• Login
  • Register
Sabtu, 3 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Membuka Ruang Dialog di Keluarga Bisa Mencegah Munculnya Benih Terorisme

Mari buka ruang dialog di keluarga, baik antara orang tua dan anak maupun sebaliknya, agar tumbuh kepercayaan dan empati satu sama lain.

Mela Rusnika Mela Rusnika
10/05/2022
in Keluarga
0
Ruang Dialog di Keluarga

Ruang Dialog

120
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ngobrol membuka ruang dialog di keluarga saat berada di rumah bisa jadi hal yang biasa saja atau justru asing dilakukan bagi sebagian orang. Ada yang terbiasa bertanya kepada keluarganya sebelum ke orang lain untuk mencari informasi. Ada juga yang memilih bertanya kepada orang lain atau internet ketimbang keluarganya.

Daftar Isi

    • Mengapa Ruang Dialog di Keluarga Tidak Muncul?
  • Baca Juga:
  • Prinsip Kesetaraan Dalam Islam
  • Peran Putri Owutango dalam Perkembangan Islam di Gorontalo
  • Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia
  • Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha
    • Pentingnya Ruang Dialog di Keluarga: Pelajaran Kisah Syukron

Mengapa Ruang Dialog di Keluarga Tidak Muncul?

Penyebab mereka tidak terbuka kepada keluarganya, kembali lagi pada model pengasuhan orang tuanya. Mungkin ada yang mudah dimarahi ketika bertanya hal-hal yang dianggap tidak pantas untuk anak usia 3-4 tahun misalnya.

Penyebab lainnya karena anaknya di treat agar mandiri sedini mungkin, sehingga didorong untuk bertanya kepada orang luar. Bisa juga disebabkan tidak mendapat informasi yang dibutuhkan saat anak bertanya pada orang tuanya. Bisa jadi juga orang tuanya tidak mau menjawab pertanyaan anaknya karena keterbatasan pengetahuan

Banyak faktor penyebab kenapa hubungan anak dan orang tua menjadi tertutup. Terlebih lagi gap antara orang tua dan anak yang jauh. Orang tua yang sekarang anaknya berusia 20-30 tahun cenderung memiliki pemahaman yang sangat berbeda dengan era sekarang.

Sedangkan anaknya hidup di zaman yang sudah sangat terbuka dan didampingi teknologi. Dunia yang semakin open yang menuntut kita bertoleransi dan empati terkadang tidak masuk pada pemahaman orang tua kita. Disinilah konflik keluarga cenderung terjadi.

Baca Juga:

Prinsip Kesetaraan Dalam Islam

Peran Putri Owutango dalam Perkembangan Islam di Gorontalo

Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia

Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha

Ketika orang tua ingin anaknya seperti apa yang mereka harapkan, sedangkan anaknya ingin seperti yang ia inginkan. Terjadi ketidaksinambungan antara harapan mereka. Benih-benih perbedaan inilah yang terkadang menimbulkan perasaan tidak nyaman antar keduanya dan memilih pada jalan masing-masing. Kesempatan untuk membuka ruang dialog pun menjadi sempit.

Pentingnya Ruang Dialog di Keluarga: Pelajaran Kisah Syukron

Di saat ruang dialog tidak terbangun, anak cenderung mencari jawaban ribuan pertanyaannya kepada orang lain, baik secara online maupun langsung. Seperti yang terjadi pada kisah Syukron di novel Someone Has To Die, karya Jim Baton yang menceritakan peristiwa terorisme dan ekstremsime di Indonesia pada era orde baru.

Syukron yang saat itu nyantri di salah satu pesantren punya pergolakan batin dalam dirinya saat menghadapi kehidupan sehari-hari yang dialaminya. Sebagaimana anak usia remaja pada umumnya, Syukron sedang berada pada fase quarter life crisis. Syukron yang rajin membaca kitab menemukan instruksi perlunya berjihad. Ia menelan mentah-mentah instruksi tersebut.

Ayahnya yang bernama Pak Abdullah adalah seorang guru silat dan ustadz di pesantren. Syukron bertanya kepada ayahnya tentang beberapa hal. Sayangnya, ayahnya kurang merangkul anak-anaknya. Juga tidak membuka ruang dialog dengan Syukron.

Ketiadaan ruang dialog di keluarga ini sangatlah rentan, karena sosok ayah yang vital dalam keluarga justru tidak membersamai anaknya saat anak sedang melewati fase pencarian jati diri. Akibatnya, anak-anak akan mencari informasi lebih lanjut di luar keluarganya atau di luar sumber yang itu belum tentu reliabel. Inilah yang terjadi dengan Syukron.

Masa lalu Pak Abdullah yang kelam membuatnya tidak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Syukron. Berkaitan dengan ini, Pak Abdullah memiliki pengalaman kurang baik saat peristiwa konflik politik dan agama terjadi di Banjarmasin pada era orde baru. Masa lalu yang kelam ini tidak diceritakan pada Syukron, akhirnya ia kecewa dan mencari tau kepada orang lain.

Pak Abdullah yang bersikap demikian memunculkan konflik baru di dalam keluarganya, bahkan ia berkonflik dengan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, menjadi pelajaran penting kalau ada korban kekerasan itu kesembuhan mental yang paling diutamakan, agar tidak berkepanjangan dan menurun pada anaknya atau generasi berikutnya.

Sadar atau tidak sadar, komunikasi dalam keluarga sangat dibutuhkan agar bisa mewujudkan kehidupan yang harmonis. Jika melihat hasil riset Noor Huda Ismail, bahwa terorisme sangat dekat dengan toxic masculinity.

Keluarga, terutama orang tua memiliki hak untuk memberikan kesadaran dan pemahaman kepada anaknya. Bagaimana laki-laki yang berperan sebagai ayah dalam keluarga tidak hanya mengurusi pekerjaan publik, tapi perlu memberikan pemahaman kalau moderasi keagamaan itu penting. Urusan ini tidak hanya diserahkan kepada ibu.

Peran ayah menjadi sangat penting untuk memiliki porsi yang lebih di rumah. Misalnya, menyisakan waktu di malam hari untuk anak. Meski harus diakui saat pulang kerja tubuh kita akan merasa lelah. Namun, demi mewujudkan ruang dialog untuk anak, peran ayah dan ibu perlu diseimbangkan. Tujuannya agar anak-anak seperti Syukron memiliki tempat yang aman dan nyaman bersama keluarganya.

Ruang dialog di keluarga ini tidak hanya dapat mencegah munculnya benih terorisme dan ekstremisme yang berkemungkinan merasuki lingkup keluarga sendiri. Lebih dari itu, anak muda yang mendapat gelar strawberry generation, enak dipandang di luar tapi dalamnya busuk, identik dengan isu kesehatan mental dan trauma bisa berkurang.

Karena tidak dapat dipungkiri, isu kesehatan mental yang dialami anak bisa jadi adalah turunan dari orang tuanya yang belum selesai disembuhkan. Oleh sebab itu, mari buka ruang dialog sebanyak-banyaknya, baik antara orang tua dan anak maupun sebaliknya, agar tumbuh kepercayaan dan saling menghargai satu sama lain. Perbedaan yang sebelumnya menjadi benih konflik, kedepan menjadi benih perdamaian di dalam keluarga. []

Mela Rusnika

Mela Rusnika

Bekerja sebagai Media Officer di Peace Generation. Lulusan Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Part time sebagai penulis. Tertarik pada project management, digital marketing, isu keadilan dan kesetaraan gender, women empowerment, dialog lintas iman untuk pemuda, dan perdamaian.

Terkait Posts

Langgeng Berumah Tangga

Menyempurnakan Tips Langgeng Berumah Tangga ala Gus Baha

2 Juni 2023
Pendidikan Anak

2 Pola Pendidikan Ramah Anak

31 Mei 2023
Relasi Orang Tua

Relasi Orang Tua dan Anak Dalam Pandangan Kiai Faqih

29 Mei 2023
Kehidupan Perempuan

Kehidupan Pilu yang Dialami Perempuan Korban KDRT

27 Mei 2023
KDRT

KDRT, dan Lemahnya Literasi Islam Rahmah

26 Mei 2023
Hari Keluarga

Hari Keluarga: Pesan untuk Ibu dan Ayah di Seluruh Dunia

25 Mei 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Maria Ulfah Santoso

    Maria Ulfah Santoso, Perempuan Yang Ikut Berkontribusi Lahirnya Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Childfree sebagai Pilihan Hidup

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Suhita, Ratu Majapahit : Sosok di Balik Tegarnya Karakter Alina Suhita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Unearthing Muarajambi Temples: Menyingkap Kemegahan Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mendengarkan Suara Perempuan Korban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Prinsip Kesetaraan Dalam Islam
  • Peran Putri Owutango dalam Perkembangan Islam di Gorontalo
  • Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia
  • Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha
  • Mendengarkan Suara Perempuan Korban

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist