• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kisah Heroik Para Perempuan Pelindung Hutan di Bener Meriah Aceh

Tak pernah ada sesal atas keputusan yang diambil sebagai penjaga hutan. Terlebih, hutan bagi mereka sudah menjadi sumber kehidupan.

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
29/06/2021
in Publik
0
Aceh

Aceh

108
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Desember lalu, hujan deras dengan intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan debit Sungai Krueng Jambo Aye di Aceh meluap. Akibatnya beberapa wilayah di Kabupaten Aceh Utara dan Bener Meriah, Provinsi Aceh mengalami banjir, dan kondisi ini memaksa warga setempat mengungsi ke tempat yang lebih aman. Selain disebabkan oleh kurangnya daya tampung sungai, bencana alam banjir yang sudah berkali-kali menerjang pemukiman warga, ditengarai pembalakan liar dan perambah hutan yang semena-mena adalah penyebabnya.

Kondisi ini lantas membuat geram warga yang menjadi korban, termasuk sekelompok ibu yang tinggal di dekat kawasan hutan. Mereka tak bisa lagi hanya berpangku tangan. Didorong oleh masalah yang kian kompleks, dan perolehan legalitas dari Kementerian Lingkungan Hidup, Lembaga Pelindung Hutan Kampung MpU Uteun akhirnya mendorong warga lokal, termasuk ibu-ibu untuk tergabung dalam tim penjaga hutan. Menyebut diri mereka, ‘ranger’, mereka bersepakat untuk melakukan patroli bersama untuk mencegah pengrusakan hutan yang semakin masif.

Salah satu dari mereka bercerita bahwa peran rutinnya selama ini sebenarnya sudah dijalankan dari dua tahun lalu. Bersama sekelompok ibu lainnya, berseragam mengenakan kaos hijau lengan panjang dan sepatu bot, mereka akan berkumpul di satu titik ketika jadwal patroli tiba.

Dan, jangan dikira kegiatan itu mudah dilakukan. Perbukitan menjulang di belakang mereka. Kawasan ini memang kerap dikenal sebagai negeri di atas awan, karena letaknya yang tinggi, sekitar 100-2.500 meter di atas permukaan laut. Namun, medan yang berat tak pernah membuat mereka gentar.

“selama ini telah terjadi perambahan merajalela oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan kebun kopi. Makanya sekarang, sudah banyak terjadi longsor, bencana alam terus terjadi di kampung kami. Jadi MpU Uteun ini sangat bersemangat untuk menjaga hutan, agar tidak terus terjadi banjir bandang yang sangat mengerikan.”

Baca Juga:

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, para ranger perempuan ini dibagi dalam dua tim. Tidak ada seleksi, semua boleh bergabung asal mendapatkan izin dari suami atau orangtua. Untuk frekuensinya sendiri, biasanya selama lima hari dalam satu bulan, dengan dibagi dua regu. Jadi dalam satu bulan itu bisa disimpulkan lamanya bisa sampai 10 hari melakukan patroli.

Mereka biasanya mendampingi tim bapak-bapak atau anak muda yang juga mendapatkan tugas menjaga hutan. Namun, jangan salah… kehadiran para ranger perempuan ini dinilai memudahkan para penjaga hutan dalam memberikan arahan bagi pelaku penebangan liar dan perambah hutan. Mereka acap kali lebih didengar nasihatnya oleh komplotan perambah hutan illegal.

Sebelum ibu-ibu ini bergabung, patrol pembalakan liar seringkali memicu pertikaian fisik terutama ketika kedua belah pihak yang terlibat adalah laki-laki semua. Namun, kini ketika ranger-ranger perempuan terlibat dan terjun langsung ke lapangan, justru pembalak liar yang berniat hutan urung melakukan aksinya. Rata-rata para pelaku tidak berani menantang duel fisik sekelompok ibu separuh baya tersebut. Walhasil, hal ini membantu pencegahan perusakan hutan yang akan dilakukan.

Meski menghadapi risiko yang cukup besar dari pembalak liar, maupun dari curamnya medan, tapi tiap kali patrol mereka selalu tampak bersemangat. Tak pernah ada sesal atas keputusan yang diambil sebagai penjaga hutan. Terlebih, hutan bagi mereka sudah menjadi sumber kehidupan. Tanpa hutan yang lestari, pasokan air mereka akan kering, dan bahkan ancaman bencana akan semakin tampak di depan mata.

Tak heran, meski diupah seratus ribu per patroli, mereka tak juga gentar. Bagi mereka hutan adalah segalanya, “karena kalau sudah terus terjadi bencana, sumber air minum kita sudah pasti terganggu. Dari situ kami terus ingin bersemangat dengan ibu-ibunya, gimana terus menerus kami akan menjaga hutan, agar tetap sumber air minum kami, sumber kehidupan kami itu tetap terjaga terus menerus.” []

Tags: Bencana AlamGender dan LingkunganHutanKerusakan AlamLingkunganPemanasan GlobalPenjaga Hutan
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID