• Login
  • Register
Sabtu, 17 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?

Saya, seperti banyak orang lainnya, hanya bisa berdoa dan berharap bahwa keadilan dan kedamaian akan datang

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
14/10/2024
in Publik, Rekomendasi
1
Pembantaian di Palestina

Pembantaian di Palestina

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tuhan! Mengapa Anda seolah tak bergeming dalam pembantaian di Palestina? “Tak bergeming” dalam arti apatis bahkan seolah menghendaki Israel dan sekutu Amerika membantai Palestina? Terbaru, di Damaskus sudah menjadi incaran. Tak perlu kusebut jumlah mayat perempuan yang bergelimpangan di sana, dan mayat anak-anak berserakan mengenaskan.

Anda jauh lebih tahu detailnya ketimbang wartawan yang meliput dan menduga-duga jumlah korban berjatuhan. Sebagaimana Anda memaklumatkan dalam kitab-Mu yang saya yakini, sistem pengetahuan-Mu lebih canggih ketimbang alat satelit  yang seolah tak bisa mendeteksi mayat-mayat tertimbun reruntuhan gedung.

Melalui utusan-Mu, Nabi Muhammad, kau menyampaikan bahwa umat Muslim dilarang membunuh perempuan dan anak-anak non muslim dalam perang. Imam Bukhari, Muslim dan lain-lain mencatat pesan itu. Dan Syekh Nawawi al-Bantani, Imam Nawawi, dan Zakariya al-Anshari turut menyebarkannya dalam fikih dan literatur akhlak hingga tertanam dalam benak kami: tak boleh menyakiti perempuan dan anak-anak.

Namun, mengapa pembantaian di Palestina yang melibatkan perempuan dan anak-anak ini seolah tidak mengganggu pengetahuan-Mu hingga tak bergeming? Apa jangan-jangan berlaku logika mafhum dalam hadits itu. Bahwa yang tak boleh adalah muslim membunuh perempuan dan anak-anak non muslim. Tapi bila sebaliknya, ya Anda tidak mengaturnya?

Merenung Kembali Mencari Titik Asa: Benarkah Perang Rekayasa Tuhan?

Ini bukan sekadar tragedi kemanusiaan biasa. Oke, saya terima bila konflik yang menjadi genosida Israel ke Palestina bukan persoalan agama, sebagaimana segelintir analis menguraikannya. Tapi, apa itu dalil Anda tak bergeming?

Ya sudah, Tuhan. semua pembantaian di Palestina, saya yakin, Anda ikut serta menyaksikan langsung meski saya yakin seyakin-yakinnya Anda tidak menikmatinya. Dalam bahasa agama yang aku yakini, Tuhan menghendaki (al-Iradat) tapi tak merestui (al-rida). Sebagaimana Anda menghendaki Abu Jahal dan Abu Lahab ingkar kepada-Mu tapi tidak merestuinya.

Meski demikian, banyak orang dari berbagai negara, agama, etnis, dan budaya telah meneriakkan kekejaman Israel di Palestina, demi Kemanusiaan, bukan demi Ketuhanan. Dari pinggir jalan sampai di forum PBB. Kemarin, saya melihat anggota Parlemen Irlandia, Thomas Gould, menangis tersedu-sedu, memaki Perdana Menteri Israel agar terjun ke neraka.

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Hal-hal yang Tak Kita Hargai, Sampai Hidup Mengajarkan dengan Cara yang Menyakitkan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang Menjelaskan Proses Perkembangan Janin dan Awal Kehidupan Manusia

Hancur hati Thomas. Jika non-Muslim seperti dia merasa begitu tersakiti pembuluh darah kemanusiannya, lalu bagaimana dengan yang sesama Muslim dan memiliki ikatan persaudaraan dengan rakyat Palestina lebih dari itu?

Saat saya merenung untuk mencari titik asa, saya bertanya-tanya apakah semua ini bagian dari skenario-Mu? Mungkinkah perang dan kekacauan yang diciptakan oleh bangsa-bangsa kuat seperti Amerika adalah alat untuk menunjukkan kontradiksi? Amerika yang sesumbar lantang meneriakkan perdamaian dunia, saat yang sama justru menjadi pencipta perang dan pembantaian. Apakah ini cara-Mu untuk menunjukkan bahwa Engkau adalah satu-satunya yang berkuasa, yang menentukan perdamaian sejati?

Perang: Teman yang Tak Disukai Manusia Sepanjang Sejarah

Fakta tak terbantahkan, perang sudah ada sejak dahulu, Tuhan. Perang dunia pertama, kedua, dan ancaman perang dunia ketiga dengan nuklir yang dahsyat. Dalam literatur agama Islam yang saya pegang teguh, potensi perang bahkan telah disebutkan sejak penciptaan manusia pertama kali, Adam.

Dalam Surah Al-Baqarah (2:30), “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang khalifah di bumi.’ Malaikat bertanya, ‘Mengapa Engkau hendak menciptakan orang yang merusak dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?”

Ayat ini menunjukkan dialog antara Anda dan malaikat, di mana malaikat mempertanyakan penciptaan manusia (Adam) dan potensi kerusakan yang bisa timbul. Tetapi Anda menyanggah dengan menegaskan bahwa Anda lebih mengetahui hikmah di balik penciptaan tersebut. “Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah 2: 30).

Perang dan Dialektika Hegel

Ringkasnya, seperti hukum alam, peperangan dan pembantaian selalu menyertai episode sejarah manusia meskipun manusia sendiri membencinya. Di sisi lain, Anda, Tuhan memberi kabar bahwa alam itu sangat indah dengan keteraturannya.

Salah satu ayat yang memberi informasi tersebut yaitu QS. Al-Baqarah (2:22). Hal ini menarik. Satu sisi alam indah dan teratur, di saat yang sama selalu ada pembantaian, perang, dan kekacauan-kekacauan alam.

Tuhan, kontradiksi ini menurut saya memiliki korelasi dengan teori dialektika Hegel yang sempat disinggung Rocky Gerung 7 tahun lalu saat mengisi kuliah di Jurnal Perempuan. Menurut Rocky, antitesis muncul dari kemapanan tesis itu sendiri. Menurut hukum dialektika Hegel, keindahan alam tersebut secara alami akan melahirkan antitesis berupa ketidakteraturan dan kekacauan, untuk melahirkan sintesis keteraturan baru yang lebih baik.

Sebagai perbandingan, ambil contoh elang yang memiliki tesis kegagahan. Setelah mencapai usia tertentu, elang mengalami antitesis berupa kemerosotan fisik, maka mematahkan paruhnya, dan mencabut bulunya untuk bertahan hidup. Proses ini melahirkan sintesis berupa kegagahan baru yang lebih kuat dari sebelumnya. Alam memaksanya melewati fase destruktif untuk mencapai keseimbangan baru.

Perang Sebagai “Hukum Alam” untuk Menormalisasi Keteraturan

Dalam konteks alam dan manusia, perang mungkin adalah instrumen yang digunakan alam untuk menyeimbangkan dirinya, menciptakan ketidakteraturan yang diperlukan sebelum melahirkan keteraturan yang lebih tinggi, yaitu sintesis.

Dalam konteks ini, manusia, dengan segala dorongan psikologis, ekonomi, dan budayanya, menjadi agen-agen perubahan yang secara alami terlibat dalam perang dan kekacauan. Semua teori ilmuwan yang mencoba menjelaskan sebab-sebab perang — dari motivasi ekonomi hingga naluri manusia — mungkin benar, karena perang adalah bagian dari hukum alam yang lebih besar yang tak bisa kita hindari.

Dengan analisis begitu, Tuhan, maka saya mulai menduga-duga. Apakah mungkin kekacauan alam (genosida ke Palestina) adalah antitesis dari tesis keteraturan alam yang akhirnya melahirkan sintesis, yaitu keteraturan baru yang lebih baik. Berarti logis dan masuk akal, bila Anda, Tuhan, tak bergeming dengan pembantaian terjadi di Palestina.

Karena saya yakin bahwa semua ini adalah bagian dari aturan-Mu. Alam tak akan pernah berani menentang hukum-Mu.

Termasuk menjadikan perang dan genosida sebagai instrumen untuk menormalisasi alam itu sendiri. Sementara jawaban-Mu kepada malaikat, “Aku lebih tahu dari kalian,” tidak menegasikan secara tegas bahwa manusia memang potensial berperang dan destruksi di muka bumi.

Dan seolah jawaban Anda mengafirmasi bahwa manusia memang akan berperang tetapi tidak akan intens, hanya bersifat sementara karena sifatnya sebagai dari mekanisme yang lebih besar untuk menciptakan keteraturan baru yang lebih baik.

Penutup

Maka, apakah benar bahwa Engkau, Tuhan, membiarkan pembantaian di Palestina, bukan karena apatis, melainkan karena Engkau memiliki rencana yang lebih besar?

Apakah ini bagian dari siklus sejarah yang memang tidak dapat dihindari? Apakah perang, kekacauan, dan pembantaian adalah bagian dari hukum “jagad raya yang pada akhirnya akan membawa kita pada keteraturan yang lebih indah?

Namun, Tuhan, meski saya mencoba memahami ini dengan nalar dan logika dialektika. Saya tetap tidak bisa sepenuhnya menerima bahwa penderitaan sedemikian besar perlu untuk mencapai suatu tujuan.

Saya, seperti banyak orang lainnya, hanya bisa berdoa dan berharap bahwa keadilan dan kedamaian akan datang. Tanpa perlu melalui jalan penuh darah ini. Karena saya yakin, kau memang menghendaki tapi tidak merestui. []

Tags: duniaGenosidakeadilanmanusiaPembantaian di PalestinaPerangTuhan
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Herland

    Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua
  • Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu
  • Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga
  • Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version