• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Merebut Tafsir; Pemaksaan Hubungan Seksual

Bagi saya "minuman keras" berupa ajaran ujaran dan narasi tentang kewajiban memenuhi kebutuhan seks, bukan hanya membuat pingsan perempuan, tetapi sekaligus menganggap lelaki tak punya akal dan pikiran

Lies Marcoes Natsir Lies Marcoes Natsir
14/01/2022
in Publik
0
Pemaksaan

Pemaksaan

228
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Lama saya diam terkait kekerasan seksual yang dilakukan RS di London yang menggemparkan dunia. Puluhan lelaki menjadi korban perkosaan yang dilakukan secara pengecut dengan menjebak korban masuk ke apartemennya. Jelas ini tindakan tanpa consent.

Saya menyimak  perdebatan dan waspada pada setiap pernyataan yang tendensius yang  menghubungkan antara prilakunya dengan orientasi seksnya dan latar belakang pengalamannya. Khusus terkait kajian tentang latar belakang pengalaman hidupnya yang pahit atau bahkan sampai pada pertanyaan  makanan yang ditelan Ibunya semasa hamil mengantarkan saya pada konsep “rasionalisasi  tindakan.”

Ketika saya belajar Medical Anthropology, ada satu sesi diskusi yang sangat menarik tentang “rasionalisasi tindakan kesehatan”. Ini menunjuk pada sebuah tindakan yang sebetulnya tidak masuk akal karena tidak ada hubungannya dengan kesehatan itu sendiri tetapi dianggap sebagai tindakan kesehatan.

Teman saya dari Bali mencontohkan. Agar tidak masuk angin, orang memasang topi dari saputangan yang ke empat ujungnya dibundel, atau menyilangkan tangan di dada ketika  naik motor tanpa jaket. Saya mencontohkan orang menyempungkan peniti ke dalam air hangat untuk mengobati cegukan. Demikianlah kami  pun tertawa cekikikan tiap kali teman berbagi “thick description” tentang sebuah tindakan yang merupakan ” rasionalisasi” atas  tindakan kesehatan.

Sekarang kita kembali ke isu RS.  Dalam pemahaman saya pertama-tama sejauh fakta persidangan ia melakukan kejahatan seksual dengan melakukan pemaksaan hubungan seks. Secara konseptual, setiap tindakan hubungan seks mau lelaki terhadap lelaki, lelaki terhadap perempuan, atau sebaliknya perempuan terhadap lelaki atau perempuan terhadap perempuan, dengan memanfaatkan power, imingi-iming, janji, atau ancaman itu adalah tindakan pemaksaan. Dan setiap pemaksaan dalam hubungan seks itu merupakan PERKOSAAN. Dalam teori feminist definisinya sangat jelas ” againts her/his will” titik.

Baca Juga:

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

Al-Qur’an Melarang Pemaksaan Pernikahan

Masalahnya, seperti dalam rasionalisasi tindakan kesehatan, orang lantas mencari-cari rasionalisasi dalam tindakan seksual: misalnya kalau lelaki kepada perempuan dalam kerangka perkawinan meskipun seluruh unsur pemaksaan terjadi, tindakan itu sulit sekali diartikan sebagai perkosaan.

Di titik ini  terjadi inkonsistensi atau blunder. Dalam kasus RS orang dengan mudah memahami ada unsur pemaksaan seperti pemberian minuman keras yang membuat korban pingsan, namun orang sulit sekali menerima bahwa pemaksaan bisa terjadi dalam bentuk apa saja yang membuat korbannya “pingsan”.

Sebagaimana dalam kasus pemaksaan hubungan seks antara  lelaki, dalam kasus hubungan pemaksaan antara lelaki dan perempuan kita berhadapan dengan suatu ruang rasionalisasi tindakan yang sangat luas. Dari mitos bahwa pada dasarnya perempuan senang dikondisikan, dipaksa sampai ke isu” suka sama suka”.

Salah satu rasionalisasi  tindakan yang  menurut saya lapisan-lapisannya sangat subtil, ragam dan dalam dan karenanya sangat sulit bagi perempuan untuk menghindarinya adalah soal  “kewajiban”. Mungkin ia tak dicekoki minuman keras sampai pingsan, tapi dia telah lebih dulu pingsan karena dicekoki oleh budaya, pandangan agama, Undang-undang yang membenarkan tindakan pemaksaan atas nama kewajiban.

Jika secara budaya perempuan senantiasa dijejali narasi bahwa  kalau tidak  memenuhi kewajibannya atau memberikan service yang baik, maka ada perempuan lain yang antri dihadapan suaminya, tentu saja pemaksaan akan dihapus dari laci kesadarannya. Bagi saya “minuman keras” berupa ajaran ujaran dan narasi tentang kewajiban memenuhi kebutuhan seks, bukan hanya membuat pingsan perempuan, tetapi sekaligus menganggap lelaki tak punya akal dan pikiran. []

Tags: ConsentPemaksaanseksualitas
Lies Marcoes Natsir

Lies Marcoes Natsir

Peneliti senior pada Kreasi Prasasti Perdamaian. Bisa dihubungi melalui Liesmarcoes17@gmail.com

Terkait Posts

COC

COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

18 Juli 2025
Sirkus

Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

17 Juli 2025
Disabilitas dan Kemiskinan

Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

17 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Zakat Profesi

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

16 Juli 2025
Representasi Difabel

Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penindasan Palestina

    Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID