• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Lengger, Beban Ganda Antara Panggung dan Dapur

Terkadang peran-peran yang bertumpuk ini tidak menjadikan perempuan diapresiasi, tidak menjadi istimewa. Beban ganda pada perempuan seringkali dianggap tugas bawaan lahir yang tidak bisa dilepaskan.

Dyah Murwaningrum Dyah Murwaningrum
22/01/2021
in Khazanah, Pernak-pernik
0
Lengger

Lengger

113
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ibu lengger Astuti, dua tahunan lalu saya mendengar kabar bahwa ia telah meninggal. Namun panggung-panggungnya yang saya ikuti masih begitu lekat di ingatan. Selendang sampur yang menjuntai dan mengibas ke segala arah, atau irah-irahan yang seperti gunung di atas kepalanya, atau matanya yang tajam dikelilingi celak, masih bisa saya bayangkan.

Lengger adalah istilah untuk menyebut pertunjukan atau seseorang yang menari sekaligus menyanyi. Ia bukan sekedar tampil menghibur, namun juga dianggap memiliki daya linuwih, magis dan sakral. Kelebihan-kelebihanya tidak lantas membuatnya berbeda di keseharian. Ia sama saja seperti perempuan atau ibu yang lainnya.

Rumahnya berada di gang kecil tepi jalan utama Purwokerto. Untuk menemukan rumahnya, saya tidak perlu tahu alamat detailnya. Cukup bertanya saja pada tukang becak di pinggir jalan, maka Ia akan menunjukkan rute ke rumah lengger Astuti.

Sebuah SD berdiri tepat di samping rumahnya. Setiap kali lonceng besi dibunyikan, anak-anak berhamburan menuju teras rumahnya yang hanya berbatas pagar besi dan tidak pernah terkunci. Anak-anak riuh dan berebut saling mendahului, berdesakan melewati pintu menuju teras sang lengger untuk mendapatkan jajanan yang mereka inginkan.

Pukul enam pagi Ibu Astuti sudah siap dengan setermos nasi dan pelengkapnya. Sebagian makanan ia siapkan sendiri, sebagian lainya dibeli dari pasar. Ia memang selalu menunggu di sisi jajanannya sejak pagi, siapa tahu ada anak yang ingin mengisi perut sebelum masuk ke kelas. Begitulah pekerjaan hariannya dulu, saat saya menginap beberapa kali di rumahnya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri
  • Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami

Baca Juga:

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami

Sebagai lengger, ia selalu menjadi primadona panggung. Berangkat dengan truk atau colt gundul, Ia menghampiri penggemarnya. Dari gelaran ke gelaran ia selalu diikuti fans-fans fanatikan yang sudah menunggu-nunggu.

Panggung-panggungnya tidak pernah sepi baik di desa atau di kota. Di atas panggung ia bergerak mengikuti kendang dan seperangkat gamelan calung yang memicu tubuhnya menjadi terlihat lebih enerjik dari pada di kesehariannya. Ia menyanyi dan menyembuhkan duka-duka penggemarnya.

Seperti kebanyakan lengger, Ia dan grupnya dipanggil untuk memenuhi nadzar orang-orang, untuk merealisasikan rasa syukur, menjadi penyejuk di musim kemarau panjang, atau menyembuhkan bayi-bayi yang terkena sawan. Bagi sebagian orang yang percaya, tuturnya seperti sabda, harapannya ibarat doa yang terlantun pada yang maha tinggi tanpa penghalang.

Meskipun Ia dilekatkan dengan kemagisan, namun Ia tak selalu dipanggil dengan alasan spiritual. Kadang hanya sebuah hiburan semata. Atas alasan apapun, ia selalu tampil sebagai bintang. Ia dielu-elukan. Namun, di sisi tanggungjawabnya untuk menghibur, ia juga melakukan pekerjaan domestik.

Sepulang melengger pukul 11 malam, masih dengan make up yang menempel, ia menyempatkan untuk mencuci piring dan memasak mendoan. Lengkap dengan sambal dan nasi untuk kami makan bersama. Kebiasaan tersebut berulang setiap kali saya bersilaturahmi.

Jika panggilan melengger ramai, khususnya hari libur Sabtu, Minggu atau malam hari Ia manfaatkan untuk melengger bersama timnya. Jika sudah berada di rumah Ia tetap melakukan pekerjaan domestik dan berjualan setiap pagi di teras rumahnya.

Hal yang juga menarik perhatian saya adalah suaminya. Saat itu suaminya yang bekerja sehari-hari sebagai penjaga sekolah adalah pimpinan dari grup lengger yang ia dirikan. Suaminya juga merangkap sebagai nayaga (pemusik) yang selalu turut ke manapun grup lenggernya pergi. Selalu mendampingi di panggung maupun di rumah.

Begitu juga anaknya. Tidak jarang anak perempuannya turut melengger bersama ibunya atau sekedar menonton ayah dan ibunya. Kerjasama antara Ibu Astuti, dan suaminya ini bukan hanya berlangsung dalam pertunjukan saja. Mereka bekerjasama di dapur maupun di panggung.

Saya juga menemui hal serupa pada lengger-lengger lainnya. Fenomena ini jamak dalam kehidupan lengger dan penari. Banyak penari yang dalam kesehariannya merangkap kerja sebagai perias manten, guru, weeding organizer, namun juga sekaligus melakukan pekerjaan domestik di dalam rumahnya.

Saya rasa, fenomena ini tidak hanya terjadi di dunia seni. Di mana seorang perempuan memiliki peran-peran bertumpuk. Terkadang peran-peran yang bertumpuk ini tidak menjadikan perempuan diapresiasi, tidak menjadi istimewa. Beban ganda pada perempuan seringkali dianggap tugas bawaan lahir yang tidak bisa dilepaskan.

Pada beberapa kasus, beban-beban ganda yang dipikul perempuan ini menempatkan perempuan di persimpangan. Selalu tiba saat yang mengharuskan perempuan untuk memilih, menjadi penari atau ibu. Menjadi atlit atau ibu. Menjadi menteri atau ibu. Perempuan tak perlu ragu. []

Tags: beban gandaibu rumah tanggakeluargaperempuan bekerjaTradisi Nusantara
Dyah Murwaningrum

Dyah Murwaningrum

Dosen dan Aktif di Serat Pena Bandung.

Terkait Posts

Tujuan menikah

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

1 April 2023
Momen Ramadan

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

1 April 2023
Sarana Menikah

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

1 April 2023
kerja rumah tangga

Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

1 April 2023
Pekerjaan rumah tangga suami istri

Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

1 April 2023
Rumah Tangga

Hadis Relasi Rumah Tangga

31 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist