Sabtu, 1 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Kurang Akal

    Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

    Menghapus Kata Cacat

    Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas

    Kurang Akal

    Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal

    Fahmina

    Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

    Kesaksian Perempuan

    Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

    Raisa dan Hamish Daud

    Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

    KTD

    Perempuan Korban KTD, Boleh Aborsi Kah?

    Kerentanan Berlapis

    Menggali Kerentanan Berlapis yang Dialami Perempuan Disabilitas

    Kesaksian Perempuan

    Menafsir Ulang Kesaksian Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Kurang Akal

    Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

    Menghapus Kata Cacat

    Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas

    Kurang Akal

    Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal

    Fahmina

    Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

    Kesaksian Perempuan

    Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

    Raisa dan Hamish Daud

    Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

    KTD

    Perempuan Korban KTD, Boleh Aborsi Kah?

    Kerentanan Berlapis

    Menggali Kerentanan Berlapis yang Dialami Perempuan Disabilitas

    Kesaksian Perempuan

    Menafsir Ulang Kesaksian Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Membincang Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Pesantren

Hari santri macam apa yang kita rayakan di hari lalu? Jika nyatanya masih banyak duka atas santriwati yang menyandang status sebagai korban

Etika Nurmaya Etika Nurmaya
2 November 2021
in Publik
0
Korban

Korban

269
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir-akhir ini sering kita jumpai kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah pesantren. Mulai dari kekerasan fisik, verbal, pelecehan hingga pemerkosaan. Parahnya, korban adalah santriwati dan pelakunya bahkan sosok panutan di pesantren tersebut (read: Gus / Kyai).

Pesantren memang kental akan ajaran tawadhu’. Doktrinnya adalah tawadhu’ terhadap guru merupakan kunci keberkahan. Maka tak heran jika sang panutan mengatakan apapun, maka santri lekas melaksanakannya. Inilah awal mula munculnya kasu-kasus yang menimpa santriwati. Dengan dalih tawadhu’, sosok panutan alias oknum Kyai tersebut memanfaatkan kuasanya. Melakukan tindak tak senonoh dengan menggunakan legitimasi ajaran-ajaran tersebut.

Kemudian pesantren menjadi kehilangan marwahnya. Karena oknum pelaku merupakan tokoh pesantren, Kyai ataupun anak Kyai atau masih termasuk kerabat Kyai dalam pesantren tersebut. Maka dampaknya orang awam memandang pesantren tak lain hanyalah lembaga pendidikan yang membahayakan, membiarkan patronase berlaku, membiarkan relasi kuasa meraja-lela diperkuat dengan ajaran yang seakan bersifat patriarki.

Lalu, bagaimana bisa oknum yang tampak bermarwah tersebut menjadi pelaku? Pertama, tak lain karena relasi kuasa. Inilah yang kemudian membuat kasus-kasus serupa tak bisa diselesaikan hingga bersih. Kuasa yang besar menyebabkan korban menjadi bungkam.

Pelaku yang merupakan oknum dari keluarga pemilik pesantren ini tentunya memiliki kuasa tersendiri di wilayah yang merupakan kepemilikannya. Dengan begitu korban akan kalah power apabila melaporkan kejadian tersebut. Selain itu, sosok yang tentunya ditokohkan oleh banyak orang ini membuat orang lain susah mempercayai bahwa ia adalah pelaku. Serupa dengan grooming, sosok yang terkesan alim dinilai tak akan mungkin melakukan tindak yang tak manusiawi.

Belum lagi ajaran tawadhu’ yang disalah-maknakan. Beberapa kasus dengan kronologi menceritakan untuk melancarkan tindakannya, sang Kyai menegaskan kepada korban bahwa santri harus manut pada Kyai. Jika tidak, maka nanti ilmunya tidak akan barokah atau akan mendapati kualat. Dengan begitulah korban yang merupakan santrinya tersebut mengikuti perintah pelaku.

Kedua, perihal tawadhu’ yang menjadi alat legitimasi untuk melancarkan aksi pelaku.

أُقَدِّمُ أُسْتَاذِيْ عَلَى نَفْسِ وَالِدِيْ * وَإِنْ نَالَنِيْ مِنْ وَالِدِيْ اَلْفَضْلُ وَالشَّرَفْ

فَذَاكَ مُرَبِّ الرُّوْحِ وَالرُّوْحُ جَوْهَرُ * وَهَذَا مُرَبِّ الْجِسْمِ وَالْجِسْمُ كَالصَّدَفْ

“Aku lebih mengutamakan guruku, dibandingkan orangtuaku, meskipun aku meraih keutamaan dan kemuliaan dari orang tuaku. Karena guru adalah pendidik  (pemelihara) jiwaku dan jiwa itu ibarat permata, sedangkan orang tua adalah pendidik (pemelihara) ragaku dan raga itu ibarat kulit kerang.” (Kitab لاَ أَلاَ )

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juga dijelaskan bahwa murid tidak boleh menyombongkan ilmunya dan menentang gurunya. Tetapi harus tunduk sepenuhnya kepada guru dan mematuhi betul nasihatnya. Ibarat seperti kepatuhan orang sakit yang tidak tahu cara mengobati penyakitnya kepada seorang dokter yang sudah berpengalaman. Seorang pelajar harus tawadhu’ terhadap gurunya, serta mengharap pahala dan kemuliaan dengan berkhidmat terhadapnya.

Kutipan dari dua kitab tersebut menunjukkan bahwa seorang murid harus patuh terhadap guru. Pun dalam dunia pesantren, kitab tersebut tak asing lagi. Bahkan kemungkinan besar seluruh pesantren mengajarkan kitab tersebut kepada santrinya.

Akan tetapi ajaran yang diterima mentah-mentah akan menjadi petaka. Jika konsep tawadhu’ terhadap guru dicerna langsung maka dampaknya tak lain segala apapun yang dilakukan oleh guru akan selalu dimaqbulkan oleh muridnya. Begitu pula tindakan-tindakan yang sebenarnya membahayakan santri. Konsep tawadhu’ inilah yang kemudian dilegitimasi oleh pelaku yakni oknum Kyai yang tak lain adalah seorang guru alias turut mengajar para santrinya.

Tawaran: Alternatif Solusi

Pertama, ruang aman untuk santri. Tidak jauh beda dengan BK di sekolah-sekolah yang berfungsi sebagai pengarah. Umumnya, apabila terjadi sesuatu pada santriwati, maka akan langsung diarahkan kepada Bu Nyai selaku “ibu asuh.” Maka, kemungkinan terbesar apabila pelaku adalah orang terdekat Bu Nyai, korban tidak akan berani untuk melapor. Figure tersebut dianggap akan berpihak kepada pelaku selaku orang terdekat. Dengan begitu, mentalitas korban akan down terlebih dulu sebelum bertindak melapor.

Maka, ruang aman diperlukan disini dengan fungsi sebagai tempat untuk melapor. Beda halnya dengan bagian keamanan di pesantren yang biasa bertugas ketika ada santri yang melakukan pelanggaran. Orang-orang di ruang aman haruslah orang-orang yang dapat berpihak kepada korban.

Mengusung prinsip perlindungan terhadap korban. Karena dalam konteks perlindungan tidak mengenal batasan agama dan atau relasi kuasa berkedok agama. Tidak pula berbicara tentang pesantren. Tidak hanya bicara soal wilayah yang bersinggungan dengan isu keagamaan, tetapi bicara soal oknum individu.

Kedua, pengajaran agama tidak hanya bersifat dogmatis, tetapi juga dialektik. Dialektik disini diartikan sebagai dialog dari dua posisi theoretical yang bersebrangan dengan tujuan menghasilkan posisi teoritis yang baru. Hal tersebut dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan yg ada pada dua posisi yang saling bersebrangan. Seringnya, dalam pesantren, ajaran-ajaran agama diajarkan hanya berbentuk dogmatis dan dengan metode teacher-centered.

Dengan begitu, alih-alih bernalar, santri hanya memahami ajaran sebatas apa yang dijabarkan oleh guru tanpa sempat bernalar lebih jauh. Akhirnya, aktualisasi ajaran-ajaran agama tersebut justru kerap kehilangan relevansi dan substansinya. Agama lebih ditampilkan hanya sebatas ritus. Padahal, ruang agama tak sesempit itu.

Ia harusnya menjadi paradigma komplementer dalam peradaban. Menurut Gus Dur, kondisi kebekuan intelektual ini karena ketergantungan mereka terhadap ortodoksi fiqh yang mengantarkan mereka pada penolakan terhadap modernitas dan pendekatan rasional dalam kehidupan.

Ketiga, adanya regulasi untuk pesantren dalam menangani kasus. Jika mendikbud baru-baru ini menerbitkan aturan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus, maka sejatinya lingkungan unit pendidikan berbasis Islam juga memerlukan itu.

Dalam hal ini, menggalang dukungan dari tokoh agama teramat penting yang kemudian ditujukan untuk membangun komunikasi dengan pihak pesantren. Keterlibatan LNHAM (Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia) dan atau komisi pengawas terkait guna memastikan proses hukum berjalan, termasuk dalam memberikan saran, pertimbangan dan rekomendasi kepada penegak hukum terkait.

Tawaran solusi alternatif ini memang pastilah tidak semudah layaknya merayakan hari santri dengan menyanyikan lagu-lagu kegembiraan kobar semangat. Keterbatasan hukum dan kehadiran kebijakan yang diskriminatif ditambah respon masyarakat yang masih menganut budaya menyalahkan korban dan meragukan kebenaran pengalaman kekerasan korban menjadi tantangan tersendiri. Sebagai penutup dan refleksi bersama, hari santri macam apa yang kita rayakan di hari lalu? Jika nyatanya masih banyak duka atas santriwati yang menyandang status sebagai korban! []

Tags: Hari Santri NasionalKekerasan Berbasis GenderMenghentikan Kekerasan terhadap PerempuanPondok Pesantren
Etika Nurmaya

Etika Nurmaya

Sarjana Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Malang. Memegang petuah makaryo lan migunani, migunani tumraping liyan.  Hingga saat ini berusaha istiqamah menyuarakan 9 nilai Gus Dur.

Terkait Posts

Kerentanan Berlapis
Publik

Menggali Kerentanan Berlapis yang Dialami Perempuan Disabilitas

1 November 2025
Lembaga Pendidikan
Publik

Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

27 Oktober 2025
Perempuan dengan Disabilitas
Publik

Diskriminasi Berlapis Perempuan dengan Disabilitas

25 Oktober 2025
Hari Santri Nasional
Publik

Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

24 Oktober 2025
Perundungan
Publik

Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

23 Oktober 2025
Perempuan Disabilitas
Publik

Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

22 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fahmina

    Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?
  • Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas
  • Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal
  • Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku
  • Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID