• Login
  • Register
Jumat, 22 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Mengapa Masih Banyak Perempuan di Indonesia yang tidak Kuliah?

Biaya pendidikan yang makin tinggi, dan kesejahteraan yang makin sulit, menjadi hantu patriarki yang menutup akses pendidikan layak bagi perempuan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
08/08/2023
in Publik
0
Perempuan di Indonesia

Perempuan di Indonesia

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pendidikan tidak hanya menjadi aktivitas memanusiakan manusia. Namun, juga merupakan ruang yang dapat mengaktualisasikan kedirian manusia. Karenanya, tidak mengherankan kalau manusia itu sendiri, baik perempuan maupun laki-laki, mendambakan untuk mendapatkan pendidikan yang selayaknya.

Daftar Isi

    • Akse Pendidikan bagi Perempuan
  • Baca Juga:
  • Stereotype Perempuan dan Dominasi Teks Agama
  • Nyai Khoiriyah Hasyim: Ulama Perempuan Indonesia yang Memperjuangkan Pendidikan Perempuan di Makkah pada Abad ke-20 M
  • Siti Rahmani Rauf: Literasi Berbudi Luhur
  • Ayu Lasminingrat, Pionir Pendidikan Perempuan dari Sunda
    • Apakah Masalah Akses Pendidikan Perempuan Selesai?
    • Apa yang Menjadi Masalah Ketimpangan Pendidikan bagi Perempuan?
    • Faktor Kebutuhan Menghambat Akses Pendidikan Perempuan

Akse Pendidikan bagi Perempuan

Betty Friedan yang mendedahkan feminine mystique, sebagaimana penjelasan Lindsey Blake Churcill dalam “Feminine Mystique,” menunjukkan bahwa perempuan juga ingin memperoleh pendidikan yang layak.

Sayangnya, masyarakat pertengahan abad 20 M yang Friedan teliti, mereka membatasi ruang akses pendidikan bagi perempuan. Dalam hal ini, berbagai mitos kefemininan telah menarik perempuan untuk menetap saja di rumah, dan tidak perlu ke kampus.

Perempuan-perempuan yang Friedan teliti banyak yang tertekan dalam peran femininnya dalam ruang domestik. Sebab, pengaktualisasian diri mereka, yang salah satunya melalui pendidikan yang layak, itu terabaikan oleh ulah masyarakat patriarki yang membatasi aktualisasi diri perempuan.

Agak berbeda dari temuan Friedan dalam masyarakat (perempuan) Barat pada pertengahan abad 20 M, dalam masyarakat Indonesia saat ini perempuan justru terbilang mendapatkan ruang pendidikan yang lebih baik.

Baca Juga:

Stereotype Perempuan dan Dominasi Teks Agama

Nyai Khoiriyah Hasyim: Ulama Perempuan Indonesia yang Memperjuangkan Pendidikan Perempuan di Makkah pada Abad ke-20 M

Siti Rahmani Rauf: Literasi Berbudi Luhur

Ayu Lasminingrat, Pionir Pendidikan Perempuan dari Sunda

Argumen di atas bukan tidak berdasar. Sebab, jika kita melihat data “Statistik Pendidikan Tinggi tahun 2021” dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Data itu menunjukkan jumlah orang yang masuk di perguruan tinggi Indonesia lebih banyak perempuan daripada laki-laki.

Berdasarkan data, sepanjang tahun 2021, ada sebanyak 1.227.880 perempuan yang masuk perguruan tinggi. Dan, sebanyak 896.345 laki-laki yang menjadi mahasiswa baru. Melihat data ini agaknya tidak berlebihan untuk mengatakan, kalau ruang pendidikan tinggi bagi perempuan dalam masyarakat kita terbilang sudah terbuka.

Apakah Masalah Akses Pendidikan Perempuan Selesai?

Sayangnya kalau kita telusuri lebih dalam angka-angka yang saya sebutkan sebelumnya. Itu hanya mewakili sebagian kecil dari jumlah perempuan muda Indonesia dalam usia produktif kuliah.

Kalau melihat data sensus penduduk tahun 2021, misalnya, jumlah perempuan usia 20-24 tahun (kita andaikan usia ini sebagai usia rata-rata produktif kuliah orang muda), ada sebanyak 10.937.300-an perempuan di usia ini. Dari jumlah sebanyak itu, perempuan yang mendapat akses masuk perguruan tinggi di tahun itu hanya 1.227.880.

Perbandingan ini mungkin agak sedikit keliru, sebab saya mengambil perbandingan usia 20-24 tahun. Sedangkan, usia 23-24 tahun biasanya orang sudah lulus kuliah, dan umumnya orang masuk kuliah pada usia 18-19 tahun. Dalam hal ini, memang sulit bagi saya untuk mendapat data jumlah perempuan usia 18-19 tahun, karena perhitungan sensus usia ini masuk hitungan 15-19 tahun

Meski sedikit keliru dalam perbandingannya, namun perhitungan di atas banyaknya tetap dapat menjadi penggambaran timpangnya pendidikan perempuan. Bahwa ada jutaan perempuan muda Indonesia yang tidak mendapat akses pendidikan hingga perguruan tinggi. Kita bisa bertanya-tanya, berapa banyak perempuan usia 20-24 tahun yang sedang dan telah lulus kuliah di tahun 2021? Adakah mencapai setengah dari angka 10jt?

