• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenali Diri Melalui Lelaku Zen Buddhisme

Dan puncak dari sepuluh lelaku ajaran Zen Buddhisme adalah “mengunjungi pasar dunia”. Kita hidup di dunia untuk saling berbagi dan menularkan kesadaran, pencerahan dan kebaikan

nurtatasulaiman nurtatasulaiman
06/10/2023
in Personal
0
Mengenali Diri

Mengenali Diri

958
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menjadi manusia adalah takdir, namun mengenali, dan menjaga kemanusiaan adalah sebuah pilihan. Mempelajari tentang diri dan kemanusiaan merupakan bagian dari ijtihad kreatif masa kini.

Sebab, menghadapi diri sendiri adalah musuh terbesar manusia. Sadar atau tidak, manusia yang lebih mengenali dirinya cenderung memiliki potensi manajemen kehidupan yang baik dari berbagai aspek.

Menemukan diri berarti mampu menemukan diri kita yang sebenarnya. Mulai dari potensi mengatur emosi, kekurangan diri, kelebihan yang dimiliki, mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan, target-target dalam hidup, tujuan hidup, mengukur sejauh mana kemampuan yang ada di dalam diri dan masih banyak lagi.

Mengenali diri merupakan bagian dari mengenal Tuhan. Sebagaimana ungkapan yang terkenal dalam dunia tasawuf bahwa “man ‘arofa nafsahu, faqod ‘arofa rabbahu” yang artinya barangsiapa yang mengenali dirinya, sungguh ia mengenal Tuhannya.

Meskipun pada ungkapan di atas masih terdapat perbedaan pendapat oleh ulama-ulama Islam. Seperti Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ungkapan tersebut hadis maudhu’, Imam Suyuthi mengambil sikap untuk tidak berkomentar atau mendiamkan ungkapan tersebut.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

Kemudian pendapat Imam Zarkasyi yang berpendapat bahwa ulama sufi terkenal Yahya bin Muadz Ar-Razi. Lantas bagaimanan sikap yang harus diambil?.

Terlepas ungkapan tersebut berasal dari hadis ataupun bukan, ungkapan tersebut memiliki makna yang sangat dalam. Dan realitasnya memang benar bahwa seorang yang mampu mengenali dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.

Merenung Menemukan Diri

Menemukan diri kita yang sejati tidaklah mudah. Diri kita yang jasadnya digunakan untuk berinteraksi dengan makhluk lain adalah hasil dari bentukan lingkungan, orang tua, pengetahuan, tren, dan segala hal yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran yang ada di zaman manusia.

Ada sepuluh tahapan dalam menemukan diri. Mengutip lelaku Zen Buddhisme yang filosofis dalam memaknai hidup yang sebenarnya memiliki arti selaras dalam konsep ajaran keislaman.

Zen adalah salah satu aliran dalam Buddha Mahayana. Zen memiliki arti meditasi. Meditasi dalam bentuk perenungan. Adapun beberapa ajaran filosofis dalam Zen Buddhisme banyak dikutip dan dijadikan rujukan dalam merenungi dan menemukan diri sejati.

Nilai-nilai filosofis Zen Buddhisme dinilai selaras dengan beberapa ajaran agama Islam. Dalam memaknai dan melanjutkan kehidupan kita sebagai manusia, Zen Buddhisme memiliki peranan yang sangat penting.

Tahapan pertama, yaitu “mencari sapi yang hilang”. Salah satu poin yang menunjukkan manusia hidup adalah menyadari sesuatu yang keliru dalam hidup. Carilah dan sadarilah bahwa ada hal yang tidak beres dalam hidup kita.

Senapas dengan ajaran pertama, dalam sufisme Islam, maqamat pertama yang bisa kita lakukan adalah bertaubat. Taubat dapat kita mulai dengan kesadaran, sadar bahwa ada hal-hal yang keliru dalam hidup kita. Sadar bahwa ada yang harus diperbaiki dalam hidup kita.

Setelah menyadari, langkah kedua adalah “menemukan jejak sapi”. Setelah menyadari ada hal-hal yang keliru, kita harus mencari jejak-jejak kekeliruan. Dalam ajaran Islam hal ini selaras dengan konsep muhasabah atau instropeksi diri.

Setelah itu “melihat seekor sapi”. Ini adalah lelaku ketiga, ketika kita sudah mampu muhasabah, kita akan mulai melihat apa yang kita cari, apa yang hilang dari dalam hidup kita, dan apa yang seharusnya ada dalam hidup.

Menaklukan Sapi

Keempat, yaitu “menaklukan sapi”. Setelah melihat apa yang hilang dan apa yang seharusnya kita cari dalam hidup maka taklukanlah hal-hal tersebut.

Dalam hal ini kita harus menguasi nafsu dan pikiran kita. Tahap ini dalam konsep sufisme biasa kita sebut sebagai mujahadah atau riyadhah. Kita mengusahakan agar pencerahan yang mulai terlihat dalam hidup ini tidaklah terbelenggu oleh nafsu. Proses inilah yang paling berat.

Pada tahapan kelima dan keenam, ketika berhasil menaklukan dan menjinakkan sapi, maka “pulanglah ke rumah”. Dalam artian kembali kepada diri yang sejati. Hal ini adalah metafora ketika manusia berhasil mengendalikan nafsu dan pikirannya.

Ketika sebelumnya hidup kita sebagai manusia di setir oleh pikiran. Setelah kembali pada diri kita, kitalah yang akan menyetir pikiran itu dan membawanya kembali pulang.

Ketujuh, “menikmati ketenangan” ketika sapi telah berhasil mereka bawa pulang, kita tinggal menikmati ketenangan. Diri kita sudah berhasil melewati tahapan takhalli, yaitu diri kita sudah membersihkan diri dan melihat beberapa pencerahan. Menikmati ketenangan menimbulkan diri yang stabil.

Kedelapan, yaitu “keheningan”. Inilah yang mereka kenal dengan nirvana atau surga. Saat semua hal sudah melebur dalam keheningan. Hasil dari segala upaya kita sebagai manusia dalam menemukan diri belum selesai sampai tahapan ini untuk sampai benar-benar kita merasa hidup.

Kembali Pada Sumber

Kesembilan, yaitu “kembali pada sumber”. Bukan kembali kepada diri kita yang dahulu, tetapi terlahir kembali seperti bayi yang murni, bersih dan tidak memiliki ambisi yang tidak perlu, menikmati hidup, dan selaras antara pikiran dan tindakannya. Tidak lagi tertipu oleh dunia, tidak terperdaya dengan keruwetan hidup yang ada. Kita lebih fokus menjalani hidup, lalu berdamai dengan diri sendiri.

Dan puncak dari sepuluh lelaku ajaran Zen Buddhisme adalah “mengunjungi pasar dunia”. Kita hidup di dunia untuk saling berbagi dan menularkan kesadaran, pencerahan dan kebaikan.

Hikmah dari lelaku Zen Buddisme agar kita tidak terlalu sumpek dengan pikiran kita sendiri. Sebenarnya yang membuat kita kesulitan, banyak keruwetan adalah diri kita sendiri.

Perjalanan kehidupan adalah proses mengusahakan. Bagian dari perjalanan kehidupan akan banyak sekali menemukan konsep dan gagasan-gagasan. Sejatinya, konsep dan gagasan-gagasan dalam hidup dapat kita ciptakan sendiri.

Dari sepuluh nilai filosofis Zen Buddhisme di atas maka kehidupan manusia terbagi menjadi tiga bagian. Pertama perenungan, kemudian perjalanan dan terakhir adalah penyerahan diri kepada Tuhan. Apabila sampai pada bagian penyerahan Tuhan, dampak terbesar dalam diri yaitu kita tidak lagi terpengaruh dengan segala kegelisahan dunia, lebih fokus menghadapi kehidupan dan mendapatkan ketenangan batin yang luar biasa. []

Tags: diriislamMengenaliMerenungPenyerahan DiriPerjalanan HidupZen Buddhisme
nurtatasulaiman

nurtatasulaiman

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version