Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu hati saya merasa bahagia, kenapa bisa? Ya, saya menemukan sebuah film yang keren, bahagia bukan hanya tentang banyak uang yakan? Menemukan film keren itu bagaikan menemukan jodoh yang pas, pas diliat dari finansialnya, pas diliat dari kebaikannya, dan pas dilihat dari romantisnya, intinya begitulah saking bahagianya.
Judul filmnya yaitu Nur, film yang berasal dari Malaysia ini cukup mencuri hati saya, karena film ini bisa membukan pikiran saya terkait stigma perempuan yang dilacurkan, bukan hanya itu saja sih banyak edukasi spritual yang keren juga. Durasi film ini cukup panjang sampai 2 season, season 1 sebanyak 19 episode dan season 2 sebanyak 15 episode, lumayankan? Tapi di sini saya hanya akan cerita seputar season 1, karena baru itu yang saya tonton.
Filmnya diawali dengan seorang perempuan yang sedang mencuri-curi mendengar kuliah subuh ustadz Adam. Sampai suatu malam dia kepergok sedang menulis suatu pertanyaan untuk ustadz Adam, setelah memberi kertas tersebut dia langsung lari ketakutan. Itu adalah awal dari rasa penasaran ustadz Adam terhadap perempuan tersebut.
Perempuan itu adalah Nur, perempuan yang tinggal di lorong dan berstatus sebagai putri seorang pelacur dan sekaligus seorang pelacur juga. Nur hidup hanya dengan ibunya, selain menjadi pelacur nur juga bekerja sebagai tukang cuci piring di salah satu restoran.
Saya sedikit ceritakan tentang ustadz Adam, dia merupakan ustadz muda lulusan sebuah universitas di Yordania. Ustadz adam cukup tersohor, bukan hanya karena parasnya yang tampan, tetapi karena beliau juga merupakan putra dari ustadz seleb terkenal. Dan digadang-gadang akan dijodohkan dengan teman kecilnya bernama Qadeeja seorang dokter muda sekaligus putri dari keluarga kaya raya.
Alasan Nur lari ketika kepergok adalah ketakutan akan dihakimi, karena sepengalamannya setiap dia ke mesjid Nur selalu di caci maki, badannya didorong bahkan sampai dilempar sandal. Katanya pelacur itu tidak pantas menginjakan kakinya di rumah Allah yang suci. Pelacur hanya perempuan kotor yang tidak ada artinya, bahkan boleh untuk dibunuh.
Untuk itu Nur memutuskan untuk tidak ke mesjid lagi setelah kejadian tersebut, dia memilih untuk sholat shubuh di lorong ketika sepulang bekerja, karena ternyata Nur pun dilarang untuk sholat oleh ibunya, karena menurut ibunya hal tersebut hanya sia-sia semata. Allah tidak pernah mendengarkan doa seorang pelacur, katanya.
Pernah Suatu hari ustadz Adam mendapati penjaga mesjid sedang melempari Nur dengan sandal, “Apa alasan kamu melemparinya dengan kasar seperti itu? Dia ingin shalat lho kesini pak” teriak ustadz Adam, “dia seorang pelacur ustadz” jawab penjaga mesjid, “memang kenapa kalau dia pelacur? Dia ke sini ingin beribadah, dan mesjid milik siapapun termasuk pelacur. Bapak sudah beribadah sejauh bagaimana, bisa-bisanya merasa baik dari seorang pelacur dan melarangnya untuk beribadah? Itu perbuatan yang tidak baik”.