Apa yang Menjadi Masalah Ketimpangan Pendidikan bagi Perempuan?

Dalam hal ini, agak keliru jika kita terburu menyimpulkan banyaknya perempuan muda yang tidak kuliah, karena akses pendidikan mereka tertutup oleh ulah masyarakat patriarki.

Perlu kita catat, kalau berdasarkan data angka keberlanjutan studi perempuan dari rata-rata lulusan SMA/SMK berkisar 77%, lebih besar dari keberlanjutan studi lulusan laki-laki yang berkisar 55%. Artinya, dalam konteks keberlanjutan studi ke jenjang pendidikan tinggi, tidak hanya pihak perempuan, namun di pihak laki-laki juga memiliki problemnya.

Lantas, apa yang kiranya membuat banyak perempuan muda di Indonesia tidak kuliah?

Banyaknya perempuan muda yang tidak mendapat akses pendidikan layak, mungkin saja di situ ada kasus bias maskulinitas orang tua yang lebih mendahulukan pendidikan anak laki-laki daripada perempuan.

Mungkin juga akibat orang tua termakan feminine mystique (takhayul feminin). Sehingga, anak perempuannya tidak mereka sekolahkan, sebab mereka membayangkan tempat anak perempuan hanya di dapur. Atau, bisa jadi karena ada algoritma lain yang selama ini kita luput untuk mempertimbangkannya dalam analisa kasus gender ini.

Dalam analisa gender untuk fenomena sosial, ada aspek kebutuhan gender yang perlu kita pertimbangkan. Dan, menurut Maria Ulfa Anshor bahwa ada ranah kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis dalam konteks kebutuhan ini. Dalam realitas kehidupan, sangat mungkin terjadi kasus orang mendahulukan pemenuhan kebutuhan praktis daripada strategis.

Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa keterabaian pendidikan bagi perempuan, boleh jadi akibat orang tua memilih mengutamakan kebutuhan praktis keluarga, ketimbang memenuhi kebutuhan strategis untuk kuliah.

Faktor Kebutuhan Menghambat Akses Pendidikan Perempuan

Faktor kebutuhan dalam hal ini menjadi algoritma ketimpangan pendidikan bagi perempuan. Mengapa bisa terjadi?

Menurut Sarah Longwe, sebagaimana yang Iklilah Muzayyanah jelaskan, terpenuhinya kesejahteraan menjadi awal pemberdayaan perempuan, yang nantinya akan membuka akses bagi perempuan. Oleh karena itu, dalam kacamata ini, tertutupnya akses pendidikan bagi perempuan adalah akibat dari kesejahteraan yang tidak terpenuhi.

Hantu ketidaksejahteraan itu tentu akan berdampak pada penyikapan mendahulukan kebutuhan apa. Di sisi lain, saat ini, tidak hanya harga makanan–pokok kesejahteraan–yang makin mahal, biaya kuliah pun terus naik ke angka yang sangat tidak ramah bagi ekonomi masyarakat menengah apalagi yang ke bawah.

Hal ini semakin menebalkan dinding penghalang akses pendidikan bagi perempuan. Sehingga, banyak perempuan yang jangankan untuk melangkah masuk perguruan tinggi, bahkan sekadar bermimpi untuk kuliah pun mereka tidak berani.

Inilah yang sebenarnya menjadi problem ketimpangan akses pendidikan di negeri kita saat ini. Biaya pendidikan yang makin tinggi, dan kesejahteraan yang makin sulit, menjadi hantu patriarki yang menutup akses pendidikan layak bagi perempuan. []

 

Tags: Akses PendidikanAkses Pendidikan bagi PerempuanPendidikan IndonesiaPendidikan PerempuanPerempuan Sekolah Tinggi
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

artificial intellegence

Artificial Intellegence dalam Perspektif Gender

21 September 2023
Keberagaman Indonesia

Negeri Zamrud Khatulistiwa dan Tantangan Keberagaman Indonesia

20 September 2023
Kawin Tangkap

Fatwa KUPI dalam Merespon Tradisi Kawin Tangkap di NTT

20 September 2023
Pernikahan yang Maslahat

Pernikahan yang Maslahat dan Keberlanjutan Lingkungan

20 September 2023
Petugas SPBU Perempuan

Perempuan yang Meringkuk di Balik Regulasi

19 September 2023
Nyala Api di Bromo

Nyala Api di Bromo dan Relevansi Surat Ar-Rum Ayat 41

19 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • artificial intellegence

    Artificial Intellegence dalam Perspektif Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Bidadari Surga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Etika Sufi Ibn Arabi (2): Mendekati Tuhan dengan Merawat Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Mubadalah dalam Hadis Jihad Perempuan di Dalam Rumah Tangga 
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Etika Sufi Ibn Arabi (2): Mendekati Tuhan dengan Merawat Alam
  • Jihad di Dalam Rumah Tangga Bersifat Resiprokal

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist