Mubadalah.id – Ketika seorang anak nakal, kemudian siapa yang paling berperan dalam akhlak anak? Seringkali kita melihat ketika anak sering berkata kotor, melawan kepada orang tua, atau bahkan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama sehingga membawa anak tersebut ke jeruji besi. Yang terlontar dalam pikiran masyarakat, karena kesalahan lingkungan.
Lalu, bagaimana bisa keluarga yang merupakan pendidikan pertama dan seyogyanya seorang anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga tetapi yang dominan dalam pembentukan karakternya adalah lingkungan? Mari bersama-sama belajar berbenah dari diri sendiri, dan berhenti menyalahkan orang lain.
Keluarga merupakan tempat paling utama dalam pembentukan akhlak anak. Semasa kecil anak lebih mudah menirukan hal-hal yang dilihatnya. Dengan kata lain, orang tua sangatlah berperan penting dalam menjadikan siapa dan bagaimana anak kelak di masa depan.
Anak merupakan amanah terindah dari Allah sehingga harus dididik untuk menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa. Anak terlahir fitrah bagaikan kertas putih, dan orang tua sebagai tintanya yang akan menorehkan kebaikan atau keburukan diatas kertas itu.
Pernyataan ini sebagaimana hadist Rasulullah Saw, “Sesungguhnya setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orangtuanyalah yang akan menjadikan anak tersebut yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”.
Keberhasilan dan masa depan anak tergantung bagaimana peran orang tua, mendidik dan mengasuhnya dari kecil. Anak terlahir memiliki potensi yang kemudian orangtua yang berperan dalam mengoptimalkan potensi itu. Mendidik anak dengan baik sesuai tuntunan al-Qur’an dan hadits, sehingga menjadi anak yang berbakti kepada agama, negara dan orang tua yang bertujuan surga, sedangkan tidak mengindahkan pendidikan anak berakibat pada ladang neraka. Hal ini juga dipertegas dalam firman Allah dalam Surah At-Tahrim ayat 6.
“Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Pertama, Menjadi Teladan yang baik bagi anak. Orang tua hendaknya memerhatikan segala aktivitasnya sesuai tuntunan Islam sehingga anak yang melihat dapat menirukan perbuatan baiknya. Seorang anak yang terlahir fitrah, ia akan mampu melakukan kebaikan atau keburukan selama ia melihat teladan dari nilai-nilai moral orangtua. Bisa dipastikan bahwa orangtua merupakan pengaruh paling dominan dalam pembentukan akhlak anak. Keteladanan diakui sebagai cara terbaik dalam mendidik anak.
Rasulullah saw memerintahkan kepada setiap orang tua agar mengerjakan perintah-perintah Allah swt dan sunnah Rasul-Nya dalam sikap dan perilaku sehingga ia menjadi suri teladan bagi anaknya, seperti bersikap jujur, sholat tepat waktu, berbakti kepada orangtua, menjaga lisan dengan perkataan yang baik, berbuat baik dan saling tolong-menolong sesama tetangga, tidak mencuri, tidak menyakiti hati orang lain, dan sebagainya.
Jika hal ini sudah dicontohkan orang tua terhadap anak sedari kecil, maka ketika dewasa kelak anak akan menirukan perbuatan orang tua. Anak yang shalih dapat dibentuk oleh orang yang membesarkannya juga shalih. Apapun perkembangannya, anak-anak sangat dipengaruhi oleh kepribadian dan tingkah laku orang tua dalam keluarga.
Anak cenderung meniru perbuatan orang tua ketika orang tua berbicara kotor maka anak juga akan berbicara kotor, sebaliknya jika orang tua senantiasa berbicara sopan maka anak juga berbicara sopan. Maka kemudian menjadi sangat lucu ketika anaknya dimarahi karena melawan orangtua dan berkata kotor padahal anak meniru perbuatan orangtuanya.
Karakter yang sudah tertanam dari kecil akan sulit dirubah ketika sudah dewasa kelak. Untuk itu, dibutuhkan peran penting orang tua dalam parenting dan pendidikan anak sebagai guru pertama dalam rumah tangga, untuk benar-benar memberikan contoh perbuatan-perbuatan yang baik.
Menjadi orang tua yang dapat menuntun menuju jannah-Nya tidak terdapat sekolahnya. Sehingga membutuhkan kesadaran diri untuk terus memperbaiki diri dengan ilmu tentang cara-cara menjadi orangtua ideal seperti yang diajarkan Rasulullah.
Orang tua yang mempunyai pendidikan sekalipun diajarkan untuk menjadi ahli di bidang masing-masing dan lebih menyibukkan untuk bekerja daripada mendidik anaknya karena sudah merasa pendidikan anak cukup di sekolah. Alhasil, orangtua lupa dan gagal dalam menjadi sekolah yang paling utama dalam membentuk karakter anak dan masa depannya.
Kedua. Tidak Membedakan Kasih Sayang pada Anak. Kasih sayang yang diberikan orang tua pada anak yang pertama harus sama dengan anak kedua dan seterusnya. Sikap adil orang tua terhadap anak akan menambah kerukunan anak sesama saudara dan menjauhkan paradigma membeda-bedakan perlakuan anak.
Sikap ini senantiasa dilakukan secara konsisten meskipun seiring pertumbuhan anak akan berbeda karakter, kecerdasannya, dan bentuk fisiknya. Tentunya, semua anak mengharapkan sikap adil demikian dalam kasih sayang yang sangat berpengaruh terhadap sikap berbakti dan ketaatan anak kepada orang tua.
Tidak jarang terjadi di lingkungan ketika seorang anak merasa orangtuanya memberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih kepada saudaranya akan membuat sang anak melakukan perbuatan keji dan membenci. Sehingga dari perasaan ini anak timbul konflik sesama saudara.
Oleh karena itu, Rasulullah saw mewasiatkan kepada orang tua untuk selalu berlaku adil dalam segala hal, baik dalam kasih sayang, pemberian hadiah, pembagian warisan, dan lainnya untuk menghidari hal-hal buruk yang tidak diinginkan, sebagaimana hadist yang berbunyi: “Bersikap adillah terhadap anak-anak kalian, bersikap adillah terhadap anak-anak kalian, bersikap adillah terhadap anak-anak kalian”.
Di dalam keluarga hendaknya memiliki aturan atau norma-norma yang sudah disepakati bersama dan harus dipatuhi dengan bertujuan kerukunan dan keshalihan antar anggota keluarga. Di samping norma ini terdapat ganjaran bagi yang melaksanakan dan hukuman bagi yang melanggar. Dalam hal ini dibutuhkan peran orangtua agar bersikap adil pada siapa saja yang seharusnya mendapat ganjaran atau sebaliknya hukuman.
Ketiga. Mempererat Ikatan Melalui Do’a. Karena do’a merupakan cara terbaik dalam meraih kesuksesan. Kesuksesan dalam hal ini berarti kebahagiaan keluarga dan memiliki anak yang shalih dan shalihah. Do’a orang tua terutama do’a seorang ibu sarat dengan kemustajaban.
Dengan doa orang tua terhadap anaknya akan menumbuhkan rasa kasih sayang yang semakin berasa, rasa cinta yang semakin kuat di hati, sehingga keduanya akan semakin patuh, beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan berusaha dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal ini akan berdampak pada anak yang sebaliknya juga akan saling mendo’akan orangtuanya, semakin besar rasa kasih sayangnya kepada orang tua, semakin kuat rasa cintanya dan berusaha berbakti kepada orangtua.
Hendaklah orang tua selalu mendo’akan kebaikan untuk anaknya. Seorang anak mendambakan do’a mustajab orang tua dan merupakan hadiah terbaik untuk anak agar sukses di dunia dan akhirat dengan ridha-Nya dan ridha orang tua pula. []