ra dalam hadits Imam Mulim, “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya”.
Memiliki anak bukanlah satu-satunya cara untuk mendapatkan amal jariyah. Masih ada cara lain untuk mendapatkan amal jariyah bagi muslim dan muslimah yaitu melalui sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat. Widya dan Nay menjalani pendidikan pada tingkat S2 dan mereka berusaha bermanfaat bagi keluarga, komunitas dan masyarakat yang lebih luas. Bukankah mereka sedang melakukan amal jariyah juga?
Childfree Karena Allah SWT Menciptakan Keberagaman
Widya sebagai childfree dalam perkawinan memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan beragam, dan dengan peran yang berbeda-beda. Menurutnya Allah SWT memberikan keberagaman yang membawa manusia pada peran-peran dan pilihan hidup yang berbeda-beda, termasuk pada pilihan untuk memiliki anak ataupun menjad childfree.
Dia meyakini bahwa Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang memiliki rencana terbaik baginya sebagai childfree. Baginya dengan belajar dan bekerja adalah peran-peran yang dapat dilakukannya sebagai ciptaan Allah SWT. Dia memiliki peran sebagai anak, dia membantu ponakan dan saudaranya yang lain, dia melakukan pekerjaan sosial dan juga berperan sebagai istri. Baginya, tidak semua orang harus memiliki anak karena ada peran lain yang lebih baik bagi dirinya.
Bagi semua subjek dalam penelitian saya, menjadi childfree adalah hal terbaik dalam hidup mereka. Bagi saya, keputusan childfree seperti Widya dan Nay justru sangat islami karena bagi mereka childfree adalah maslahat dan mereka menghindari mudarat. Mereka bertanggung jawab atas hidup mereka sendiri dengan mempersiapkan masa tua mereka secara mandiri, sekaligus mereka membantu anak-anak yang terlantar saat ini. []