• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Mengenal Jalaluddin Rumi; Sang Penebar Cinta yang Bijaksana

Dunia mengenal Jalaludin Rumi sebagai penyair besar. Tapi terlepas dari itu semua, kita bisa belajar dari sosok Rumi tentang kesederhanaan, toleransi, kerendahan hati dan juga kebahagiaan

Laila Fajrin Rauf Laila Fajrin Rauf
10/04/2022
in Hikmah
0
Mengenal Jalaluddin Rumi; Sang Penebar Cinta yang Bijaksana

Mengenal Jalaluddin Rumi; Sang Penebar Cinta yang Bijaksana

224
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Di bumi ini. Di tanah ini. Kami tidak menanam selain cinta”

-Jalaluddin Rumi-

Mubadalah.id – Menyebut nama Jalaluddin Rumi, barangkali orang akan teringat pada renungan sufistik mengenai cinta. Keindahan dalam tutur katanya memang mempengaruhi jiwa banyak insan dalam melihat segala sesuatu secara lebih arif dan bijaksana. Artikel ini akan memperdalam mengenal Jalaluddin Rumi,  sufi agung Sang penebar cinta yang Bijaksana.

Jalaluddin Rumi dilahirkan di Balkh, sebuah kota di propinsi Khurasan, Afganistan yang pada saat itu dikuasai oleh Dinasti Khawarizmi (yang menjadi penyangga antara Kekhalifaan Abbasiyah di barat dengan Kekaisaran Tartar di timur). Ia terlahir di tengah keluarga terhormat serta terpandang di Balkh karena jika ditelusuri akan sampai kepada garis keturunan Abu Bakar As Shiddiq, ra., Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Saat usianya menginjak 12 tahun, Jalaluddin Rumi dan keluarganya harus meninggalkan Balkh karena pada saat itu kekaisaran Tartar yang berada di bawah pimpinan Jenghis Khan mengganas dan menyerang serta menaklukkan setiap wilayah yang berada di dekat daerah kekuasaan mereka.

Keluarga Jalaluddin Rumi pun mengungsi ke kota Naysabur (di wilayah Iran sekarang), dalam perjalan mengungsi keluarga Rumi bertemu dengan seorang sufi terkenal yang bernama Fariduddin Al Attar.

Al Attar memberitahukan kepada ayah Jalaluddin Rumi bahwa tak lama lagi anaknya akan menjadi api yang membakar para pecinta Tuhan di seluruh dunia. Setelah itu, keluarga Jalaluddin Rumi mengungsi lagi di Zarandah yang terletak di semenanjung Anatolia (negara Turki sekarang). Disanalah Rumi menginjak masa mudanya, berkenalan dengan wanita dan menikah. Usia sembilan belas tahun Rumi memiliki putra bernama Sultan Walad.

Baca Juga:

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

Menikah atau Menjomlo: Mana yang Lebih Baik?

Luna Maya Menikah, Berbahagialah!

Entah karena apa sebabnya, keluarga Jalaluddin Rumi lagi-lagi berpindah dari Zarandah menuju ibu kota kerajaan Bani Saljuk Barat (Konya). Di kota inilah ayah Rumi wafat tepat pada tahun 1230. Setelah sang ayah yang merupakan guru baginya wafat, ia dibimbing oleh Burhanuddin Munhaqqin At Tirmidzi yang merupakan murid sekaligus sahabat ayah Rumi semenjak di Balkh. Di bawah bimbingannya, Rumi mulai bergairah pada ajaran-ajaran para sufi.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, apa itu sufi? Ada yang mengatakan bahwa sufi itu hanya sekedar menjalani kehidupan yang asketik atau sangat sederhana, dimana seakan-akan kita sudah tidak membutuhkan satu pun dari dunia dan hanya melebur di dalam kebesaran Ilahi.

Jika di teliti, sufi berasal dari kata sufi yang berarti wol, artinya bahwa para sufi terdahulu lebih sering memakai bahan wol sebagai pakaian penutup tubuh mereka. Adapun praktik-praktik sufi pada awalnya memang lebih menyukai kontemplasi yang bersifat soliter dan menjauh dari hiruk piruk dunia.

Namun pada saat sekarang ini tentu banyak pendukung sufi yang tidak setuju bahwa seseorang yang ingin menjadi sufi maka dia harus memutuskan diri dari dunia. Kepentingan yang lebih diperhatikan oleh para sufi adalah jiwa bukan raga, atau mental bukan fisik, spiritual bukan material.

Kembali kepada riwayat Jalaluddin Rumi, ternyata tidak lebih dari satu dekade beliau mendapat bimbingan dari Burhanuddin, karena Burhanuddin wafat pada tahun 1240.

Empat tahun kemudian, Jalaluddin Rumi mendapat teman akrab bernama Syamsuddin At Tabriz. Bersamanya, Rumi sering berdialog dan membicarakan segala masalah. Rumi merasa telah menemukan orang yang mencerminkan cahaya Ilahi. Saat Syamsuddin pergi meninggalkan dirinya, Rumi menciptakan syair-syair kesedihan yang mendalam karena kehilangan sosok sahabat.

Buku Jalaluddin Rumi yang terkenal yaitu Matsnawi, disusun atas permintaan murid kesayangannya, Husamuddin Khalabi. Matsnawi adalah enam jilid buku yang terdiri dari 25000 bait puisi. Inspirasi yang di timbulkan oleh karya ini telah merasuk ke jiwa banyak manusia dari berbagai macam bangsa dan budaya.

Lalu, kenapa kita perlu mengenal Jalaluddin Rumi?

Mungkin itulah yang ada di benak pembaca saat melihat tulisan ini. Selain mengenal sejarah Jalaluddin Rumi dan keluarganya, kita juga perlu mengetahui kenapa penting mengenal sosok Rumi. Seorang manusia yang syair-syairnya banyak dikenal orang. Bahkan David Fideler yang merupakan seorang doktor sangat mengagumi karya Jalaluddin Rumi.

Dia bahkan menerjemahkan karya Jalaluddin Rumi dengan judul Love’s Alchemy; Poems from the Sufi Tradition. Baginya, Rumi adalah sosok yang begitu melegenda karena kedalaman ilmu pengetahuan dan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan lewat puisi yang begitu indah dan penuh mistis.

Dunia mengenal Jalaludin Rumi sebagai penyair besar. Tapi terlepas dari itu semua, kita bisa belajar dari sosok Rumi tentang kesederhanaan, toleransi, kerendahan hati dan juga kebahagiaan. Rumi pernah mengajarkan kepada kita semua untuk memperkecil diri. Maksudnya saat kita memperkecil diri maka akan tumbuh lebih besar dari dunia.

Artinya adalah bahwa kita tidak perlu memperkenalkan diri pada dunia, karena yang sungguh membuka hati akan mengenali kita apa adanya. Mereka akan menerima kita apa adanya. Sehingga kita tidak perlu menjadi orang lain. Cukup menjadi diri sendiri yang lebih baik dari hari ke hari sesuai versi kita masing-masing.

Jalaluddin Rumi juga pernah mengajarkan untuk bertoleransi seperti laut. Baginya toleransi adalah sikap hidup yang sulit diadaptasi tapi wajib untuk dimiliki. Karena wajib dimiliki inilah maka toleransi harus diterapkan untuk menerima perbedaan.

Di dunia tidak ada yang sama persis, bahkan bayi kembar identik sekalipun memiliki perbedaan meski hanya pada sidik jarinya. Sehingga Rumi mengajak kita untuk menjadi seperti laut yang tidak terbatas dalam mengupayakan hidup bersama di tengah perbedaan yang harmonis, membahagiaan, penuh kesalingan dan berdampingan antara satu dengan yang lainnya.

Demikian penjelasan mengenai mengenal sosok Jalaluddin Rumi, sufi besar sang penebar cinta yang bijaksana. Smeoga bermanfaat. (Baca juga: Ngaji Rumi: Sayidina Ali kw dalam Kitab Matsnawi Maknawi). []

 

 

Tags: CintaHikmahJalaluddin RumiSufitasawuf
Laila Fajrin Rauf

Laila Fajrin Rauf

Founder Komunitas Gerakan Kolektif Perempuan Feministic Indonesia. Aktif di Jaringan GUSDURian dan Duta Damai Yogyakarta. Bisa dihubungi via email ke [email protected] atau instagram @ubai_rauf

Terkait Posts

Bekerja adalah

Bekerja adalah Ibadah

10 Mei 2025
Mengapa Bekerja

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

10 Mei 2025
perempuan di ruang domestik

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

9 Mei 2025
PRT

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

9 Mei 2025
Aurat dalam Islam

Aurat dalam Islam

9 Mei 2025
Menikah adalah Separuh Agama

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak
  • Bekerja adalah Ibadah
  • Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis
  • Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version