• Login
  • Register
Rabu, 27 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Makna Kurban dalam Buku Apalagi Islam itu Kalau bukan Cinta

Menurut Habib Ja’far kurban merupakan salah satu simbol totalitas penghambaan dan kepatuhan Nabi Ibrahim as dan Sayyidah Hajar kepada Allah Swt

Abdullah Faqih Abdullah Faqih
01/07/2023
in Buku
0
Kurban Islam

Kurban Islam

608
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul:  Apalagi Islam Itu Kalau Bukan Cinta

Penulis: Husein Ja’far Al-Hadar

Penerbit: Yayasan Islam Cinta Indonesia

Cetakan: Cetakan Pertama, November 2018

ISBN: 978-602-53014-5-8

Mubadalah.id – Perayaan Hari Raya Idul Adha hingga saat ini masih begitu terasa. Karena tepat pada tanggal 29 Juni 2023 lalu, baru saja sebagian umat Islam di Indonesia merayakan hari Raya Kurban.

Masih dalam perayaan hari Raya Kurban, ada salah satu buku “Apalagi Islam Itu Kalau Bukan Cinta” karya Husein Ja’far al-Hadar yang menarik untuk saya bahas. Di dalam buku tersebut, pria yang kerap disapa Habib Ja’far menjelaskan tentang makna yang ada dalam kurban.

Menurut Habib Ja’far kurban merupakan salah satu simbol totalitas penghambaan dan kepatuhan Nabi Ibrahim as dan Sayyidah Hajar kepada Allah Swt. Keduanya telah merelakan Ismail yang telah mereka nantikan kelahirannya hingga puluhan tahun, namun Allah Swt justru memerintahkan untuk Ibrahim menyembelih Ismail.

Bahkan Nabi Ibrahm as dan Sayyidah Hajar selalu berdoa kepada Allah Swt untuk dikarunia seorang anak. Doa keduanya diabadikan dalam al-Qur’an surat as-Saffat ayat 100:

رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Sudahkan Masjid Ramah Perempuan dan Anak?
  • Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial
  • Kawin Tangkap Adat Sumba dalam Lensa Keislaman
  • Meneladani Sifat Nabi: Melanjutkan Misi Kesetaraan
    • Menjadi Ibrahim dan Sayyidah Hajar

Baca Juga:

Sudahkan Masjid Ramah Perempuan dan Anak?

Misrepresentasi Tafsir Ayat Tabarruj di Media Sosial

Kawin Tangkap Adat Sumba dalam Lensa Keislaman

Meneladani Sifat Nabi: Melanjutkan Misi Kesetaraan

Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih.” (QS. as-Saffat ayat 100).

Namun begitu lahir, keduanya harus merelakan anaknya untuk di kurbankan. Inilah, yang menurut Habib Ja’far, sebagai simbol kepatuhan Nabi Ibrahim as dan Sayyidah Hajar kepada Allah Swt.

Terlebih, saat Ismail benar-benar akan disembelih, Allah Swt justru menggantikannya dengan domba. Nah, dengan menggantinya menjadi seekor domba ini lah, menurut Habib Ja’far terdapat banyak teladan dan hikmah di dalamnya.

Pertama, dengan menggantikan Ismail menjadi seekor domba tampaknya ini merupakan cara Allah untuk mengakhiri tradisi persembahan nyawa dan darah manusia pada Tuhan ala kaum Masokhis yang berkembang sebelum masa Ibrahim.

Allah Swt ingin menghapus tradisi keberagamaan dan kebertuhanan yang salah kaprah itu. Allah Swt hendak menegaskan bahwa tak boleh lagi ada kekerasan, apalagi hingga mengorbankan nyawa manusia atas nama-Nya.

Bahkan, sebetulnya, melalui Ismail, Allah Swt sedang memerintahkan kepada kita semua agar menyembelih egoisme dan sifat kebinatangan yang mungkin ada dalam diri kita.

Menjadi Ibrahim dan Sayyidah Hajar

Kedua, Allah Swt ingin menegaskan bahwa sebenarnya setiap kita adalah layaknya menjadi Ibrahim dan Sayyidah Hajar. Masing-masing kita memiliki “Ismail”-nya sendiri-sendiri. “Ismail” itu tak mesti berbentuk anak, namun bisa juga istri, cucu, orangtua, teman, saudara, dan lain-lain.

Bahkan, “Ismail” tak mesti manusia. Ia bisa saja berbentuk harta, jabatan, status sosial, dan lain-lain. Maka, jangan biarkan “Ismail-lsmail” kita itu menumbuhkan egoisme dalam diri, membutakan mata hati dan membuat keruh pikiran kita. Sehingga kita menjadi hambap-Nya yang membangkang.

Lalu, Habib Ja’far menanyakan, siapa “Ismail” kita?

Ia menjawab, tak ada yang saling tahu. Hanya diri masing-masing yang paling tahu. Jangan bertanya pada yang lain. Bercermin dan bertanyalah pada diri sendiri: “Siapa “Ismail”-ku?”.

Yang jelas, kata Habib Ja’far, rumusnya “Ismail” adalah segala sesuatu yang melemahkan iman, membutakan hati, membuat keruh pikiran, dan memicu hawa nafsu.

Kemudian, menumbuhkan ego, membuat sombong, iri, menjadikan diri merasa paling benar sembari menuduh yang lain salah dan kafir. Dan segala sesuatu yang menjauhkan diri dari kebaikan, sekaligus menyeretnya ke jurang kegelapan. Itulah “Ismail” kita.

Lebih lanjut, Habib Ja’far mengartikan makna “sembelih”. Menurutnya, sembelih adalah perintah Allah Swt, untuk menyembelih binatang yang ada dalam diri kita semua.

Oleh sebab itu, terlepas dari itu semua, mari kita semua umat Islam melalui pesan kurban ini, kita mampu menyembelih segala hawa nafsu dan amarah yang ada di dalam diri kita semua. Sehingga, kita akan kembali menjadi manusia yang mampu untuk saling menghormati, mencintai, menyayangi seluruh umat manusia. []

Tags: bukuCintaislamKurbanmakna
Abdullah Faqih

Abdullah Faqih

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesai (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Pengalaman Perempuan

Buku Life as Divorce: Membaca Pengalaman Perempuan Pasca Bercerai

23 September 2023
Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah

Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu

22 September 2023
Gus Dur Tionghoa

Buku Bapak Tionghoa Nusantara: Ini Alasan Gus Dur Membela Orang Tionghoa

22 September 2023
Kebijakan Kesetaraan Gender

Gus Dur dan Tonggak Kebijakan Kesetaraan Gender: Resensi Buku Gender Gus Dur

14 September 2023
Kesalehan Perempuan

Definisi Ulang Kesalehan Perempuan dalam Buku Muslimah Bukan Agen Moral

8 September 2023
Nyai Ontosoroh

Nyai Ontosoroh: Potret Perempuan Berdaya dalam Novel Bumi Manusia

18 Agustus 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Politik Perempuan

    Narasi Kemandirian Politik Perempuan dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maulid Nabi Muhammad Saw: Kelahiran Sang Pembaharu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pluralisme: Kata Kunci Mengatasi Konflik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Etika Sufi Ibn Arabi (3): Mencintai Tuhan dengan Merajut Kerukunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Tenaga Kerja dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berdakwahlah dengan Tanpa Kekerasan
  • Sudahkan Masjid Ramah Perempuan dan Anak?
  • Pluralisme: Kata Kunci Mengatasi Konflik
  • Eco Jihad Ala Pandawara Menjadi Motor Penggerak Partisipasi Masyarakat untuk Menjaga Lingkungan
  • Hak Tenaga Kerja dalam Al-Qur’an

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist