• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

Bunda Maria dan Sayyidatina Maryam memberi teladan bagi kita bahwa dalam noble silence iman akan semakin tumbuh dan berkembang.

Fr. Rio, SCJ Fr. Rio, SCJ
24/05/2025
in Hikmah
0
Meneladani Noble Silence

Meneladani Noble Silence

831
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sikap Noble Silence atau keheningan merupakan salah satu cara untuk mencapai ketenangan batin dalam hidup manusia. Noble Silence akan membawa orang pada taraf yang mendalam dalam merefleksikan hidup mereka. Memang bagi sebagian orang, keheningan merupakan sesuatu yang menakutkan dan akan menyiksa mereka jika keheningan tersebut dilakukan.

Padahal pada kenyataannya tidak, keheningan batin atau noble silence akan membawa orang pada taraf di mana dia mampu untuk mendengarkan suara-Nya. Saya mencoba untuk sedikit merefleksikan keheningan atau noble silence dalam perspektif iman Katolik dengan tokoh Bunda Maria. Lalu dalam perspektif Islam dengan tokoh Sayyidatina Maryam.

Pandangan terhadap tokoh yang saya pilih tersebut dengan perbedaan perspektif bukan sebagai pembanding, tetapi sebagai cara untuk memaknai keheningan atau meneladani noble silence baik dalam Katolik maupun dalam Islam.

Noble Silence Bunda Maria Menurut AlKitab

Bagi umat Katolik, Bunda Maria menjadi model teladan yang sempurna dalam banyak hal, salah satunya adalah sikapnya yang hening dalam menerima semua perkara. Maria dengan sikapnya yang hening namun tetap merenungkannya menunjukkan bahwa hening bukanlah bisu (tanpa kata-kata).

Bagi Maria, sikap hening, menyimpan perkara dalam hati, dan merenungkannya adalah sikap kepatuhan dan ketaatan atas semua yang menjadi kehendak Allah.

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Saat Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel, ia tidak banyak bertanya kepada malaikat. Dia hanya mengucapkan “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu” (Ecce Ancilla Fiat mihi secundum verbum tuum).

Setelah Maria mengucapkan hal itu, malaikat pergi dan meninggalkan dia seorang diri. Dalam kesendirian itu ia menyimpan apa yang ia terima dari Malaikat itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Saya rasa juga ini menjadi sesuatu yang menegangkan untuk Maria dengan konsekuensi sosial yang pasti akan ia terima.

Bahkan seorang Maria menggunakan momen keheningannya untuk merenungkan apa yang baru saja ia terima dari Malaikat. Maria berhasil menunjukkan bahwa kesendirian dan keheningan bukanlah sesuatu yang menakutkan, justru Maria memberi teladan bahwa di kesendirian itu adalah saat seharusnya merenungkan kehendak Allah. 

Menyimpan Semua dalam Hatinya

Keheningan Bunda Maria tidak hanya berhenti pada saat ia menerima kabar dari malaikat Gabriel. Tetapi juga dalam banyak hal ia selalu menyimpan semua perkara dalam hati dan merenungkannya.

Peristiwa lain adalah ketika Yesus dipersembahkan di Bait Allah dan Simeon mengatakan bahwa Yesus akan membawa keselamatan kepada semua orang (bdk.Lukas 2:34-35). Saat itu Maria juga menyimpannya dalam hati dan terus merenungkannya.

Pertistiwa yang menjadi puncak dari permenungan Bunda Maria adalah ketika menyaksikan Yesus wafat di Kayu Salib dan menerimanya dalam pangkuan. Saat yang bersamaan Maria mengulang apa yang pernah ia katakan saat Malaikat Gabriel memberinya kabar.

Kita bisa membayangkan betapa hancurnya hati Maria, seorang ibu yang melihat anaknya menderita di Salib dan wafat, tetapi inilah yang menjadi keteladanan Maria. Ia bukan tidak sayang kepada anaknya, tetapi justru menyerahkannya kepada Allah yang mengutus dan menghendakinya.

Dalam ketenangan batin dan permenungan, Maria selalu menyerahkan semuanya kepada Allah. Ketika ia menerima kabar untuk mengandung Yesus padahal ia sendiri belum bersuami, ia tidak menolak. Maria tahu konsekuensi sosial yang akan ia terima untuk seorang perempuan yang ketahuan berzinah bahkan hamil di luar pernikahan. Ia tahu semuanya, tetapi lihat, dia tidak menolak dan justru menjawab “FIAT” (YA) apa yang disampaikan oleh malaikat Gabriel. 

Sekali lagi kita melihat bagaimana ketenangan batin atau noble silence Maria dapat membawanya kepada penyerahan diri yang seutuhnya kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa ketenangan batin atau keheningan adalah suatu hal yang sangat penting. Ketaatannya kepada Allah merupakan buah dari ketenangan batin dan juga permenungannya. 

Noble Silence Sayyidatinaa Maryam Menurut Al-Qur’an

Ketika berdiskusi dengan salah seorang sahabat muslim mengenai Kisah Maryam atau Maria, saya bertanya apakah Sayyidatinaa Maryam adalah tokoh yang sama dengan Maria? Memang benar Sayyidatinaa Maryam merupakan Maria dalam agama Islam.

Ketika berdiskusi lebih lanjut, saya tertarik untuk mencari apa yang dikatakan oleh Islam tentang Sayyidatinaa Maryam atau yang sering disebut sebagai Siti Maryam. Menarik bahwa ternyata dalam Islam Siti Maryam juga digambarkan sebagai sosok yang sangat taat kepada Allah. Siti Maryam dipilih oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan Nabi Isa, AS. 

Dalam ajaran agama Islam, Siti Maryam adalah gadis yang sejak kecil sudah menjadi pilihan Allah untuk menerima rahmat yang luar biasa dari-Nya. Allah sejak awal sudah menerima Maryam sebagai nazar dari ibunya. Melalui asuhan Nabi Zakaria AS, Allah membesarkan dan menyertai Siti Maryam dalam pertumbuhannya.

Dalam asuhan Nabi Zakaria AS, Maryam menjadi pribadi yang shalihah kepada Allah dan selalu berdoa kepada Allah. Karena ketaatannya kepada Allah, dia tidak pernah melupakan ibadahnya kepada Allah. Bahkan Sayyidatina Maryam memiliki sebuah kamar khusus yang digunakan untuk beribadah sepanjang waktu (Mihrab). hal tersebut tercatat dalam Al-Qur’an Surah Ali-Imran ayat 37, yang memiliki arti:

Dia (Allah) menerimanya (Maryam) dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik, dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemui di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam, dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.

Sikap ketaatan Siti Maryam yang selalu beribadah setiap waktu dalam keheningan di mihrabnya yang menjadi bentuk noble silence. Atas noble silence nya itu, Sayyidatina Maryam mendapatkan wahyu melalui malaikat jibril dan diangkat menjadi salah satu perempuan istimewa dalam Al-Qur’an. Bahkan, penghargaan tersebut mencatatkan nama Maryam menjadi sebuah nama surah yang menyebutkan nama perempuan di Al-Qur’an.

Menjadi Tokoh Istimewa

Ketika menerima kabar dari malaikat Jibril, Siti Maryam tentu mengalami kebingungan bahkan ketakutan. Ia bertanya kepada malaikat bagaimana ia bisa mengandung padahal ia tidak pernah melakukan hubungan badan dengan laki-laki manapun.

Namun malaikat hanya menjawab bahwa ini sudah menjadi kehendak Allah dan anak yang akan dilahirkan oleh Maryam akan menjadi tanda kekuasaan Allah kepada umat-Nya. Dalam keadaan yang bingung sekaligus takut, Maryam memutuskan untuk mengasingkan diri demi menghindari cemoohan Bani israil. 

Dalam pengasingannya tersebut Maryam merasakan bahwa saatnya ia akan melahirkan. Tetapi ia tidak benar-benar sendirian, malaikat Jibril yang memberinya kabar kini juga bersama dengan Maryam. Malaikat itu berkata kepada Maryam bahwa Allah tidak akan membiarkan dia mati ketika melahirkan Nabi Isa, AS. Maryam melahirkan di bawah pohon kurma dan di samping aliran sungai yang sangat jernih.

Setelah kelahiran Nabi Isa, AS, malaikat memerintahkan Siti Maryam untuk memakan buah-buahan yang telah disediakan oleh Allah. Malaikat Jibril juga meminta Siti Maryam untuk mengatakan kepada orang yang bertanya kepadanya soal bayi Nabi Isa A.S. Bahwa ia sudah bernazar kepada Allah untuk berpuasa berbicara semata-mata karena Allah. 

Noble Silence menjadi cara untuk menemukan makna hidup yang mendalam. Orang tidak akan bisa mendengar kehendak-Nya jika tidak dalam keheningan. Bunda Maria dan Sayyidatina Maryam memberi teladan bagi kita bahwa dalam noble silence iman akan semakin tumbuh dan berkembang.

Baik dalam Al-Quran maupun Alkitab, kisah Maria atau Maryam merupakan teladan dalam noble silence. Noble Silence tersebut akan membawa kita lebih dekat dengan Allah dan dapat menemukan kehendak-Nya dalam hidup kita. []

Tags: Al Kitabal-quranislamKristenMalaikat JibrilMeneladani Noble SilenceSayyidah Maryam
Fr. Rio, SCJ

Fr. Rio, SCJ

Seorang biarawan dan calon Imam  Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ), yang saat ini menjalani formatio calon imam dan hidup membiara di Jogjakarta. Saat ini menempuh pendidikan dengan Program Studi Filsafat Keilahian di Fakultas Teologi Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Terkait Posts

ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Filosofi Santri

Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial

23 Mei 2025
KB perempuan

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

23 Mei 2025
KB dan Politik

KB dan Politik Negara

22 Mei 2025
KB Modern

5 Jenis KB Modern

22 Mei 2025
Kontrasepsi

Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

22 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Laku Tasawuf

    Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an
  • Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version