• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Menyoal Izin Suami (1)

Badriyah Fayumi Badriyah Fayumi
09/07/2020
in Hukum Syariat
0
46
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Dita adalah seoarang ibu rumah tangga yang sangat ingin memakai kerudung namun urung karena suaminya tak mengizinkan. Syahnaz, seorang dokter perempuan yang ringan menolong, bersitegang dengan ayah seorang anak yang sedang sakit keras karena sang ayah tidak terima istrinya memanggil dokter tanpa seizing darinya.

Dengan keras dokter Syahnaz membalas, “Anak bapak bisa meninggal kalau harus nunggu izin bapak yang tidak jelas kapan pulangnya dan tidak bisa dihubungi.” Di wilayah tertentu di NTB, angka kematian ibu dan bayi lebih tinggi dari rata-rata Nasional karena ada tradisi ibu yang mau melahirkan harus dapat izin suami, jika mau bersalin di dukun beranak atau bidan.

Ilustrasi di atas adalah sekelumit fakta tentang izin suami yang demikian “luar biasa”. Tak ada izin suami, istri tak menjalankan kewajiban Allah. Nyawa anak istri pun dipertaruhkan karena izin suami belum turun. Kita pun lantas bertanya-tanya. Apakah mesti sampai seperti itu menempatkan izin suami?

Ada hadis riwayat at-Thabrani menyebutkan:

عن آنس بن مالك:أن رجلا خرج وأمرامرأته أن لاتخرج من بيتها, وكا ن أبوها فى أسفل الدار وكا نت فى أعلا ها, فأرسلت الى الني صلى الله عليه وسلم,فدْكرت دْلك له,فقال:”أطيعي زوخك”. فمالت أبوها الى النى صلى الله عليه وسلموفقال:أطيعى زوجك”فأرسل اليها النيى صلى الله عليه وسلم: ان الله قد غفرلاْْبيها بطا عتها لزوجها.”

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

“Dari Annas bin Malik: bahwa ada seorang laki-laki keluar rumah dan dia memerintahkan isterinya untuk keluar dari rumahnya. Dan bapaknya si istri itu berada di daerah bawah kampung dan dia sendiri berada di daerah atas. Kemudian bapaknya itu sakit. Bahwa ia mengirimkan utusan kepada Nabi SAW. Kemudian ia menuturkan hal tersebut kepada beliau. Lalu beliau menjawab: “Taati suami kamu.” Kemudian bapaknya itu meninggal dunia. Maka ia mengirimkan lagi utusan kepada Nabi SAW. Lalu beliaupun menjawab: “Taati suami kamu.” Kemudian Nabi mengirim utusan kepadanya: “Sesungguhnya Allah telah mengampuni ayahnya dikarenakan ketaatannya kepada suaminya.”

Kisah dramatis dalam hadits di atas sangat populer dan terus disampaikan para da’i/da’iyyah dan para guru saat menjelaskan pentingnya izin suami dan ketaatan istri kepadanya. Tragisnya, tidak sedikit suami yang menjadikan kisah itu sebagai legitimasi teologis atas sikapnya yang egois, posesif, atau sewenang-wenang.

Di sisi lain, banyak istri juga tidak memiliki cukup ilmu untuk menjelaskan bagaimana duduk soal hadits itu. Akibatnya, istri mengalami penderitaan batin, hingga pada titik yang membahayakan jiwa sebagaimana terjadi pada beberapa peristiwa yang ditulis di awal tulisan ini.

Harus Diteliti

Sesungguhnya, ucapan, sikap dan akhlak Rasulullah Saw.,tidak ada yang menyakiti, merendahkan apalagi mendehumanisasi perempuan. Namun apa yang diriwayatkan tentang ucapan dan sikap Rasulullah melalui sebuah hadis tidak selalu sama persis dengan kenyataannya.

Itulah sebab setiap hadits harus diteliti dari dua sisi, sanad dan matan. Sanad (rentetan perawi) mesti dilihat apakah para riwayatnya benar-benar pribadi terpercaya dan berintegritas (adil dalam istilah ilmu hadits), adanya kepastian setiap periwayat menerima langsung hadits yang diriwayatkan dari periwayat seniornya (ittishal as-sanad), tidak ada kejanggalan dan keanehan (syadz) dan tidak ada cacad dalam rentetan periwatanya (illat).

Matan (isi hadis) juga mesti dilihat apakah sesuai dengan Al-Quran, fakta sejarah, dan akhlak Nabi, tidak bertentangan dengan riwayat lain yang masyhur tentang hal yang sama, terlalu berlebihan memberi pahala atau dosa atas perbuatan kecil, serta tidak memuat keanehan dan kejanggalan.

Penelitian terhadap sanad dan matan inilah yang akan menghasilkan kesimpulan apakah sebuah hadits berstatus shahih, dhaif (lemah) atau bahkan maudlu’ (palsu). Hadis yand shahih bisa dijadikan dalil, sedangkan yang lemah hanya boleh dipakai untuk memotivasi perbuatan baik tanpa meyakini kepastian hadits itu benar-benar dari Nabi.

Demikian pandangan Imam Ahmad dan banyak ahli hadits. Adapun hadis maudlu’ (palsu) sama sekali tidak boleh dipakai. Itu sama saja dengan berdusta atas nama Nabi karena perkataan atau perbuatan orang lain ditempelkan kepada Nabi demi motif dan kepentingan tertentu. Nabi memberikan peringatan keras kepada pemalsu hadits dan penyebaran dalam hadits mutawatir, sebagaimana dirawikan al-Bukhari dan Muslim:

من كدْب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

“Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia membuat tempat duduknya dari api neraka.”

Hasil Penelitian

Menurut al-Iraqi, hadits di atas berstatus dha’if. Demikian pula hadits-hadits sejenis yang terlalu berlebihan memberikan sanksi. Al-Haitami, Ahmad dan Ibnu Hajar menyimpulkan hadits-hadits yang demikian berstatus dha’if (lemah) dan dha’if jiddan (sangat lemah) secara sanad. Dengan demikian ia tidak bisa dijadikan sandaran hukum.

Dari segi sisi, jika kisah di atas memang benar berasal dari Nabi, pemahamannya pun tidak bisa ditarik menjadi norma umum, karena itu respon atas kasus yang bersifat khusus dan nada konteks yang khusus. Hadits ini tidak bisa dijadikan dalil bahwa isteri wajib taat apapun perintah suami walau bertentangan dengan perintah Allah.

Atau bahwa isteri tidak boleh bertindak apapun tanpa izin suami, walaupun ia dalam situasi darurat. Atau bahwa isteri tidak boleh berbuat kebaikan jika tidak diizinkan suami. Kesimpulan-kesimpulan seperti ini tidak pas karena bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran al-Quran dan hadits shahih yang masyur serta menjadikan agama ini tampak tidak manusiawi. (Bersambung).

*) Artikel yang sama pernah dimuat di Majalah Noor.

Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi

Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

18 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version