• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

KUPI II Menjadi Ruang Pemulihan Bagi Jiwa Perempuan

Selain menjadi ruang silaturahim, KUPI II juga menjadi ruang pemulihan bagi jiwa perempuan yang selama ini terjerat tafsir agama dan terpenjara dalam ruang-ruang yang meminggirkan posisi perempuan

Khoiriyasih Khoiriyasih
02/12/2022
in Personal, Rekomendasi
0
KUPI II

KUPI II

391
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perhelatan KUPI II baru saja terlaksana di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Berbagai orang dari kalangan pesantren, aktivis, maupun individu, datang dengan semangat yang membara. Bagaimana tidak? KUPI II ini berisi orang-orang yang hadir dari penjuru daerah bahkan kancah internasional. Salah satu peserta yang datang individu di tengah ramainya KUPI II ialah aku.

Meskipun begitu, KUPI mempertemukan aku dengan orang-orang yang berangkat sendiri, tapi memiliki komitmen sama, memperjuangkan hak-hak yang ramah perempuan dan adil gender. “Tidak mengapa datang sendiri, Tuhan akan mempertemukan kamu dengan orang-orang yang datang sendiri, namun sama-sama memperjuangkan kemaslahatan umat,” Pepatah ini aku temukan di hari pertama KUPI II.

Halaqah atau bisa dikenal dengan sekumpulan orang yang membahas sebuah isu penting, disediakan oleh panitia KUPI II sedemikian rupa. Tema yang terbahas saat halaqah musyawarah KUPI II salah satunya “Perlindungan Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan Akibat Perkosaan.”

Kisah Pilu Korban Kekerasan Seksual

Aku jadi teringat keresahanku selama ini. Ada kaleidoskop di lingkungan sekitar yang aku temukan. Ini mengisahkan seorang siswi usia belum mencapai 19 tahun mengalami kehamilan tidak diinginkan akibat perkosaan. Selain dikeluarkan dari sekolah, ia juga mendapat tekanan berlipat ganda dari keluarga. Dikeluarkan dari sekolah lantaran dianggap mencemarkan nama baik dan dinikahkan dengan pelaku dengan dalih menjaga martabat keluarga.

Peristiwa ini membuatku patah hati dan tercengang. Jika ada satu perempuan korban, maka aku turut sakit dan menjadi bagian dari korban tersebut. Satu angka korban kekerasan seksual tidak akan sebanding dengan beban fisik, psikologis, ekonomi, dan beban lain yang korban alami.  Ketika sekolah tidak bisa memberikan ruang aman, keluarga tidak memberikan rangkulan, lalu kepada siapa perempuan korban harus mendapatkan pemulihan.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Akhirnya, kolektif atau ruang-ruang seperti KUPI ini yang dapat menjadi ruang perempuan korban mendapatkan pemulihan secara perlahan. Jujur, ketika aku melihat kasus perkosaan, maka aku sadar, aku juga terlibat sebagai korban karena terluka melihat realita kehidupan yang meminggirkan perempuan. Aku memiliki rasa pedih saat melihat jiwa perempuan korban belum memiliki kesiapan, akan tapi sudah mengalami kehamilan.

KUPI Menjadi Ruang Aman Perempuan

Kematangan fisik dan psikis korban seringkali terabaikan dan mereka tutup dengan dalih nama baik kelompok tertentu, baik instansi maupun keluarga. Lagi-lagi, korban mengalami kepahitan hidup berlapis. Sebagai refleksi menjelajah ke Jepara, aku temukan halaqah musyawarah KUPI II yang menjawab keresahan tersebut. Beberapa poin yang membuatku sayang jika pengalaman KUPI II tidak saya refleksikan lebih mendalam.

Pertama, pentingnya analisis permasalahan dengan melihat kondisi jiwa dan pengalaman biologis perempuan. Saat Pra Musyawarah KUPI II berlangsung, aku memperhatikan narasumber yang memberikan masing-masing pemahaman. Ada kondisi di mana kasus kekerasan seksual ini nyata terjadi di berbagai ruang, baik ruang umum maupun ruang privat sekalipun.

Sudah semestinya masyarakat menghentikan victim blaming pada perempuan korban kekerasan. Saat kehamilan terjadi akibat perkosaan, kita harus melihat apakah korban memiliki kesiapan yang matang atau tersiksa dengan kondisi kehamilan tersebut. Sehingga tidak langsung memberikan keputusan bahwa korban dinikahkan langsung dengan pelaku dan kehamilannya tetap berlangsung, padahal mengancam jiwa perempuan korban.

Kedua, perlindungan jiwa perempuan akibat perkosaan adalah sebuah urgensi. Keresahanku dengan kisah-kisah ganjil di sekitar tentang korban perkosaan mulai terjawab. Saat Musyawarah Kegamaaan KUPI II berlangsung, aku mendengar berbagai ayat, hadist, dan undang-undang peserta sampaikan untuk memperkuat pentingnya perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan.

Merangkul Korban dan Memulihkan Jiwanya

Hal-hal penting tersebut meyakinkanku untuk merangkul perempuan korban dengan melihat sisi kemanusiaan, bukan lagi menutup kasus dengan dalih nama baik kelompok apalagi menutup dengan dogma-dogma agama.

Ketiga, sebagai perempuan yang kerap membaca linimasa berita kekerasan seksual, melihat realita ketimpangan gender, aku menangis haru setelah hasil musyawarah KUPI II dibacakan. “Perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan adalah wajib,” Apa yang selama ini menjadi keresahanku, terjawab di tengah perhelatan KUPI II. Ini menguatkanku untuk terus bergerak menyuarakan keadilan bagi perempuan korban kekerasan seksual.

Tidak ada satupun manusia yang berhak menjadi objek kekerasan seksual di manapun berada. Patah hatiku pulih perlahan, recharge daya untuk tidak surut dalam memihak korban kekerasan di luar sana. Masih banyak orang baik yang akan merangkul korban, seperti yang aku lihat dari peserta KUPI II di Jepara.

Hasil musyawarah KUPI II berhak publik ketahui terlebih dapat mempengaruhi kebijakan. Bagaimana perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan akan lebih kita utamakan. Jika sudah sampai pada tahap demikian, bagaimana agar pendidikan dapat terasa oleh korban kekerasan tanpa ancaman diskriminasi.

Perempuan yang mengalami kehamilan akibat perkosaan bukanlah aib apalagi mencemarkan nama baik. Ia adalah korban yang pantas berada di ruang aman, mendapat pemulihan, dan tetap berhak mendapatkan pendidikan non-diskriminatif. Selain menjadi ruang silaturahim, KUPI II juga menjadi ruang pemulihan bagi jiwa perempuan yang selama ini terjerat tafsir agama dan terpenjara dalam ruang-ruang yang meminggirkan posisi perempuan. []

Tags: 16 HAKTPFatwa KUPIkorbanKupiKUPI IIperempuanperlindunganulama perempuan
Khoiriyasih

Khoiriyasih

Alumni Akademi Mubadalah Muda tahun 2023. Suka membaca dan menulis.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version