Mubadalah.id – Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) telah menjadi ruang perjumpaan ulama perempuan dari berbagai latar lembaga pendidikan dan organisasi. Sekaligus ruang perjumpaan ulama perempuan dengan para aktivis pemberdayaan perempuan, korban ketidakadilan, pakar, praktisi, representasi lembaga negara, dan pejabat pemerintahan.
Ruang perjumpaan itu meliputi fisik, visi, pemikiran, jejak perjuangan, serta pengalaman para peserta yang beragam tapi sangat terlihat jelas benang merahnya.
Sifat KUPI yang non-partisan, inklusif, partisipatoris, serta lintas organisasi, latar belakang, dan generasi telah benar-benar menjadi ruang bersama yang hasilnya. Kemudian juga menjadi milik bersama.
Rekomendasi KUPI I dalam waktu yang relatif singkat menjadi rujukan bagi banyak pihak. Ini khususnya terjadi saat pembahasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pandangan keagamaan KUPI tentang penghapusan kekerasan seksual menjadi bahan advokasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Hasil musyawarah keagamaan perkawinan anak pun telah dirujuk oleh berbagai pihak dalam advokasi menaikkan usia perkawinan. Termasuk oleh kementerian/lembaga saat menyusun Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Ariak pada 2019.
Sekarang KUPI II melahirkan lima hasil musyawarah keagamaan, yaitu:
Pertama, pengelolaan sampah bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan. Kedua, peran perempuan dalam melindungi negara dari bahaya ekstremisme beragama. Ketiga, pelindungan perempuan dari pemaksaan perkawinan.
Keempat, pelindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat pemerkosaan. Kelima, pelindungan perempuan dari bahaya pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan tanpa alasan medis.
Perspektif KUPI
Keterhubungan dan keberlanjutan KUPI I dan KUPI II adalah pada perspektif keadilan hakiki dan mubadalah (kesalingan).
Perspektif ini digunakan peserta KUPI dalam setiap pembahasan dan perumusan, terutama dalam diskusi paralel dan musyawarah keagamaan. Selain menjadi legitimasi ilmiah tersendiri atas keberadaan ulama perempuan.
Apa yang dihasilkan KUPI, berupa ikrar keulamaan perempuan, rekomendasi umum, dan hasil musyawarah keagamaan, adalah wujud implementasi perspektif mubadalah dan keadilan hakiki ini.
Mereka bekerja sama untuk menebar keimanan, menciptakan keadilan, dan membumikan kerahmatan, baik di level keluarga, komunitas. Maupun kancah nasional dan internasional.
Termasuk melalui kerja-kerja penafsiran teksteks Islam dan keterlibatari dalam segala peran sosial-politik laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara. Ini tentu saja sesuai dengan konstitusi Indonesia. []