• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Khitan Perempuan, Pentingkah?

Hady memaparkan bahwa khitan perempuan tidak memiliki landasan medis yang jelas, sehingga murni terjadi karena faktor tradisi, agama, dan norma sosial

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
28/08/2021
in Hukum Syariat
0
Khitan Perempuan

Khitan Perempuan

494
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika ada yang mempertanyakan tentang khitan perempuan, maka aku termasuk salah satunya. Sedari kecil aku hanya tahu jika khitan hanya untuk laki-laki, namun pertanyaan dari seorang teman beberapa tahun yang lalu kembali menyeruak saat aku mengikuti halaqoh pencegahan P2GP (Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan) yang diinisiasi oleh Alimat-KUPI yang bekerja sama dengan KPPPA dan UNFPA, Jum’at 27 Agustus 2021.

Saat itu temanku menanyakan apakah aku sudah melakukan khitan saat masih kecil? Yang saat itu aku jawab tidak, dan aku bertanya-tanya apa yang dikhitan dari perempuan dan apa pentingnya khitan bagi perempuan?

Sesi halaqoh dibuka oleh Dr. Nur Rofiah Bil Uzm, yang memaparkan khitan perempuan dalam bingkai lensa keadilan hakiki perempuan. Ada yang berbeda dari struktur kelamin dan fungsi alat kelamin laki-laki dan perempuan. Jika pada laki-laki alat kelamin itu tertutup dan ada kulit yang dapat dipotong tanpa menyebabkan terpotongnya daging. Berbeda dengan alat kelamin perempuan yang tidak tertutup dan tidak memiliki kulit yang bila dipotong tidak menyebabkan dagingnya terpotong.

Dan jika alat kelamin laki-laki hanya berfungsi sebagai saluran seni, mani dan sperma serta untuk melakukan hubungan seksual, maka alat kelamin perempuan berfungsi sebagai saluran seni, darah haid, darah istihadhah, darah wiladah, darah nifas, wadzi, madzi (cairan vagina), air ketuban, jalan bayi, dan untuk berhubungan seksual.

Bayangkan saja, dengan khitan, laki-laki tidak akan berdampak apapun, justru membawa kebaikan (maslahah) bagi kesehatannya, namun khitan bagi perempuan, justru membawa keburukan (mudharat) dengan mengacaukan fungsi alat kelaminnya. Jelas, dari lensa keadilan hakiki perempuan, khitan perempuan tidaklah penting.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Sesi halaqoh dilanjutkan dengan pemaparan realitas berdasarkan fakta dan data khitan perempuan di masyarakat oleh Dodi M Hidayat, dari KPPPA. Catatan KPPPA bahwa ada 51,2% anak perempuan di bawah usia 12 tahun telah mengalami khitan dan 72,4% umur mereka saat dikhitan adalah 1-5 bulan. Realitas di lapangan yang dikaji oleh KPPPA dan UGM menemukan bahwa khitan perempuan di Indonesia dilakukan dengan cara yang beragam, seperti membersihkan alat kelamin secara simbolik hingga menusuk, menggores, mengiris atau memotong sebagian atas klitoris dan/atau seputar klitoris.

KPPPA berdasarkan penelitian dengan gamblang mengatakan bahwa praktik khitan perempuan didasarkan pada tradisi, agama dan norma sosial. Melihat ketiga hal ini, aku menyimpulkan sendiri bahwa khitan perempuan tidaklah penting, karena ternyata praktik ini hanyalah sekedar memenuhi sebuah tradisi yang sudah terlanjur lestari di masyarakat, interpretasi dalil keagamaan dari segelintir tokoh agama dan norma sosial di daerah itu.

Sesi halaqoh terus berlanjut, kali ini diisi oleh Kyai Faqihuddin Abdul Kadir. Beliau menjelaskan dalil yang dijadikan rujukan praktik khitan perempuan yaitu “Dari Aisyah RA: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Apabila terjadi pertemuan dua khitan, maka wajib mandi”(HR. Muslim). Dalam fiqih, khitan berarti membuka atau memotong kulit yang menutupi kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis.

Hal ini jika dilihat melalui lensa keadilan hakiki perempuan Dr. Nur Rofiah, jelas tidak berlaku bagi perempuan, karena alat kelamin perempuan tidak memiliki kulit yang menutupi kemaluannya. Maka, jelas jika dalam hal khitan perempuan, orang tua bahkan tokoh agama yang mengambil keputusan bagi anak perempuannya tidak berdasarkan pada kapasitas pemahaman terkait teks keagamaan, alih-alih memikirkan maslahah bagi anak perempuannya, melainkan sekedar menggunakan otoritas sebagai orang tua dan tokoh agama dalam melestarikan tradisi yang sudah ada. Dari sini pun, khitan perempuan lagi-lagi tidak penting.

Sesi pungkas dari halaqoh ini disampaikan oleh direktur Kesga Kemenkes RI, Hady Maulanza yang memaparkan perihal khitan perempuan dalam pandangan medis. Hady mengatakan ada empat tipe dalam khitan perempuan. Tipe satu adalah pemotongan dengan atau tanpa mengiris/menggores sebagian atau seleuruh klitoris. Tipe dua adalah pemotongan klitoris disertai pemotongan sebagian atau seluruh labia minora. Tipe tiga adalah pemotongan sebagian atau seluruh alat kelamin disertai penjahitan atau penyempitan lubang vagina. Tipe empat tidak terklarifikasi seperti penusukan, pelubangan, pengirisan, penggoresan terhadap klitoris, dll.

Hady memaparkan bahwa khitan perempuan tidak memiliki landasan medis yang jelas, sehingga murni terjadi karena faktor tradisi, agama, dan norma sosial. Bahkan World Medical Association melalui Deklarasi Geneva dan Deklarasi Tokyo berkomitmen bahwa tenaga medis yang berpartisipasi dalam praktik khitan perempuan dengan alasan apapun telah melanggar etika profesi media.

WHO juga menjabarkan dampak fisik dari khitan perempuan adalah nyeri, pendarahan, rasa sakit dan infeksi, dengan efek jangka panjang antara lain gangguan menstruasi, abses, kista, keloid, ketidaksuburan, rasa sakit ketika berhubungan seksual hingga tingginya resiko bayi meninggal saat melahirkan. Jelas ini membuktikan bahwa khitan perempuan tidak penting bagi perempuan.

Lensa keadilan hakiki perempuan, realitas fakta dan data di lapangan, interpretasi dalil keagamaan, serta tinjauan medis terhadap praktik khitan perempuan menyatakan bahwa khitan perempuan tidaklah penting bagi perempuan. Mudharat nya jauh lebih besar daripada maslahah nya dalam melestarikan tradisi yang sudah terlanjur ada. []

 

 

Tags: Hak Kesehatan Reproduksi PerempuanKeadilan HakikiKesehatan TubuhKesetaraanKhitan PerempuanperempuanSyariat Islam
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

18 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version