Judul: Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik
Penulis: Faqihuddin Abdul Kodir
Cetakan 1, Desember 2022. M./Jumadil Awal 1444. H.
Jumlah Halaman: 178 halaman
Penerbit: Afkaruna.id
Mubadalah.id – Kemarin ketika saya membaca buku karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir yang berjudul “Perempuan (Bukan) Makhlum Domestik”, saya tertarik dengan tema tentang teladan Nabi Muhammad Saw dalam mengelola rumah tangga.
Kita tau bahwa perbedaan pola asuh, lingkungan, budaya, kebiasaan, serta adat istiadat akan mempengaruhi pada prinsip dan nilai-nilai yang seseorang pegang. Termasuk ketika sudah menikah dan punya anak.
Dengan perbedaan ini pasti akan muncul perbedaan selera dan keinginan dalam mengurus rumah tangga. Jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan ini pasti akan melahirkan ketegangan, perdebatan, dan konflik. Dan bagi sebagian orang yang tidak mampu mengelolanya, konflik ini bisa berujung kekerasan.
Padahal menurut Kiai Faqih dalam buku “Perempuan (Bukan) Makhlum Domestik”, perbedaan dan perdebatan antara suami istri mestinya tidak memunculkan duri yang melukai salah satu pihak.
Sebaliknya, perbedaan pendapat dalam rumah tangga harusnya dapat dikelola untuk menemukan landasan saling memahami, dan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Masih dalam nafas yang sama, kiai Faqih juga menyampaikan bahwa perbedaan mestinya dapat menumbuhkan semangat untuk saling memahami. Sehingga pernikahan tersebut terus terbangun dengan tetap saling memberi kasih sayang dan cinta.
Kira-kira ini lah yang diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam rumah tangga Nabi, sebagaimana dikisahkan, baik dalam banyak Hadis maupun dalam sirah Nabi Saw, perbedaan dan perdebatan itu biasa juga terjadi.
Tidak dengan Kekerasan
Namun, perbedaan pendapat ini ternyata tidak melahirkan kekerasan. Dalam konflik rumah tangga, Nabi tidak pernah menggunakan cara kekerasan.
Dalam beberapa ayat al-Qur’an seperti dalam QS. al-Ahzab (33): 28-29 dan QS. al-Tahrim (66) 1-5 Allah Swt. menggambarkan kehidupan rumah tangga Rasulullah yang tidak luput dari perdebatan dan perselisihan.
Lebih khusus hubungan antara Aisyah r.a. dan Hafsah r.a. sebagai sesama istri, dan hubungan antara Nabi Saw. sebagai suami dengan istri-istrinya.
Alih-alih melakukan tindakan yang menyakiti istri-istrinya itu, Nabi Saw. atas saran wahyu Allah Swt. (QS. al-Ahzab (33): 28-29), malah memberi kebebasan kepada mereka untuk memilih hidup dengan Nabi Saw. Atau hidup bebas tanpa ikatan dengan Nabi Saw.
Kisah konflik dalam keluarga Nabi Saw. tersebut juga terekam dalam beberapa Hadis. Terutama dengan kisah Aisyah r.a. dan Hafsah r.a. sampai orangtua mereka turun tangan (Shahih al-Bukhari, no. 4962).
Nabi Saw. tak sedikit menghadapi berbagai perilaku para istri yang tidak sesuai dengan keinginan beliau. Akan tetapi, beliau selalu mengatasinya dengan bijaksana.
Salah satunya, misalnya, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir dan menentukan sikap didasarkan atas pilihan mereka sendiri (QS. al-Ahzab (33): 28-29).
Tidak Berkata Kasar
Dalam konflik rumah tangga, Nabi tidak pernah mengeluarkan kata-kata kasar, apalagi melakukan kekerasan. Paling jauh, Nabi memilih keluar rumah meninggalkan istrinya dan memilih tinggal di dalam masjid selama satu bulan.
Bahkan Aiyah r.a juga menyampaikan bahwa dalam konflik apapun Nabi tidak pernah memukul perempuan. Hal ini tergambar dalam sebuah hadis yang artinya:
Dari Aisyah r.a. berkata: “Rasulullah Saw. tidak pernah memukul, sekalipun, dengan tangannya, tidak kepada perempuan (istri), tidak juga kepada pelayan.” (Shahih Muslim, no. 6195).
Jadi, udah semestinya nih semua umat Nabi ikut meneladani hal-hal apa saja yang sudah dicontohkan, termasuk tentang mengatasi konflik rumah tangga. Komitmen anti kekerasan itu sunah Nabi, yang harus diikuti oleh siapa saja yang ngaku cinta pada beliau.
Sebab, rumah tangga yang suami istri landasi dengan komitmen anti kekerasan, akan mudah mencapai tujuan pernikahan yaitu, sakinah, mawadah dan rahmah. []