Mubadalah.id – Melibatkan perempuan dalam membuat keputusan menurut Islam itu sangat penting. Ini sebagaimana terdapat keterangan dalam hadis yang berisi tentang teladan Nabi Muhammad Saw dalam melibatkan perempuan (istri) dalam memutuskan suatu perkara. Baik dalam urusan sosial maupun keluarga
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ—تَحَدَّثَ عَنْ قَضِيَّةِ صُلْحِ الْحُدَيْبِيَّةِ—قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَضِيَّةِ الْكِتَابِ قَالَ لِأَصْحَابِهِ: «قُومُوا فَانْحَرُوا، ثُمَّ احْلِقُوا». قَالَ فَوَاللهِ مَا قَامَ مِنْهُمْ رَجُلٌ حَتَّى قَالَ ذٰلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَلَمَّا لَمْ يَقُمْ مِنْهُمْ أَحَدٌ دَخَلَ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ، فَذَكَرَ لَهَا مَا لَقِيَ مِنَ النَّاسِ. فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ يَا نَبِيَّ اللهِ أَتُحِبُّ ذٰلِكَ اخْرُجْ ثُمَّ لَا تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ كَلِمَةً حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُوَ حَالِقَكَ فَيَحْلِقَكَ. فَخَرَجَ فَلَمْ يُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ، حَتَّى فَعَلَ ذٰلِكَ نَحَرَ بُدْنَهُ، وَدَعَا حَالِقَهُ فَحَلَقَهُ. فَلَمَّا رَأَوْا ذٰلِكَ، قَامُوا فَنَحَرُوا، وَجَعَلَ بَعْضُهُمْ يَحْلِقُ بَعْضًا. رواه البخاري.
Terjemahan:
Miswar bin Makhramah Ra. berkata (mengisahkan Perjanjian Hudaibiyah), “Ketika Rasulullah Saw. selesai dari kontrak perjanjian itu (yang dianggap merugikan umat Islam), baginda berseru kepada sahabat-sahabatnya, ‘Bangunlah dan sembelihlah kurban-kurbanmu, lalu cukurlah rambutmu.’ Demi Allah, tidak ada satu pun dari sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. yang berdiri mengikuti perintah, sekalipun perintah itu diulang tiga kali. Setelah terlihat tidak ada satu pun yang menunaikan perintah, Nabi Muhammad Saw. masuk ke kemah Ummu Salamah sambil menceritakan pembangkangan ini. Ummu Salamah Ra. berkata, ‘Wahai Nabi, apakah engkau ingin mereka melakukan hal itu? Engkau keluar saja dari kemah, tidak perlu berbicara sepatah kata apa pun kepada siapa pun. Engkau mulai saja menyembelih kurbanmu, dan undang tukar cukur untuk memangkas rambutmu.’ Ketika para sahabat melihat sendiri Nabi Muhammad Saw. melakukan semua hal itu, mereka pun berdiri, menyembelih kurban, dan mencukur rambut mereka satu sama lain.” (Shahīh al-Bukhārī).
Sumber Hadits:
Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahīh-nya (no. hadits: 2770), Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. hadits: 2767), dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. hadits: 19231).
Penjelasan Singkat:
Ini kisah lain mengenai kebiasaan istri Nabi Muhammad Saw. yang berbicara memberi masukan kepada suami/laki-laki/Nabi Muhammad Saw., termasuk dalam urusan publik. Pada teks ini, yang memberi masukan adalah Ummu Salamah Ra. Masukan itu diterima Nabi Muhammad Saw. dan dilaksanakan. Ternyata, itu efektif.
Kisah ini cukup dahsyat pada konteks sosial, masyarakat jahiliah pada saat itu, ketika masih banyak laki-laki yang enggan melibatkan istri dalam memutuskan suatu perkara domestik maupun publik. Yang tersebar adalah bahwa melibatkan perempuan itu bisa berakhir keburukan dan kerugian. Mereka antipati terhadap perempuan. Jangankan mengajak berdiskusi, mereka bahkan tidak menerima perempuan bersuara di hadapan laki-laki, baik sebagi suami maupn ayah.
Nabi Muhammad Saw. melawan tradisi itu semua, dan mempraktikkan pelibatan perempuan. Bahkan untuk urusan-urusan publik. Nabi Saw biasa mendengar dan mengajak perempuan berbicara. Bermusyawarah itu penting dalam Islam, termasuk dengan menyertakan dan mendengar suara dan pendapat perempuan.
Jika hadtis atau sunnah taqririyah adalah sesuatu yang dilakukan seseorang dan direstuai Nabi Saw, maka yang dilakukan Umm Salamah ra adalah juga hadits dan sunnah yang harus menjadi teladan. Artinya, para perempuan harus didorong agar bisa menjadi seperti Umm Salamah ra, yang berani bersuara memberikan pendapat kepada suami, maupun orang lain. Dalam urusan domestik maupun publik. Tentu saja, sebelum itu, ia juga perlu diberi kesempatan belajar yang layak agar bisa berpendapat dengan baik.