• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kian Merana, Ternyata Begini Nasib Perempuan Afghanistan di Bawah Kekuasaan Taliban

Taliban meletakkan perempuan Afghanistan sebagai sumber fitnah dan malapetaka untuk semua kejahatan kriminalitas yang terjadi di belahan dunia

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
26/07/2022
in Publik
0
Perempuan Afghanisan

Perempuan Afghanisan

329
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setelah hampir 20 tahun berjuang menduduki kembali pemerintahan Afganistan, perjuangan Taliban berakhir dengan kemenangan. Moment tersebut berdekatan dengan hari kemerdekaan Indonesia yaitu pada 15 Agustus tahun 2021. Keberhasilan Taliban karena Amerika menarik pasukan militernya. Sedangkan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani memilih untuk meninggalkan Afganistan agar tidak terjadi pertumpahan darah. Lalu bagaimana dengan nasib perempuan Afghanistan sekarang?

Kemenangan ini adalah dampak dari kesepakatan perjanjian Doha oleh Amerika, Pemerintahaan Ashraf Ghani, dan juga Taliban pada Februari 2002 (Tomi, 2007). Setelah Amerika berhasil melengserkan pemerintahan Taliban atas Afganistan pada 2002, ketiga belah pihak menyepakati bahwa Amerika akan segera hengkang dari Afganistan dan mengakui kedaulatan Afganistan dengan syarat Taliban tidak boleh mengikutsertakan gerilyawan ekstrimis seperti al-Qaeda.

Maka dengan hengkangnya militer Amerika dari Afghanistan, sesuai dengan kesepakatan perjanjian Doha, Afganistan bisa berdaulat kembali dan menikmati kemerdekaan seutuhnya tanpa campur tangan Amerika. Tambahan lagi dengan ketidakmampuan Ashraf Ghani dalam menekan laju patriotisme dan nasionalisme Taliban yang militan. Sehingga tanpa melalui angkat senjata dan dalam waktu yang cukup singkat, pemerintahan bisa dengan mudah diambil alih nyaris tanpa perlawanan.

Kegelisahan Perempuan Afganistan atas Kemenangan Taliban

Zarifa Ghafari sebagai wali kota Maidan Shahr sekaligus walikota perempuan pertama di bawah Presiden Ashraf Ghani secara tegas menyatakan hanya menunggu waktu untuk dibunuh tentara Taliban. Posisinya sebagai perempuan pertama dan termuda yang menjabat di kursi pemerintahan tentunya bertentangan dengan konsep pemerintahan dalam Islam. Dalam pemahaman Islam konservatif, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin.

Hosna Jalil seorang mantan Kementerian Urusan Perempuan di Afghanistan pada periode Ashraf Ghani juga menyatakan hal serupa. Bahwa kemenangan Taliban berdampak buruk bagi kemerdekaan dan independensi perempuan atas keadaannya sebagai manusia. Perempuan tak akan bisa mengambil peran di ranah publik, dan akan didomestikasi secara struktural oleh Taliban. Pemahaman agama yang literalis akan merugikan perempuan di Afghanistan secara keseluruhan.

Baca Juga:

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Kegelisahan tersebut bukan tanpa alasan. Pada tahun 1996-2001 Negara Islam resmi berdiri di Afganistan di bawah Taliban. Mullah Umar terpilih sebagai Amirul Mukminin Afganistan saat itu (Abdul:2001). Sederet hukum dan peraturan tersusun berdasarkan syariat Islam. Namun justru menyebabkan regulasi yang diskriminatif terhadap perempuan. Bukan syariatnya dan agama Islamnya yang tidak relevan, namun pemahaman agama yang tekstual dan tidak mengikuti perubahan zaman lah yang menyebabkan aturan tersebut dikecam oleh dunia.

Pembatasan Peran Perempuan di Afghanistan

Menurut Gayle, salah satu aturan yang mendiskreditkan perempuan adalah larangan perempuan keluar rumah tanpa pendampingan mahram, larangan menuntut ilmu, dan larangan bekerja (Gayle: 2014). Larangan ini tentunya berdampak pada aspek kehidupan yang lainnya seperti tidak terpenuhinya kesehatan yang adil gender, mata pencaharian yang hanya terbuka untuk laki-laki, dan minimnya akses perempuan untuk melanjutkan sekolah tinggi.

Tak hanya itu, preferensi busana perempuan juga Taliban atur. Perempuan harus memakai cadar jika di luar rumah. Jika terbukti melanggar, mereka akan mendapat hukuman pukulan (Gayle: 2014). Bahkan aktivitas pribadi yang berkaitan dengan hobi pun terlarang seperti memelihara burung dan layangan karena khawatir mengganggu ibadah seseorang.

