• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Menjaga Rumah Tangga dari Orang Ketiga

Zahra Amin Zahra Amin
26/02/2018
in Kolom
0
menjaga rumah tangga dari orang ketiga

menjaga rumah tangga dari orang ketiga

11
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tak hanya sekali penulis menemukan berita tentang pelakor (perebut laki orang) yang wara-wiri di time line media sosial. Dan bahkan hampir setiap hari dijumpai, fenomena rumah tangga yang menjadi konsumsi publik. Mereka sudah tak malu-malu lagi mempertontonkan keburukan dan aib keluarga di muka umum. Bahkan saling membenci, caci, maki, menghina dan menghujat yang penuh dengan kalimat-kalimat kotor serta tak pantas didengar. Ironisnya, antara penghina dan yang dihina adalah sama-sama perempuan. Satu sebagai istri sah, dan satunya adalah perempuan yang dituduh menjadi pelakor. Tanpa menyadari bahwa diantara mereka ada laki-laki, yang seolah perannya menjadi tiada dan tak terlihat. Bagaimana cara menjaga rumah tangga dari orang ketiga?

Perempuan di satu sisi dalam rumah tangga yang tidak harmonis, menjadi istri yang disalahkan karena dianggap tidak becus mengurus keluarga, suami dan anak-anak. Atau sebagai istri yang dianggap tidak mau menerima kekurangan suami, dan tidak mampu melengkapi apa yang dimiliki suami. Seolah istri yang harus selalu menyempurnakan diri menjadi layak disanjung, puja serta puji, berdiri di samping suami.

bahwa jika ingin terjadi keseimbangan relasi antara suami istri maka “perlakukan orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan.

Padahal dalam konsep kesalingan rumah tangga, antar satu sama lain harus seperti pakaian yang saling menutupi kekurangan masing-masing, dan menguatkan potensi diri dari pasangan. Lelaki yang sudah resmi menyandang status sebagai suami pun harus berupaya memantaskan diri agar mampu menjadi partner yang baik bagi pasangan. Tidak hanya menuntut istri agar mengikuti kehendak suami, tetapi sebaliknya bagaimana menjadi saling pengertian diantara keduanya dengan berbagi peran dan tugas dalam pola pengasuhan, serta urusan domestik dan publik keluarga.

Hal yang timpang lainnya, ketika perempuan yang dituduh sebagai pelakor menerima hinaan serta cacian, tidak hanya dari pihak istri sah dan anggota keluarga lelaki lainnya, namun juga stigma negatif yang terlanjur dilekatkan masyarakat padanya. Padahal dia “ada” disebut pelakor karena ada pengaruh lelaki sebagai individu yang direbut itu, membuka kesempatan dan berperan aktif atas hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga.

Namun sayangnya, posisi lelaki tidak pernah menjadi sasaran kemarahan dan kebencian. Seakan lelaki menjadi sesuatu yang tak tersentuh dan entitas yang berdiri sendiri. Sehingga kita harus melakukan kritik terhadap lelaki, agar bisa bersikap adil dan objektif melihat persoalan ini, tidak hanya dari sudut pandang perempuan yang menjadi korban, tetapi juga pelaku yang sama-sama dikorbankan keadaan.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Selain itu yang membuat istilah pelakor semakin ramai diperbincangkan, tak lepas dari peran kita, yang hampir setiap hari melihat, mendengar dan mengetahui. Baik melalui dunia maya di media sosial, maupun yang kita temui sehari-hari di sekitar kita dalam kehidupan nyata. Tiba-tiba saja kita menjadi hakim yang ikut mengadili tanpa tahu bagaimana duduk perkaranya, atau mengapa terjadi ketidakharmonisan hubungan rumah tangga, dengan atau tanpa sebab hadirnya pelakor.

Jika meminjam kalimat yang seringkali disampaikan KH. Husein Muhammad tentang prinsip kemanusiaan yang menjadi landasan mubaadalah, bahwa jika ingin terjadi keseimbangan relasi antara suami istri maka “perlakukan orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan. Dan jangan perlakukan orang lain sebagaimana kau tidak ingin diperlukan”. Artinya, ketika ingin berbuat baik, teruslah berbuat baik tanpa peduli perkataan buruk yang ada di sekelilingmu. Teruslah berbenah menjadi pribadi yang lebih baik, dan jangan membalas keburukan dari orang lain dengan keburukan serupa, karena itu akan menjadi kelindan yang tak pernah usai. Polanya akan terus menerus terulang, tanpa bisa dihentikan.

Bahkan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa “siapa yang menipu dan merusak (hubungan) seorang budak dengan tuannya, maka mereka bukanlah bagian dari kami. Dan siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya, maka dia bukanlah bagian dari kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan lain-lain).

Artinya kurang lebih, bagi para perusak rumah tangga baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, maka tidak akan dianggap sebagai bagian dari umat Islam. Tidak diakui menjadi Umat Nabi Muhammad SAW, sehingga setidaknya catatan dari Rosulullah ini menjadi pelajaran dan nasehat bagi kita semua agar selalu menjaga keluarga, dan relasi rumah tangga antar suami istri dengan pergaulan yang baik. Saling mengasihi dan menyayangi, saling menguatkan potensi serta menerima kekurangan. Jikapun harus ada persoalan, maka selesaikan dengan komunikasi yang baik dan saling bicara untuk bisa memahami. Bukan malah mengumbarnya di media sosial dan menjadi bahan pergunjingan banyak orang. Sehingga, masalah yang harusnya selesai menjadi semakin liar tak terkendali, karena setiap orang yang mengetahui merasa punya hak untuk bicara dan mengatur apa yang sebaiknya harus dilakukan.

Terakhir, sebagai penuntun kehidupan rumah tangga, saya mengutip maqalah mubadalah No. 16 yang digagas Dr. Faqihuddin Abdul Qodir bahwa “kita lahir di ranjang, mati pun demikian. Di antara keduanya, sepertiga hidup kita pun di ranjang. Kita seringkali egois mengenai kehidupan di atasnya. Lebih sering menuntut, tetapi tidak pernah mengurus. Jika kita mau sadar, ada banyak makna kehidupan di atas ranjang. Kenalilah, hormatilah, dan ciptakanlah kedamaian, untukmu, pasanganmu, dan keluargamu. Dari kedamaian inilah akan terpancar aura yang akan menentramkan jagat raya.” []

Tags: isterikeluargamerebut suamipelakorperempuanperempuan merebut suami orangselingkuhsuami
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version