Mari rayakan perbedaan ini bukan dengan ketakutan ataupun kebencian, melainkan dengan penuh suka cita dan kasih sayang.
Mubadalah.id – Sejak kecil aku dilahirkan dari keluarga yang sangat kental dengan agama Islam. Aku dididik oleh ayah dan ibuku untuk menjadi anak yang patuh terhadap semua ajaran Islam. Bahkan kedua orang tuaku sangat melarang jika aku berinteraksi dengan mereka yang berbeda agama denganku.
Sehingga pelarangan yang orang tuaku berikan ini membuat aku hanya bisa berteman dengan teman-teman sesama muslim yang ada di lingkungan sekitar rumah.
Karena dididikan orang tuaku tersebut, membuat aku selalu merasa takut, jika aku bertemu dengan orang Kristen, Katolik, Hindu dan umat berbeda lainnya.
Hingga pada sebuah kesempatan, saat aku menjadi Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) adalah waktu pertama kali, aku bertemu dengan mereka yang berbeda agama.
Pada saat itu, tepatnya saat perayaan Hari Natal di Bunda Maria di Kota Cirebon. Aku dan teman-teman dari SUPI diajak oleh kawan-kawan dari Gusdurian Cirebon untuk menghadiri perayaan natal tersebut.
Masih Takut
Pada awalnya aku sempat menolak untuk tidak ikut, karena aku ingat betul pesan kedua orang tuaku jangan pernah berteman dengan mereka yang berbeda agama. Nanti akan membuat kamu menjadi kafir. Begitu kira-kira perkataan dari orang tuaku.
Namun karena dorongan pengasuh dan Rektor ISIF, Abi Marzuki Wahid dan Bunda Nurul Bahrul Ulum, akhirnya aku memberanikan diri untuk ikut dalam perayaan natal tersebut.
Saat sebelum berangkat ke Gereja Bunda Maria, hatiku dag-dig-dug, “ini gimana ya, gimana kalau nanti aku jadi murtad, jadi kafir, aku melanggar perintah orang tuaku,” gumamku.
Dan setiba di gereja, aku benar-benar tidak mau ketemu dengan orang Kristen, aku sempat berdiam diri di dalam mobil rombonganku. Hingga akhirnya aku ditarik oleh teman SUPI, “udah ngga papa, mereka ngga jahat, ngga menakutkan,” kata temanku.
Dan akhirnya aku keluar dan bertemu dengan orang Kristen, saat itu aku kaget dengan sikap dan perilaku lembut dan baik yang mereka berikan kepadaku. “Hallo, saya Maria, apa kabar, salam kenal ya,” ucap salah satu teman dari Kristen.
Sejak perjumpaan awal tersebutlah membuat aku merasa, ko mereka yang beragama Kristen tidak sejahat dan semenakutkan, seperti yang saya bayangkan. Mereka justru baik, dan lembut sekali kepadaku.
Bahkan mulai dari perjumpaan tersebut membuat semua stigma negatif kepada mereka yang berbeda agama langsung runtuh. Aku justru merasa sangat senang dan bahagia akhirnya aku bisa memiliki teman dari agama Kristen.
Bertemu Pendeta
Hingga dalam semua kegiatan dalam perayaan natal di Gereja Bunda Maria aku ikuti dengan penuh suka cita. Termasuk saat menemui pendeta juga, aku merasakan senang sekali. Bahkan pendeta juga sangat baik dan ramah banget.
Dengan semua perjumpaan ini, aku menjadi sadar bahwa mereka yang berbeda secara agama adalah sama sebagai manusia.
Dan dengan semua perbedaan ini, adalah bentuk wujud wajah Indonesia dengan Bhineka Tunggal Ika, kita berbeda-beda tetap satu jua. Bahkan dalam Islam yang lupa disampaikan oleh kedua orang tuaku bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang menjadi rahmat (kasih sayang) bagi seluruh umat manusia.
Dengan kasih sayang ini, seharusnya menjadi pondasi bagi kita untuk bisa menyebarkan kasih sayang kepada semua umat manusia. Termasuk kepada mereka yang berbeda agama sekalipun. Karena hal ini, seperti yang sudah Islam tegaskan.
Dengan begitu, kita hidup beragama di Indonesia bisa sama-sama saling merasakan kedamaian, keamanan dan kenyamanan. Mari rayakan perbedaan ini bukan dengan ketakutan ataupun kebencian, melainkan dengan penuh suka cita dan kasih sayang. []