• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengenali Pola Guru Teladan di Zaman Serba Instan

Pesantren yang dikenal sebagai penganut mode pembelajaran yang klasik, ternyata terlihat lebih pas diaplikasikan untuk menghadapi generasi bernalar kritis

Thoah Jafar Thoah Jafar
25/11/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

201
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa beda pendidikan di sekolah umum dan pesantren? Jika pertanyaan itu muncul, jawaban paling gampang adalah persoalan porsi tanggung jawab pendidiknya yang cenderung berlainan.

Guru di sekolah umum sudah menjadi profesi. Pengajarannya pun tersistem hanya sesuai bidang yang diamanatkan. Begitu pun mengenai jam ajar yang berbatas pada pembagian jadwal berdasarkan kurikulum yang dipakai. Meskipun, secara daya pikirnya, dicurahkan untuk kepentingan murid selama 24 jam.

Berbeda dengan di pesantren. Sekat-sekat itu nyaris bias. Kiai, nyai, ustaz, maupun ustazah hampir menjadi guru segala-gala. Tidak cuma itu, mata pelajaran bukanlah melulu apa yang ia ucapkan, melainkan apa yang ia lakukan.

Tindak-tanduk guru di pesantren secara otomatis menjadi sebuah kurikulum. Apa yang ia kerjakan maupun dilanggar, akan amat berpengaruh pada hasil didikan. Maka dengan demikian, pendidikan di pesantren ialah pencarian ilmu dengan penuh kesabaran. Sebab, apa yang ditangkap santri, mesti dicerna sebagai pelajaran.

Lantas, masih idealkah pola pendidikan seperti itu di zaman yang serba instan seperti sekarang?

Baca Juga:

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Menghadapi Generasi Kritis

Banyak yang bilang, anak-anak sekarang memiliki daya kritis melebihi generasi pendahulunya. Pasalnya, mereka lahir di tengah-tengah kekayaan informasi. Tak ada pengetahuan tunggal yang mereka terima, sejak bayi, hingga masa remaja.

Jarak antargenerasi itu lantas menghadirkan pekerjaan rumah sendiri. Generasi pendahulu yang, misalnya, hari ini telah berperan sebagai guru, akan merasa sedikit kelimpungan akibat ketidak-siapan menerima respons kritis tersebut. Mereka yang lahir dari sumber pengetahuan tunggal memang lebih sering kelelahan saat diberondong aneka pertanyaan dan ungkapan ketidak-puasan.

Di sinilah pola pendidikan pesantren kian mendapatkan momentumnya. Pesantren yang dikenal sebagai penganut mode pembelajaran yang klasik, ternyata terlihat lebih pas diaplikasikan untuk menghadapi generasi bernalar kritis. Dengan predikat guru segala-gala itu, ustaz-ustaz di pesantren akan dengan terbiasa memenuhi keinginan peserta didik meski dengan segala akrobat keilmuannya.

Untungnya, pesantren lebih masyhur mengistilahkan guru sebagai seorang muallim. Meski maknanya sama sebagai pengajar, namun ada muatan-muatan lain yang perlu dipertimbangkan sebagai nilai tambah.

Fudail ibn ‘Iyadh menyatakan, kriteria mu’allim adalah seseorang yang âlim sekaligus ‘âmil. Dia tidak cuma pandai mengajarkan secara teori, namun juga meneladankan secara sikap dan prktis.

Mengimbangi Pengetahuan Instan

Kedudukan guru dalam pesantren sangat istimewa. Akan tetapi, ini bukanlah bentuk kultus berlebihan. Titik tolaknya berdasarkan banyak dalil naqli, misalnya, hadis yang diriwayatkan Abi Umamah berikut;

أن الله وملائكته وأهل السموات والأرضين حتى النملة في حجرها وحتى الحوت ليصلون على معلم الناس الخير

“Sesungguhnya Allah, para malaikat, dan semua makhluk yang ada
di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan
besar, semuanya bersalawat kepada mu’allim yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia (HR. Tirmidzi).”

Ya, mengajarkan kebaikan. Sebab, output pendidikan pesantren bukan semata-mata keilmuan pikiran, namun juga perilaku alias akhlak. Dan inilah titik strategis mengapa tingkah laku guru dalam pesantren termasuk bagian dari pola pengajaran.

Perilaku sebagai bahan ajar bukan pula sesuatu yang instan. Di pesantren, yang kini konon didominasi santri generasi Z yang mendapat sebutan sebagai manusia serba instan, akan dipaksa dengan sabar dan bertahap memahami apa yang ia lihat, sebagai pengetahuan dan bekal kehidupan.

Tradisi ini kian menjadi lengkap saat menengok kurikulum secara utuh bahwa sebagian besar pelajaran di pesantren menekankan serba detail dan bertahap. Pola ini akan dapat mengimbangi nalar dan kecenderungan para peserta didik yang sebelumnya telah akrab dengan teknis-teknis yang serba instan.

Di pesantren, guru adalah kurikulum dan pengetahuan itu sendiri. Santri akan terus mempelajarinya sepanjang masa. Tidak instan, juga tidak berbatas. []

Tags: guruHari Guru NasionalLembaga PendidikanpesantrenSantri
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Tradisional

    Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengebiri Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID