• Login
  • Register
Rabu, 22 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Laki-laki juga Bisa Menjadi Korban Pelecehan Seksual

Kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi dimanapun, dalam bentuk apapun, subjeknya tidak melulu laki-laki atau perempuan tidaklah selalu menjadi korban

Irfan Hidayat Irfan Hidayat
28/07/2021
in Personal
0
Laki-laki

Laki-laki

169
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kesetaraan gender hari ini semakin bias ketika masyarakat, khususnya perempuan, memiliki anggapan serta memposisikan dirinya selalu sebagai korban pelecehan seksual. Padahal terdapat beberapa fakta yang saat ini posisinya sudah tidak lagi setara. Misalnya dalam kasus pelecehan seksual, kebanyakan masyarakat, termasuk laki-laki, banyak yang masih beranggapan bahwa pelaku pelecehan seksual adalah laki-laki.

Anggapan masyarakat tentang pelecehan seksual yang selalu memposisikan laki-laki sebagai subjek sangat lah bias gender. Narasi kesetaraan seolah-olah hanya berlaku ketika korban pelecehan adalah perempuan. Media pun jarang yang memuat berita terkait kekerasan seksual yang dialami oleh laki-laki. Keadaan seperti itu menyebabkan adanya bias gender dalam pandangan masyarakat terkait fenomena pelecehan seksual.

Salah satu contohnya ialah ketika laki-laki melakukan cat calling terhadap perempuan. Laki-laki tersebut bisa dilaporkan sebagai tindak pidana disebabkan perbuatan yang tidak menyenangkan. Meskipun dengan niat untuk cari perhatian, bukan untuk melecehkan, apalagi melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Akan tetapi, dalam keadaan sebaliknya, semua hal itu seolah tidak berlaku, atau bahkan terkesan lebay, dan bukan merupakan masalah yang harus diatasi.

Jika mengutip pendapat  R. Soesilo (1982), dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), hal seperti di atas tidak termasuk dalam kategori pelecehan seksual, akan tetapi sebuah perbuatan yang cabul. Karena melakukan cat calling terhadap perempuan dengan siulan itu tidak menimbulkan nafsu birahi.

Namun demikian, menurut Nina Tursinah, selaku Ketua Bidang UKM, Wanita Pekerja, gender & Sosial DPN Apindo, membuat pernyataan yang sebaliknya. Dia menjelaskan hal tersebut merupakan bentuk pelecehan seksual, selain kontak fisik seperti mencium, mencubit, dan menatap dengan nafsu, atau isyarat tubuh, tulisan, gambar atau foto pornografi, serta psikologis-emosional, sebagaimana dilansir oleh apindo.or.id.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Baca Juga:

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Pada tahun 2016 lalu, media sempat dihebohkan dengan berita pelecehan seksual yang dilalami oleh seorang pramugari pesawat GA216. Pelecehan tersebut terjadi ketika dua penumpang laki-laki melakukan sexual harrasment terhadap seorang pramugari ketika menawari mereka minuman susu.

Namun kedua laki-laki tersebut dengan santainya menjawab “susu kanan apa susu kiri?” yang dilanjut dengan tertawa. Karena dirinya merasa dilecehkan, pramugari tersebut kemudian melaporkannya kepada Captain dan Flight Service Manager. Kemudian, kedua laki-laki tersebut diinterogasi oleh para kru pesawat sepanjang perjalanan, bahkan keamanan bandara juga ikut menginterogasi keduanya ketika pesawat telah landing.

Dalam kasus tersebut penulis tidak bermaksud untuk membela si penumpang, bahkan sangat setuju jika penumpang tersebut disebut sebagai subjek pelecehan seksual. Hanya saja, jika yang terjadi adalah kasus dengan subjek dan objek sebaliknya, apakah media akan memberitakan hal seheboh kasus tersebut? Apakah masyarakat akan beranggapan bahwa itu pelecehan seksual?

Mungkin sebagian ada yang menyadari dan menganggapnya sebagai pelecehan seksual, tapi penulis yakin banyak sekali yang menganggap laki-laki yang melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya dengan subjeknya ‘perempuan’ merupakan tindakan yang lebay dan tidak perlu menjadi topik berita di media.

Sebagai pembanding, Center for Disease Control and Prevention dan National Justice Institute Amerika Serikat menjelaskan berdasarkan data yang mereka miliki menjelaskan bahwa setiap tahunnya, sekitar 92.700 pria dewasa telah diperkosa secara paksa. Kemudian, National Crime Victimization-Bureau of Justice secara statistik menemukan bahwa 11% korban dari data tersebut merupakan laki.

Selain itu, di negara Wales dan Inggris, kasus kekerasan seksual yang dialami laki-laki sebesar 7,5% dari total kasus pemerkosaan yang terjadi setiap tahunnya. Dan ini tidak hanya terjadi pada pria dewasa saja, Kasus tersebut juga terjadi pada anak laki-laki yang masih di bawah umur.

Hanya saja, sangat disayangkan, hukum yang di Indonesia seringkali menjadikan laki-laki sebagai subjek, sementara perempuan seolah selalu sebagai korban. Lebih dari itu, hal seperti ini tercantum dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

Pasal tersebut seoalah-olah hanya laki-laki yang bisa dijerat hukuman dalam perkara kasus kekerasan sosial. Meskipun terdapat Pasal 289 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Pasal tersebut memang terkesan lebih memposisikan antara perempuan dan laki-laki secara setara di mata hukum. Akan tetapi, keberadaan tersebut belum mampu mengubah pandangan mayoritas masyarakat Indonesia dalam memandang fenomena pelecehan seksual. Padahal kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi dimanapun, dalam bentuk apapun, subjeknya tidak melulu laki-laki atau perempuan tidaklah selalu menjadi korban.

Perlu adanya pemahaman yang lebih dalam terkait cara pandang terhadap kasus pelecehan atau bahkan kekerasan seksual. Kita sebagai masyarakat yang cerdas, harus mampu melihat dan menganalisa suatu kasus terkait itu. Jangan sampai memberikan pandangan, apalagi justifikasi sepihak secara kasat mata, atau bahkan karena stigma mayoritas, sehingga menimbulkan suatu kesimpulan yang bias gender. []

Tags: bias genderGenderhukumIndonesiakeadilanKesetaraan Genderlaki-lakipelecehanpelecehan seksualperempuan
Irfan Hidayat

Irfan Hidayat

Alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Terkait Posts

Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga: Benarkah Pengangguran?

17 Maret 2023
Patah Hati

Patah Hati? Begini 7 Cara Stoikisme dalam Menyikapinya, Yuk Simak!

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Menjadi Minoritas

    Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist