• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Menelisik Pemikiran Feminisme Kartini

Apa sebenarnya yang melatarbelakangi Kartini memiliki keberanian untuk mendobrak tabu budaya patriarki, yang telah berabad-abad mencengkeram para perempuan di negeri ini?

Zahra Amin Zahra Amin
15/04/2023
in Featured, Publik
0
Pemikiran Feminisme Kartini

Pemikiran Feminisme Kartini

986
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari ini kita sudah memasuki minggu kedua April. Jelang satu minggu kemudian bangsa Indonesia akan merayakan Hari Kartini. Secara kebetulan di tahun ini bersamaan pula dengan bulan suci Ramadan, dan bagi teman-teman Muhammadiyah bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri yang sudah mereka umumkan jatuh pada 21 April 2023.

Setiap kali bulan April, ingatan kita, terutama para perempuan akan selalu kembali mengenang sosok RA Kartini, yang telah membuka kesempatan luas bagi para perempuan di tanah Jawa untuk mengenyam pendidikan, tanpa ada lagi sekat dan perbedaan status sosial. Hingga pantas ia kita sematkan sebagai pahlawan emansipasi.

Tetapi tahukah kalian, bagaimana pemikiran-pemikiran feminisme Kartini? Atau apa sebenarnya yang melatarbelakangi Kartini memiliki keberanian untuk mendobrak tabu budaya patriarki, yang telah berabad-abad mencengkeram para perempuan di negeri ini?

Menelisik Pemikiran Kartini

Saya merangkum dari tulisan Gadis Arivia dalam buku “Feminisme sebuah Kata Hati” yang menjelaskan tentang posisi pemikiran feminisme Kartini pada tahun-tahun di masa penjajahan Belanda. Tentu tidak dapat kita sangkal, bahwa Kartini di dalam pemikirannya melontarkan kritik pedas pada orang-orang Kolonial.

Di rumahnya yang nyaman, karena Kartini anak seorang bupati terkenal, Kartini menulis tak henti-hentinya kepada teman Stella Zoehandelaar. Ia adalah seorang teman Belanda yang juga sosialis, serta mempunyai hubungan kuat dengan orang-orang berpengaruh, dan kelompok gerakan sosialis di Belanda.

Baca Juga:

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

Patut kita akui, Kartini dibesarkan dengan privelese seorang priyayi Jawa. Ia mendapatkan pendidikan yang layak, berbahasa Belanda, sastra, dan seni. Lalu pelajaran agama Islam dan pendidikan Barat secara ekstensif. Ketika harus meninggalkan bangku sekolah, Kartini tetap mendapatkan bimbingan dari Marie Ovink-Soer, istri seorang kontrolir Jepara. Atau wakil pegawai administratur Kolonial.

Melalui Marie Ovink-Soer inilah, Kartini berkenalan dengan sastra feminis Belanda. Di mana ia mengajarkan melukis, memasak ala Eropa, dan membimbing kefasihannya belajar bahasa Belanda. Maka, dengan demikian Kartini fasih berbicara tentang feminisme dan kritis terhadap perkembangan politik di tanah Jawa.

Lalu, apa saja Pemikiran Feminis seorang Kartini?

Pertama, Kartini mendambakan sosok perempuan yang independen. Bagi Dr. Joost Cote, sebagaimana pernyataan Gadis Arivia bahwa Kartini adalah seorang feminis, karena ia mengalami pencerahan pendidikan Belanda dan keterlibatannya pada wacana-wacana feminis Belanda.

Kedua, Kartini sangat dipengaruhi oleh pemikiran liberal tentang hak-hak individu dan hak pendidikan yang setara.

Ketiga, Kartini sangat menentang diskriminasi terhadap perempuan. Keempat, Kartini menyikapi perkawinan dengan sinis. Kelima, Kartini menyatakan penolakan terhadap poligami.

Kartini Feminis Liberal

Walaupun menurut Gadis Arivia, banyak yang dapat kita pelajari dari Kartini. Di antaranya tentang perjuangan Kartini menuntut hak-hak perempuan. Meski perjuangan Kartini ini lebih tepat jika kita golongkan pada perjuangan feminisme liberal. Di mana pemikiran ini sangat menitikberatkan perjuangannya pada ide keunikan manusia yang otonom.

Penjelasan lebih lanjut, dengan pemikiran feminisme liberal tersebut ia mampu membuat pilihan-pilihan bebas karena rasionalitasnya. Kartini berada dalam lingkup pencerahan ini. Sementara itu di lain pihak, pendekatan Postkolonial lebih bertumpu pada “posisionalitas” yang memihak pada otherness.

Terjemahan otherness ini tidak diselesaikan dengan tanpa pemihakan. Akan tetapi dengan kesadaran penuh menggali yang dimarjinalkan, yang tidak terpikirkan, dan yang disunyikan oleh sistem di sekitarnya. Maka, Gadis Arivia menegaskan jika keributan yang dihasilkan Kartini kepada teman-teman Belandanya adalah keributan tentang ego rasional dirinya sendiri. Bukan pemecahan kesunyian kaumnya yang tergolong sebagai the others.

Akhirnya, sosok Kartini sendiri dibunyikan dan diramaikan sebagai pahlawan. Baik di zaman Belanda maupun Orde Baru dengan kepentingan yang berbeda-beda. Di mana yang satu ingin mempertahankan tradisi berpikir kolonial. Sedangkan yang lain mengunggulkan representasi ke-Jawa-an, membungkam tokoh-tokoh perempuan di pelosok Nusantara lainnya. Yang mana, mungkin lebih progresif dan jelas pemihakannya pada kaum tertindas.

Pentingnya Apresiasi, Emansipasi dan Literasi

Meski demikian, apapun penjelasan tentang pemikiran feminisme dan sejarah Kartini, sekali lagi kita patut mengapresiasi. Karena tidak saja ia telah membuka pintu emansipasi. Di mana Kartini telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan berkualitas.

Selain itu juga catatan korespondensi atau surat-menyuratnya pada seorang teman Belandanya itu, yang memungkinkan Kartini menyampaikan pemikirannya secara bebas dan terbuka. Bahkan tulisan-tulisan buah pemikiran Kartini abadi hingga kini.

Hal ini tentu semakin memperkuat betapa pentingnya pengetahuan dan kemampuan literasi melalui baca tulis bagi perempuan. Agar tidak saja suara kita didengarkan, tetapi juga kekal sepanjang zaman. Kartini telah memulai tradisi menulis itu, saatnya para perempuan di masa kini yang melanjutkannya. []

Tags: Bulan KartiniemansipasifeminismepatriarkiRA Kartini
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Menstruasi

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

2 Juli 2025
Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Boys Don’t Cry

    Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID