• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Membincang Feminisme, Bagaimana Gerakan Perempuan Membongkar Peran Gender

Setiap gerakan feminisme memiliki cara pandang yang berbeda-beda, namun semua yang mengaku “feminis” memiliki tujuan yang sama yaitu “terciptanya masyarakat yang adil gender”

Hoerunnisa Hoerunnisa
06/10/2022
in Personal
0
Membincang Feminisme

Membincang Feminisme

451
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa yang terpikirkan jika mendengar istilah “feminisme”? kumpulan perempuan liar? Perempuan liberal? Kelompok perempuan yang benci laki-laki? Penganut budaya Barat? Atau kelompok perempuan yang tidak mau menikah? Mari kita membincang feminisme. Saya yakin di antara kalian pernah ada yang berpikir bahwa deretan kalimat tersebut sudah mewakili makna feminisme. Lantas apakah itu keliru?.

Kita tahu bahwa feminisme itu banyak sekali alirannya, dan setiap aliran feminisme memiliki sudut pandang serta interpretasi yang berbeda-beda. Sehingga di antara alirannyapun ada yang saling kontradiktif. Namun, hadirnya beragam corak pemikiran feminisme tersebut tidak lain berangkat dari keberagaman cara berpikir masyarakat juga, seperti halnya ilmu pengetahuan lain.

Walaupun setiap gerakan feminisme memiliki cara pandang yang berbeda-beda, namun semua yang mengaku “feminis” memiliki tujuan yang sama yaitu “terciptanya masyarakat yang adil gender”. Feminisme percaya bahwa perempuan dan laki-laki harus memiliki akses yang setara terhadap pilihan-pilihan hidup.

Perbedaan di antara aliran-aliran feminisme ini, terletak pada “jalan” yang kita tempuh menuju “kesetaraan gender” tersebut. Ilustrasinya seperti ini, setiap orang ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Namun menuju “khusnul khatimah” tersebut menempuh jalan yang berbeda-beda, ada yang menempuhnya dengan salat sunnah rajin, ada yang menempuhnya dengan puasa rajin, atau ada yang menempuhnya dengan shadaqah rajin, dan kita tinggal memilih.

Terus, apakah ada feminis yang benci laki-laki?  tidak mau menikah? liberal? Semua jawabannya ada. Tapi lagi-lagi itu soal “jalan” yang dipilih, jika merasa “jalan” tersebut tidak sesuai dengan prinsip hidup, jangan memilihnya. Toh kita menjadi “feminisme” karena memperjuangkan “kesetaraan gender”, bukan karena benci laki-laki atau karena tidak menikah, itu wilayah teknis dan pilihan. I’m a feminist, I don’t hate men and want to get married.

Baca Juga:

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Persoalan Gender dalam Fikih Kesaksian

Sejarah Kartini (1879-1904) dan Pergolakan Feminis Dunia Saat Itu

Mengenal Feminisme Lebih Dekat

Feminisme adalah sebuah paradigma, sebuah pemahaman komprehensif tentang keadilan berbasis gender yang bisa menjadi pijakan untuk pemikiran, gerakan, maupun kebijakan. Pada awalnya kemunculan feminisme ini mereka gunakan sebagai nama untuk sebuah gerakan sosial yang mengusung hak-hak perempuan.

Gerakan sosial ini bermula di New York pada tahun 1848, diinisiasi oleh Elizabeth Cady Stanton dan temannya, Susan B. Anthony, di Seneca Falls. Kegiatan tersebut juga merupakan konferensi perempuan pertama yang menggunakan istila feminisme dan membahas pentingnya pendidikan perempuan serta peran perempuan dalam politik.

Dalam konteks Indonesia sendiri, gerakan pembebasan perempuan ini diinisiasi oleh seorang feminis R. A. Kartini melalui kumpulan surat-suratnya dengan Stella Zeehandelaar, seorang feminis sosialis dari Belanda dalam bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang.

Feminisme: dari Masyarakat Patriarki, Menuju Matriarki

Banyak miskonsepsi masyarakat ketika membincang feminisme, di antaranya adalah anggapan bahwa feminisme ingin menghancurkan masyarakat patriarki dan mengubahnya menjadi masyarakat matriarki. Di mana beralih posisi dari laki-laki yang mendominasi perempuan dalam peran sosial, politik dan ekonomi menjadi laki-laki yang didominasi oleh perempuan.

Padahal itu pemahaman yang keliru, justru yang feminisme inginkan adalah perempuan dan laki-laki hidup berdampingan dalam tataran sosial, politik dan ekonomi, tidak saling mendominasi satu sama lain, tapi saling bekerjasama serta berkolaborasi antara keduanya.

Feminisme: Ngedate Bareng Pacar, Siapa yang Mesti Bayarin Makan?

Cania Citta dalam salah satuh tayang Youtube Eno Bening menyebutkan jika masyarakat patriarki menilai bahwa “yang harus bayar makan saat ngedate” itu laki-laki, maka pada era feminisme ini tidak harus selalu laki-laki yang bayar, tapi tidak selalu perempuan yang bayar juga. Nah peran gender yang rijid ini, perempuan harus begini dan laki-laki harus begitu yang feminisme bongkar.

Intinya laki-laki dan perempuan menjadi manusia utuh. Di mana mereka sama-sama memiliki akses pada pilihan masing-masing secara bebas. Jadi siapa yang mau bayar makan saat ngedate ataupun mau bayar masing-masing itu disesuaikan dengan kesepakatan kedua pasangan tersebut. Yang jelas bayarin atau dibayarin tidak ada salahnya, asalkan dilandasi pada kesepakatan dan salah satu pihak tidak merasa dirugikan.

Katanya Feminisme, Kok Enggak Ngerokok?

Pertanyaan yang sering saya temui dari teman-teman yang baru tahu saya seorang feminis dan ternyata saya tidak merokok, “kok feminis enggak ngerokok?”. Jika ada yang beranggapan bahwa “seorang feminisme” harus merokok, maka sebenarnya dia sangat tidak feminis. Karena sejatinya feminisme sangat membebaskan perempuan untuk memilih “merokok atau tidak”, dan ngobrolin rokok juga itu soal selera tidak menunjukkan sama sekali sefeminis apa kalian.

Begitupun soal pakaian, kebanyakan orang beranggapan bahwa pakaian feminis itu cenderung terbuka. Ketika ada seorang feminis yang pakaiannya tertutup, maka dipertanyakan kefeminisannya. “Kok feminis gak seksi sih?” Justru ketika “feminisme” mengatur pakaian seseorang yang mengaku feminisme harus A dan B, maka dia sangat tidak feminis. Karena sejatinya feminis memberi kebebasan untuk perempuan menggunakan pakaian seperti apapun.

Jadi kehadiran feminisme adalah untuk membongkar peran gender yang rijid. Perempuan harus begini dan laki-laki harus begitu dengan cara memberikan perempuan dan laki-laki akses pilihan yang seluas-luasnya. []

Tags: feminismeGendergerakan perempuankeadilanKesetaraan
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version