Sebagai gerakan nasionalis Sunni, pemerintahan Afganistan di bawah Taliban saat itu memiliki prinsip bahwa amal ibadah yang paling utama setelah iman kepada Allah adalah Jihad fi Sabilillah. Sedangkan Jihad fi Sabilillah itu sendiri lebih utama dari bertetangga dengan Masjidil Haram dan memakmurkannya (Azzam: 1994).

Atas dasar inilah, segala kebijakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam Taliban hancurkan. Taliban saat itu mendapat kritik dari Dewan keamanan PBB dan dunia mengecamnya, karena melanggar Hak Asasi Manusia. Hingga pada November 2001, Amerika Serikat berhasil menggulingkan Taliban, dan Afghanistan menjadi negara di bawah kaki tangan Amerika. Taliban mengalami pemboikotan oleh mayoritas negara Dunia

Moderasi Taliban dan Harapan Semu

Pelaksanaan konferensi pers pada 18 Agustus 2021, tepat sehari setelah Taliban berhasil menduduki kembali pemerintahan Afganistan. Zabiullah Mujahid sebagai jubir Taliban meyakinkan publik bahwa Taliban yang saat ini menduduki pemerintahan Afganistan bukanlah Taliban 25 tahun yang lalu. Selain mengumumkan amnesti dan jaminan keamanan bagi seluruh penduduk Afganistan baik muslim maupun non muslim, Taliban juga berjanji untuk mengusung nilai-nilai moderasi Islam.

Salah satunya adalah mengizinkan perempuan Afghanistan untuk menduduki kursi pemerintahan, memberikan akses pendidikan, dan membolehkan perempuan bekerja. Ia juga menyatakan bahwa dalam membangun pemerintahan Afganistan yang kuat, inklusif dan Islami, membutuhkan kerjasama dari seluruh masyarakat Afghanistan. Termasuk di dalamnya adalah peran perempuan selama masih dalam koridor yang diperbolehkan syariat.

Nasib Perempuan Afghanistan Kian Merana

Pernyataan Zabihullah Mujahid ini adalah jawaban langsung dari kekhawatiran Hosna Jalil dan Zarifa Ghifari tentang masa depan perempuan Afganistan di bawah pemerintahan Taliban. Bahwa perempuan akan tetap mendapatkan haknya sebagai manusia, dan dapat berkiprah di ranah publik sebagaimana laki-laki. Hal ini membawa angin segar terhadap perubahan pemerintahan Islam yang identik dengan perlakukan diskriminatif terhadap perempuan.

Namun, hanya dalam hitungan bulan semua janji Taliban nyaris tak terbukti sedikitpun. Bahkan bisa disebut, Taliban saat ini hanyalah replikasi dari Taliban pra 2001. Pelan namun pasti, kebebasan perempuan dikebiri secara struktural. Diawali pada September 2021, Taliban membubarkan Kementerian Urusan Wanita Afghan (MOWA).

Pada Desember 2021 perempuan dilarang melakukan perjalanan lebih dari 72 km tanpa mahram. Di bulan yang sama, sebanyak 231 saluran media ditutup Afghanistan yang mengakibatkan 6.400 jurnalis kehilangan pekerjaan, utamanya perempuan. Berlanjut pada Maret 2022, pemerintah Taliban melarang perempuan bersekolah. Dan secara perlahan, perempuan yang bekerja di sektor publik diberhentikan satu persatu. Bahkan  poster, dan stiker yang terpasang di toko-toko dengan mengambil model perempuan pun dihapus dan dicat dengan warna hitam.

Taliban meletakkan perempuan Afghanistan sebagai sumber fitnah dan malapetaka untuk semua kejahatan kriminalitas yang terjadi di belahan dunia. Taliban lupa bahwa kejahatan bisa terjadi selama ada pelaku. Seharusnya pelaku kejahatanlah yang kita beri pembinaan, dan sanksi tegas. Bukan dengan mengebiri hak perempuan dengan dalih mengurangi peluang kriminalitas yang di luar batas.

Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk memaksimalkan ibadah kepada Tuhan. Dan di sisi lain, laki-laki dan perempuan juga sama-sama berpeluang untuk berbuat kejahatan. Laki-laki dan perempuan juga memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan diri dan berperan di wilayah publik dan domestik dengan segala potensi yang dimiliki sebagai manusia. []

 

 

 

 

 

 

Tags: AfghanistanislamLuar NegeriperempuanpolitikTaliban
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Feminisme di Indonesia

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

28 Juni 2025
Wahabi Lingkungan

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

28 Juni 2025
Patung Molly Malone

Ketika Patung Molly Malone Pun Jadi Korban Pelecehan

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID