Mubadalah.id – Hadis sering kali didefinisikan sebagai ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad Saw yang disahkan para ulama melalui penelitian sanad (jalur periwayatan) dan matan (isi kandungan).
Namun, dalam definisi kajian ilmu mushthalah al-hadits, yang kita sebut Hadis adalah segala perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad Saw.
Ketetapan ini, para ulama definisikan sebagai perkataan dan perbuatan para sahabat yang Nabi Muhammad Saw biarkan. Sehingga menganggapnya sebagai persetujuan beliau,
Jika merujuk pada kitab-kitab Hadis, misalnya Shahih al-Bukhari sebagai kitab yang kita akui paling valid, Hadis mengandung berbagai kisah tentang para sahabat dalam pergaulan mereka dengan Nabi Saw.
Kitab-kitab Hadis yang lain juga serupa, mengandung banyak kisah tentang para sahabat. Kisah-kisah para sahabat ini, dalam terminologi ilmu Hadis, bisa dikategorikan sebagai hadits taqriri yaitu sesuatu yang diucapkan atau dilakukan para sahabat pada masa Nabi Muhammad Saw, dan Nabi tidak melarangnya.
Jika fokusnya hanya pada Nabi Muhammad Saw., maka konsepsi Hadis hanya tentang laki-laki. Namun, dengan melihat definisi dari hadits taqriri ini, sesungguhnya konsepsi Hadis, dalam Islam, juga tentang kehidupan para sahabat perempuan.
Ini adalah pendekatan praktis dalam konsepsi makna Hadis dengan merujuk pada kitab-kitab Hadis langsung, terutama Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Dengan pendekatan ini, perempuan menjadi terlibat sebagai subjek dalam konsepsi Hadis sebagai sumber pengetahuan dan ajaran. Pendekatan ini sesungguhnya telah Imam Bukhari dan Imam Muslim lakukan dalam kitab mereka, tetapi tidak terlalu kentara.
Beberapa ulama lainnya, terutama pada masa kontemporer, melakukannya lebih eksplisit. Seperti Syekh al-Qannuji (w. 1307 H/1890 M) dalam koleksinya Husn al-Uswah bima Tsabata min Allahi wa Rasulihi fi al-Niswah.
Kemudian, ada Fathimah Umar Nasef dalam Huquq al-Marah wa Wajibatuha fi Dhau’i al-Kitab wa al-Sunnah (1989). Bahkan lebih jelas lagi dalam magnum opus Abu Syuqqah (w. 1995) yaitu Tahrir al-Marah ft Ashr al-Risalah: Dirasah ‘an al-Marah Jamiah li Nushush al-Qur’an wa Shahihay al-Bukhari wa Muslim (1990).
Abu Syuqqah menetapkan semua pengalaman sahabat perempuan pada masa Nabi Saw sebagai Hadis-Hadis praktikal (al-ahadits al-amaliyah al-tathbiqiyyah) dalam semua isu relasi kehidupan antara laki-laki dan perempuan. []