• Login
  • Register
Sabtu, 2 Juli 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Merawat Lingkungan, Perlombaan Baru bagi Komunitas Muslim

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017 juga memberi respon serius terhadap kerusakan lingkungan dengan mengeluarkan fatwa. Tentu, tanpa mengurangi semangat KUPI, respon mereka terhadap degradasi alam perlu dimatangkan lagi di kongres selanjutnya, bukan berhenti di fatwa

Miftahul Huda Miftahul Huda
20/06/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Merawat Lingkungan

Merawat Lingkungan

165
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kabut politik identitas saat ini masih menghalangi komunitas muslim untuk terlibat dalam isu merawat lingkungan untuk mencegah kerusakan alam. Sebab, permainan politik identitas dipelihara oleh para politikus, birokrat sekaligus penanam saham kehancuran alam, seperti sawit dan tambang batubara.

Jika komunitas muslim masih mengekor pada isu politik identitas, mereka akan terus saling bertikai hingga menyadari bumi benar-benar tidak dapat huni.

Saya rasa tidak bisa mengandalkan tafsir alternatif bergerak sendiri, ia butuh aksi nyata dari setiap komunitas sebagai implementasi tafsir. Saya mulai membayangkan struktur yang menaungi komunitas muslim menggerakkan setiap individu untuk melakukan suatu aksi merawat lingkungan.

DW, melalui tulisan Can a ‘Green Islam’ Save Indonesia from Climate Collapse?, secara optimis meyakini status “mayoritas” umat Islam bisa menjadi motor penanganan perubahan iklim di Indonesia. Itu bukan utopia, mengingat struktur hierarkis komunitas muslim memiliki otoritas untuk menggerakkan individu melakukan tindakan peduli lingkungan.

Daftar Isi

  • Hentikan Pertikaian, Mulai Merawat Lingkungan
  • Peran Komunitas Muslim Merawat Lingkungan
  • Inovasi dari Akar Rumput
  • Praktik Baik Mulai dari Diri Sendiri

Hentikan Pertikaian, Mulai Merawat Lingkungan

Saya meyakini setiap komunitas muslim, seperti NU, Muhammadiyah, LDII, Ahmadiyah, Syiah dll., memiliki perbedaan konsep teologi. Namun, setiap komunitas harus beranjak dari perdebatan yang menahun tersebut, yang tak jarang membuahkan kekerasan. Akhiri perdebatan itu dengan membingkainya ke dalam konsep kebanggaan Indonesia: pluralisme/keberagaman. Bukankah konsep agung itu masih berlaku di sini?

Baca Juga:

Dampak Negatif Skincare terhadap Ekosistem Bumi

Re Grow Solusi Darurat Sampah Pangan di Indonesia

Doa Naik Kendaraan Laut Sesuai Anjuran Nabi Saw

Maunya sih Menerapkan Gaya Hidup Minim Sampah. Eh, Kok Jadi Greenwashing?

“Perlombaan” selanjutnya adalah menciptakan inovasi untuk lingkungan. Setiap komunitas muslim memiliki sumber daya manusia yang berharga, dan masing-masing dapat berkontribusi terhadap kelestarian atau kehancuran alam—tergantung bagaimana komunitas merawatnya.

Di sinilah arena selanjutnya bagi setiap komunitas muslim untuk menelurkan ide-ide dalam penanganan kerusakan alam, yang di antaranya akibat pembangunan, energi kotor, deforestasi, dan industrialisasi.

Peran Komunitas Muslim Merawat Lingkungan

NU dan Muhammadiyah cukup responsif dalam menanggapi permasalahan lingkungan. Sejak Muktamar 1994, NU telah menunjukkan keberpihakannya terhadap lingkungan. Yakni dengan mengkategorikan pencemaran lingkungan (udara, tanah, dan air) yang menimbulkan kerusakan hukumnya haram, dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat). Begitu juga dengan Muhammadiyah yang memiliki Majelis Lingkungan Hidup (MLH) sejak 2003 (waktu itu LSPLH) untuk merespon persoalan lingkungan.

Terbaru, Muhammadiyah merespon krisis sosio-ekologis dan pelanggaran HAM yang terjadi di Wadas dengan membuat Policy Brief. Sedangkan NU, melalui basis pendidikan kulturalnya: pesantren Lirboyo, telah meluncurkan buku hasil bahtsul masail berjudul Bi’ah Progresif (2021).

Dua ormas Islam terbesar ini telah sama-sama menunjukkan kepeduliannya terhadap bagaimana cara merawat lingkungan, meski keduanya juga memiliki kedekatan politik dengan rezim yang saat ini tidak serius menangani krisis lingkungan.

Selain dua ormas tersebut, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017 juga memberi respon serius terhadap kerusakan lingkungan dengan mengeluarkan fatwa. Tentu, tanpa mengurangi semangat KUPI, respon mereka terhadap degradasi alam perlu dimatangkan lagi di kongres selanjutnya, bukan berhenti di fatwa. Mereka harus menelurkan bentuk aksi nyata dan keseriusan membangun jaringan peduli ligkungan dengan tambahan nilai gender.

Tindakan nyata ditunjukkan oleh LDII Kediri, yang memanfaatkan tenaga surya untuk memfasilitasi kebutuhan listrik di pesantren Wali Barokah. Ini adalah praktek riil komunitas muslim dalam mengurangi energi kotor batubara dengan beralih ke tenaga surya. Walaupun, pada hari-hari selanjutnya langkah tersebut berpotensi terkena imbas dari monopoli listrik oleh PLN.

Pendeknya, masing-masing komunitas muslim telah menaruh perhatian terhadap kondisi alam: meninggalkan antroposentrisme, lalu menjadikan manusia bagian dari ekosistem alam. Masing-masing berusaha menggerakkan individu melalui bermacam jalan, seperti fatwa, inovasi, dan program. Dan seharusnya, komunitas muslim dibingkai ke arah ini, bukan mempertebal sisi perbedaan identitasnya. Arena perlombaan mereka selanjutnya adalah menelurkan inovasi merawat lingkungan untuk mencegah kerusakan alam.

Inovasi dari Akar Rumput

Ketika struktur melambatkan gerakan peduli lingkungan karena harus melewati berbagai alur negosiasi, masyarakat akar rumput—kelompok atau pun individu—telah berlomba menciptakan terobosan merawat lingkungan.

Gerakan di luar struktur ini biasanya muncul karena dorongan kesadaran dan kedekatan spiritual dengan alam. Sehingga ketika ada yang tidak beres dengan alam, masyarakat akar rumput bergerak secara organik merawat alam. Bukan karena trend atau isu sedang hangat saja.

Misalnya Roy Murtadho yang mendirikan pesantren ekologi Misykat Al-Anwar di Bogor bersama istrinya Siti Barokah. Pendiriannya termotivasi oleh keinginan menciptakan pendidikan alternatif untuk menumbuhkan wawasan ekologis, humanis, berpikir kritis, berkeadilan gender, berjiwa sosial, inklusif, serta ahlussunnah wal jama’ah.

Kemudian ada Iskandar Waworuntu yang mengembangkan konsep “halal” dan “thayib” dalam penyajian makanan. Menurutnya, makanan yang halal dan thayib bukan sebatas ketika di atas meja atau mengucap bismillah sebelum menyembelih hewan.

Jauh sebelum itu, apakah makanan itu tertanam tanpa bahan kimia yang merusak bumi? Apakah tumbuhan tertanam hanya untuk kebutuhan konsumsi (industri)? Adakah penanaman yang khusus bagi keberlanjutan alam? Semua itu harus terlalui sebelum makanan masuk ke perut manusia.

Praktik Baik Mulai dari Diri Sendiri

Salah satu teman saya yang juga ambil bagian dalam “perlombaan” menyebarkan kesadaran merawat lingkungan, meski dengan keterbatasan akses dan sarana. Namanya Novi, seorang mahasiswi, ketua ranting IPPNU, aktivis lingkungan, sekaligus guru TPQ di balik PLTU Cilacap.

Bagi Novi, TPQ menjadi salah satu ruang penyaluran kesadaran lingkungan kepada anak-anak. Ia menggunakan metode bermain, seperti mengajak anak-anak bermain di sekitar rumah. Menurutnya dengan metode tersebut, “… mereka (anak-anak) akan cenderung lebih peduli ketika suatu saat nanti lingkungan mereka rusak … maka dengan sendirinya mereka juga akan memperjuangkan tempat mereka bermain (11/6).”

Novi juga menggunakan metode bercerita, memberi ruang kepada anak-anak untuk menceritakan pengalaman mereka bersama lingkungan sekitar. Ia meyakini bahwa dengan metode ini anak-anak akan lebih sadar dan paham sesuai dengan penggambaran mereka soal lingkungan. Tugas Novi sebagai guru setelah itu adalah mengilustrasikan kepada anak-anak kenapa lingkungan mereka berubah dan apa penyebabnya.

Peran yang dijalankan Novi bukan tanpa resiko. Ia harus menghadapi intimidasi dari petinggi TPQ, seperti ancaman dikeluarkan dari TPQ jika mengajari anak-anak isu lingkungan dan kaitannya dengan PLTU. Itu adalah salah satu alasan kenapa ia meracik metode baru dalam mengajar. Sebab, baginya, sebagai pengajar, ia memiliki kewajiban untuk mengajak anak-anak mengaji dan melestarikan lingkungan. []

Tags: FatwaKeadilan EkologisKerusakan AlamKupiMerawat LingkunganMuhammadiyahNUPerubahan Iklim
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Pegiat isu gender dan lingkungan

Terkait Posts

Korban Kekerasan

UU TPKS Melarang Menikahkan Korban Kekerasan dengan Pelaku

1 Juli 2022
Era Digital 4.0

Teknologi dan Tantangan Manusia Memasuki Era Digital 4.0

1 Juli 2022
Korban Kekerasan Seksual

5 Hal Penting yang Perlu Diperhatikan saat Menghadapi Korban Kekerasan Seksual

30 Juni 2022
Obrolan Menarik

Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

30 Juni 2022
Krisis Iklim

Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim

29 Juni 2022
Relasi Gender

Melihat Relasi Gender Melalui Kacamata Budaya Nusantara

29 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Era Digital 4.0

    Teknologi dan Tantangan Manusia Memasuki Era Digital 4.0

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Simbol dan Hikmah Ibadah Haji (Bagian Kedua)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkan Menggabungkan Niat Puasa Dzulhijjah dengan Bayar Hutang Puasa Ramadhan ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih Haji Perempuan: Sebuah Pengalaman Pribadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Catat, Ini Keutamaan Shalat Sunah pada Malam Hari di Bulan Dzulhijjah
  • Ini 10 Keutamaan Bulan Dzulhijjah
  • Bagaimana Menyikapi Perbuatan Baik yang Bertepuk Sebelah Tangan?
  • Puasa Dzulhijjah Tidak Sampai Sembilan Hari, Bolehkah ?
  • UU TPKS Melarang Menikahkan Korban Kekerasan dengan Pelaku

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist