• Login
  • Register
Rabu, 22 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Merefleksikan Kemerdekaan Perempuan Di Hari Kemerdekaan

Tulisan ini merupakan refleksi di momen kemerdekaan, “Apakah perempuan sudah merdeka hari ini, di negara yang katanya sudah merdeka?”

Irma Khairani Irma Khairani
26/08/2021
in Publik
0
Kemerdekaan

Kemerdekaan

115
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Mubadalah.id – Begitulah bunyi dari pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan dasar dalam kehidupan bernegara. Kemerdekaan wajib dimiliki dan dijamin kepada siapa pun, tak ada pengecualian, baik atas dasar ras, suku, bangsa, agama, bahkan jenis kelamin dan gender.

Sebetulnya, apa arti dari kemerdekaan itu? Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kemerdekaan adalah keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); kebebasan.

Jika berbicara mengenai kemerdekaan, tentunya kita sudah sama-sama tahu bahwa Indonesia telah merdeka sejak diikrarkannya Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus tahun 1945 oleh sang Proklamator Bapak Ir. Soekarno dan Bapak Moh. Hatta. Ya, sudah 76 tahun sejak saat itu Indonesia telah merdeka, lebih tepatnya merdeka dari penjajahan asing. Jika melihat realita yang ada, mari kita bersama-sama mengajukan pertanyaan “Apakah kita sudah benar-benar merdeka?”

Di momen kemerdekaan saat ini, saya ingin merefleksikan makna kemerdekaan itu secara riil, khususnya bagi perempuan. Sebagai seorang perempuan yang cukup sadar dengan realita yang ada, menjadi penting bagi saya untuk mengajukan sebuah pertanyaan “Apakah perempuan sudah merdeka hari ini di negara yang katanya sudah merdeka?”

Sejak sebelum kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia, perjuangan perempuan sudah berlangsung. Pada abad ke-19 perjuangan telah dilakukan oleh beberapa tokoh seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika, dan Rohana Kudus. Saat itu, perjuangan yang dilakukan berfokus pada perjuangan hak bagi perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Baca Juga:

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Kemudian, pada awal abad ke-20 lahir organisasi-organisasi perempuan seperti Poetri Mardika (1912), Keutamaan Isteri (1913), Aisyiyah (1917), dan beberapa organisasi perempuan lainnya. Di masa ini, perjuangan perempuan masih berfokus pada hak perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan juga beberapa isu lainnya seperti mendorong penghapusan ketidakadilan bagi perempuan dalam keluarga dan masyarakat, serta hak-hak perempuan lainnya sebagai upaya menjunjung harkat dan martabat perempuan. Perjuangan banyak dilakukan melalui surat kabar yang didirikan oleh masing-masing organisasi.

Perjuangan tersebut masih berlangsung, bahkan sampai saat ini di era reformasi. Isu-isu yang diperjuangkan pun semakin beragam. Adanya reformasi pada tahun 1998, nyatanya tak begitu saja berdampak terhadap kemerdekaan perempuan. Indonesia yang menganut sistem demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tak dapat menjamin setaranya akses yang diberikan terhadap setiap warga negara. Bahkan, lebih parahnya lagi, ketika akses yang diberikan sudah setara, nyatanya tak menjamin bagi perempuan dapat benar-benar merasakan kemerdekaannya. Perempuan justru merasakan ketidakadilan yang semakin berlapis.

Apakah kamu pernah, sebagai perempuan, dihujani banyak stigma oleh masyarakat bahkan orang-orang terdekatmu? Saya sendiri pernah, bahkan sering merasakannya. Saya merupakan seorang perempuan yang memiliki kesempatan untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Semasa kuliah, beberapa waktu saya menyempatkan untuk berkunjung ke rumah tante, karena rumahnya cukup dekat dari kampus.

Sebagai seorang ponakan yang baik, saya berusaha untuk membantu tante dalam mengerjakan beberapa pekerjaan rumah. Ketika saya mencoba untuk membantu memasak, tante melihat tangan saya kaku pada saat mengiris bawang-bawangan, ia pun berkomentar “Duh kamu, tangannya kok kaku banget sih. Ketahuan ya ngga pernah masak di rumah. Kamu boleh sekolah tinggi, tapi jangan lupa kodrat, nanti kalau sudah nikah kamu tetap harus bisa masak untuk suamimu.” Saya tercengang.

Begitulah realitanya, meskipun saat ini akses pendidikan sudah lebih terbuka, tak menjamin runtuhnya konstruksi pola pikir masyarakat yang keliru terhadap perempuan. Bahkan ketika perempuan sudah berhasil dalam karirnya, dia tetap rentan mendapat stigma. Stigma tersebut seperti “Meskipun berpendidikan, nantinya perempuan tetap harus bisa memasak, membersihkan rumah dengan baik”, “Jangan sekolah tinggi-tinggi, nanti tidak ada yang berani mendekati”, “Kerja terus, nanti suami pergi, lho”, “Kerja terus, nanti anakmu nggak keurus, lho”, dan masih banyak stigma lainnya.

Lebel negatif tersebut sangat berdampak terhadap perempuan. Perempuan yang menyibukkan diri di ranah publik, kerap diragukan, kalaupun tidak, perempuan terpaksa harus menerima beban ganda; perfect di ranah domestik, juga perfect di ranah publik. Padahal, perempuan sebagai manusia, pastinya memiliki batasan energi dan kemampuan, dengan memaksakan perempuan untuk bisa perfect di segala ranah, itu sangat menyengsarakan.

Sebetulnya, beban berlapis yang dirasakan oleh perempuan bisa dihindari jika kita berada di lingkungan yang menjalani kehidupannya dengan prinsip kesalingan. Dengan meyakini bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran dan fungsi yang sama baik dalam masyarakat, keluarga, dan sebagai individu, akan sangat berdampak terhadap keberlangsungan hidup perempuan.

Tapi, tak hanya tentang stigma, saya masih punya cerita lainnya. Ketika sedang menjalankan program magang di salah satu lembaga pemerintah, pernah satu kali saya merasa terancam dan dilecehkan oleh salah satu atasan saya; laki-laki. Saya dipanggil seorang diri ke dalam sebuah ruangan, kami mengobrol selama lima belas menit, dari tatapannya kepada saya, membuat saya merasa terancam dan tidak nyaman. Lalu, saat saya membuka pintu untuk keluar, tiba-tiba pundak saya diraba dari belakang tanpa persetujuan. Saya pun bergegas keluar.

Tak hanya saya, teman kuliah saya yang berada di tempat magang berbeda pun mengalami pelecehan. Dia bercerita, salah satu atasannya; laki-laki, mengirim pesan bertanya apakah teman saya akan datang ke kantor dengan nada yang sangat seksis. Teman saya pun merasa ketakutan dan terancam.

Cerita ini baru bersumber dari perempuan yang sedang magang, masih banyak cerita-cerita pelecehan atau kekerasan seksual lainnya yang dirasakan oleh perempuan di berbagai tempat. Seperti niat awal, bahwa tulisan ini merupakan refleksi bagi perempuan di momen kemerdekaan Indonesia, saya ingin mengulang pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya “Apakah perempuan sudah merdeka hari ini di negara yang katanya sudah merdeka?” Mari kita renungi bersama-sama. []

Tags: Gendergerakan perempuanIndonesiakeadilankemerdekaanKesetaraanperempuan
Irma Khairani

Irma Khairani

Irma telah rampung menamatkan studi sarjana Ilmu Politik di Universitas Nasional. Isu gender, pendidikan, dan politik adalah minatnya, saat ini aktif di komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Kekerasan Simbolik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

16 Maret 2023
Berbuat Baik pada Non Muslim

Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kerja Istri

    Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist