• Login
  • Register
Minggu, 26 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Merawat Lingkungan, Perlombaan Baru bagi Komunitas Muslim

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017 juga memberi respon serius terhadap kerusakan lingkungan dengan mengeluarkan fatwa. Tentu, tanpa mengurangi semangat KUPI, respon mereka terhadap degradasi alam perlu dimatangkan lagi di kongres selanjutnya, bukan berhenti di fatwa

Miftahul Huda Miftahul Huda
20/06/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Merawat Lingkungan

Merawat Lingkungan

192
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kabut politik identitas saat ini masih menghalangi komunitas muslim untuk terlibat dalam isu merawat lingkungan untuk mencegah kerusakan alam. Sebab, permainan politik identitas dipelihara oleh para politikus, birokrat sekaligus penanam saham kehancuran alam, seperti sawit dan tambang batubara.

Jika komunitas muslim masih mengekor pada isu politik identitas, mereka akan terus saling bertikai hingga menyadari bumi benar-benar tidak dapat huni.

Saya rasa tidak bisa mengandalkan tafsir alternatif bergerak sendiri, ia butuh aksi nyata dari setiap komunitas sebagai implementasi tafsir. Saya mulai membayangkan struktur yang menaungi komunitas muslim menggerakkan setiap individu untuk melakukan suatu aksi merawat lingkungan.

DW, melalui tulisan Can a ‘Green Islam’ Save Indonesia from Climate Collapse?, secara optimis meyakini status “mayoritas” umat Islam bisa menjadi motor penanganan perubahan iklim di Indonesia. Itu bukan utopia, mengingat struktur hierarkis komunitas muslim memiliki otoritas untuk menggerakkan individu melakukan tindakan peduli lingkungan.

Daftar Isi

    • Hentikan Pertikaian, Mulai Merawat Lingkungan
  • Baca Juga:
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Menjamin Hak Masyarakat Untuk Mewujudkan Udara Bersih
  • Musyawarah Keagamaan KUPI Tetapkan Hukum Pembiaran Sampah yang Mengancam Perempuan Adalah Haram
  • Melangkah Bersama untuk Pembebasan Perempuan: Refleksi Hari Perempuan Internasional 2023
    • Peran Komunitas Muslim Merawat Lingkungan
    • Inovasi dari Akar Rumput
    • Praktik Baik Mulai dari Diri Sendiri

Hentikan Pertikaian, Mulai Merawat Lingkungan

Saya meyakini setiap komunitas muslim, seperti NU, Muhammadiyah, LDII, Ahmadiyah, Syiah dll., memiliki perbedaan konsep teologi. Namun, setiap komunitas harus beranjak dari perdebatan yang menahun tersebut, yang tak jarang membuahkan kekerasan. Akhiri perdebatan itu dengan membingkainya ke dalam konsep kebanggaan Indonesia: pluralisme/keberagaman. Bukankah konsep agung itu masih berlaku di sini?

Baca Juga:

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Menjamin Hak Masyarakat Untuk Mewujudkan Udara Bersih

Musyawarah Keagamaan KUPI Tetapkan Hukum Pembiaran Sampah yang Mengancam Perempuan Adalah Haram

Melangkah Bersama untuk Pembebasan Perempuan: Refleksi Hari Perempuan Internasional 2023

“Perlombaan” selanjutnya adalah menciptakan inovasi untuk lingkungan. Setiap komunitas muslim memiliki sumber daya manusia yang berharga, dan masing-masing dapat berkontribusi terhadap kelestarian atau kehancuran alam—tergantung bagaimana komunitas merawatnya.

Di sinilah arena selanjutnya bagi setiap komunitas muslim untuk menelurkan ide-ide dalam penanganan kerusakan alam, yang di antaranya akibat pembangunan, energi kotor, deforestasi, dan industrialisasi.

Peran Komunitas Muslim Merawat Lingkungan

NU dan Muhammadiyah cukup responsif dalam menanggapi permasalahan lingkungan. Sejak Muktamar 1994, NU telah menunjukkan keberpihakannya terhadap lingkungan. Yakni dengan mengkategorikan pencemaran lingkungan (udara, tanah, dan air) yang menimbulkan kerusakan hukumnya haram, dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat). Begitu juga dengan Muhammadiyah yang memiliki Majelis Lingkungan Hidup (MLH) sejak 2003 (waktu itu LSPLH) untuk merespon persoalan lingkungan.

Terbaru, Muhammadiyah merespon krisis sosio-ekologis dan pelanggaran HAM yang terjadi di Wadas dengan membuat Policy Brief. Sedangkan NU, melalui basis pendidikan kulturalnya: pesantren Lirboyo, telah meluncurkan buku hasil bahtsul masail berjudul Bi’ah Progresif (2021).

Dua ormas Islam terbesar ini telah sama-sama menunjukkan kepeduliannya terhadap bagaimana cara merawat lingkungan, meski keduanya juga memiliki kedekatan politik dengan rezim yang saat ini tidak serius menangani krisis lingkungan.

Selain dua ormas tersebut, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017 juga memberi respon serius terhadap kerusakan lingkungan dengan mengeluarkan fatwa. Tentu, tanpa mengurangi semangat KUPI, respon mereka terhadap degradasi alam perlu dimatangkan lagi di kongres selanjutnya, bukan berhenti di fatwa. Mereka harus menelurkan bentuk aksi nyata dan keseriusan membangun jaringan peduli ligkungan dengan tambahan nilai gender.

Tindakan nyata ditunjukkan oleh LDII Kediri, yang memanfaatkan tenaga surya untuk memfasilitasi kebutuhan listrik di pesantren Wali Barokah. Ini adalah praktek riil komunitas muslim dalam mengurangi energi kotor batubara dengan beralih ke tenaga surya. Walaupun, pada hari-hari selanjutnya langkah tersebut berpotensi terkena imbas dari monopoli listrik oleh PLN.

Pendeknya, masing-masing komunitas muslim telah menaruh perhatian terhadap kondisi alam: meninggalkan antroposentrisme, lalu menjadikan manusia bagian dari ekosistem alam. Masing-masing berusaha menggerakkan individu melalui bermacam jalan, seperti fatwa, inovasi, dan program. Dan seharusnya, komunitas muslim dibingkai ke arah ini, bukan mempertebal sisi perbedaan identitasnya. Arena perlombaan mereka selanjutnya adalah menelurkan inovasi merawat lingkungan untuk mencegah kerusakan alam.

Inovasi dari Akar Rumput

Ketika struktur melambatkan gerakan peduli lingkungan karena harus melewati berbagai alur negosiasi, masyarakat akar rumput—kelompok atau pun individu—telah berlomba menciptakan terobosan merawat lingkungan.

Gerakan di luar struktur ini biasanya muncul karena dorongan kesadaran dan kedekatan spiritual dengan alam. Sehingga ketika ada yang tidak beres dengan alam, masyarakat akar rumput bergerak secara organik merawat alam. Bukan karena trend atau isu sedang hangat saja.

Misalnya Roy Murtadho yang mendirikan pesantren ekologi Misykat Al-Anwar di Bogor bersama istrinya Siti Barokah. Pendiriannya termotivasi oleh keinginan menciptakan pendidikan alternatif untuk menumbuhkan wawasan ekologis, humanis, berpikir kritis, berkeadilan gender, berjiwa sosial, inklusif, serta ahlussunnah wal jama’ah.

Kemudian ada Iskandar Waworuntu yang mengembangkan konsep “halal” dan “thayib” dalam penyajian makanan. Menurutnya, makanan yang halal dan thayib bukan sebatas ketika di atas meja atau mengucap bismillah sebelum menyembelih hewan.

Jauh sebelum itu, apakah makanan itu tertanam tanpa bahan kimia yang merusak bumi? Apakah tumbuhan tertanam hanya untuk kebutuhan konsumsi (industri)? Adakah penanaman yang khusus bagi keberlanjutan alam? Semua itu harus terlalui sebelum makanan masuk ke perut manusia.

Praktik Baik Mulai dari Diri Sendiri

Salah satu teman saya yang juga ambil bagian dalam “perlombaan” menyebarkan kesadaran merawat lingkungan, meski dengan keterbatasan akses dan sarana. Namanya Novi, seorang mahasiswi, ketua ranting IPPNU, aktivis lingkungan, sekaligus guru TPQ di balik PLTU Cilacap.

Bagi Novi, TPQ menjadi salah satu ruang penyaluran kesadaran lingkungan kepada anak-anak. Ia menggunakan metode bermain, seperti mengajak anak-anak bermain di sekitar rumah. Menurutnya dengan metode tersebut, “… mereka (anak-anak) akan cenderung lebih peduli ketika suatu saat nanti lingkungan mereka rusak … maka dengan sendirinya mereka juga akan memperjuangkan tempat mereka bermain (11/6).”

Novi juga menggunakan metode bercerita, memberi ruang kepada anak-anak untuk menceritakan pengalaman mereka bersama lingkungan sekitar. Ia meyakini bahwa dengan metode ini anak-anak akan lebih sadar dan paham sesuai dengan penggambaran mereka soal lingkungan. Tugas Novi sebagai guru setelah itu adalah mengilustrasikan kepada anak-anak kenapa lingkungan mereka berubah dan apa penyebabnya.

Peran yang dijalankan Novi bukan tanpa resiko. Ia harus menghadapi intimidasi dari petinggi TPQ, seperti ancaman dikeluarkan dari TPQ jika mengajari anak-anak isu lingkungan dan kaitannya dengan PLTU. Itu adalah salah satu alasan kenapa ia meracik metode baru dalam mengajar. Sebab, baginya, sebagai pengajar, ia memiliki kewajiban untuk mengajak anak-anak mengaji dan melestarikan lingkungan. []

Tags: FatwaKeadilan EkologisKerusakan AlamKupiMerawat LingkunganMuhammadiyahNUPerubahan Iklim
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

25 Maret 2023
Zakat bagi Korban

Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

25 Maret 2023
Puasa dan Intoleransi

Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

25 Maret 2023
Asy-Syifa Binti Abdullah

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

24 Maret 2023
Perceraian di Luar Pengadilan

Bagaimana Menghentikan Perceraian di Luar Pengadilan?

23 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ramadan Tiba, Kesehatan Gigi dan Mulut Harus Tetap Terjaga
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist