• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Nailah binti al-Farafishah, Istri Utsman yang Cerdas dan Pandai Bersyair

Setelah kematian Utsman, Nailah menjelma perempuan yang selalu patah hati. Ia tak menyisakan ruang sedikit pun dalam hatinya kecuali untuk Utsman, bahkan saat ia sudah tiada

Musyfiqur Rahman Musyfiqur Rahman
06/01/2023
in Figur, Rekomendasi
0
Nailah binti al-Farafishah

Nailah binti al-Farafishah

2.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tak banyak orang yang mengenal sosok Nailah binti al-Farafishah, istri khalifah Utsman bin Affan. Dalam banyak buku sirah klasik, nama Nailah kerap kali tersebutkan ketika peristiwa pembunuhan Utsman. Dalam tragedi tersebut, Nailah menjadi saksi sekaligus menjadi pendamping paling setia pada detik-detik terakhir Utsman terbantai secara biadab.

Meskipun dia perempuan cerdas dan fasih dalam bersyair, namun tak ada riwayat yang menyebutkan perihal kapasitas keilmuannya dalam Islam, seperti dalam al-Qur’an dan Hadis.

Bernama lengkap Nailah binti al-Farafishah bin al-Ahwash bin ‘Amr bin Tsa’labah bin al-Harits al-Kalbi. Menurut Ibnu Mandzur dalam Mukhtashar Tarikh Dimasyq, dalam bahasa Arab, hanya nama al-Farafishah bin al-Ahwash yang fa’-nya dibaca fathah (الفَرافصة), selainnya dibaca dhammah, yaitu al-Furafishah (الفُرافصة). Jadi yang benar adalah Nailah binti al-Farafishah, bukan Nailah binti al-Furafishah seperti yang disebut oleh sejumlah penulis.

Nailah lahir dan dibesarkan dalam keluarga Kristen dari Bani Kalb di Kufah. Takdir Nailah diperistrikan oleh khalifah Utsman bermula saat Utsman mendengar kabar bahwa gubernur Kufah, Said bin al-‘Ash baru menikahi seorang perempuan bernama Hindun binti al-Farafishah yang tak lain adalah saudari Nailah.

Utsman lalu berkirim surat pada Said bin al-‘Ash seperti yang dilansir oleh Ibnu Mandzur, “Aku mendengar kabar kalau kamu menikah dengan seorang perempuan, beri tahu padaku nasab dan parasnya. Dan kalau istrimu punya saudara perempuan, nikahkan denganku.” Kata Utsman dalam suratnya.

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Sang gubernur pun langsung menemui al-Farafishah dan memintanya untuk menikahkan putrinya dengan khalifah. Berhubung al-Farafishah sendiri masih beragama Kristen, ia memerintahkan putranya yang sudah beragama Islam, bernama Dhabb bin al-Farafishah untuk menikahkan saudara perempuannya, Nailah, dan membawanya kepada khalifah di Madinah.

Nailah Bersyair

Pada saat keberangkatannya bersama Dhabb menuju Madinah, di hadapan keluarga besarnya, Nailah bersyair dengan sedih. Syairnya dikutip oleh Ibnu al-Jauzi dalam al-Muntadzam:

أحقاً تراه اليوم يا ضب أنني

مصاحبة نحو المدينة أركبا

 

أما كان في فتيان حصن بن ضمضم

لك الويل ما يغني الخباء المحجبا

 

قضى اللّه حقاً أن تموتي غريبة

بيثرب لا تلقين أماً ولا أبا

Wahai Dhabb, benarkah hari ini aku

Akan bersamamu menuju Madinah?

Tidakkah masih ada pemuda-pemuda Hashan bin Dhamdham (maksudnya adalah sepupu-sepupunya)

Celakalah kamu atas apa yamg kamu tutup-tutupi (dariku)

 Semoga Allah mentakdirkanmu mati sebagai orang asing

Di tanah Yatsrib dan tak berjumpa ayah dan ibu

Kesedihan Nailah

Sangat berat sekali bagi Nailah untuk pergi jauh meninggalkan keluarga besarnya. Kepedihan itu sangat tampak dalam syairnya. Sebelum melepas sang putri, al-Farafishah memberi pesan untuknya agar ia bisa menjaga diri dan senantiasa bersikap baik, terutama saat berinteraksi dengan para wanita Quraisy di Madinah. Pesan penting tersebut Nailah jalankan dengan baik, sehingga ia menjadi salah satu perempuan paling beruntung bisa bersanding dengan khalifah.

Dalam Tarikh al-Madinah, Ibnu Syabbah mengatakan bahwa saat Utsman menikahi Nailah, ia masih beragama Kristen. Ia baru masuk Islam pada saat pertama kali menghadap Utsman. Ada juga yang mengatakan bahwa Nailah masuk Islam sebelum malam pertama bersama Utsman.  Namun pendapat lain mengatakan bahwa Nailah masuk Islam atas bimbingan Aisyah, istri Rasulullah.

Malam pertama pernikahan Utsman dan Nailah merupakan malam pertama yang unik. Pasalnya, saat Utsman melepas sorbannya, tampaklah botak kepalanya. Ia pun berucap, “Kau mungkin tak suka melihat kepalaku yang mulai botak karena usia. Apakah aku yang akan menghampirimu atau kamu yang menghampiruku.”

Nailah semula terdiam, kemudian menjawab, “Aku adalah perempuan yang suka lelaki yang botak. Adapun pertanyaanmu yang kedua, biarlah aku yang akan menghampirimu. Karena jarak yang aku tempuh dari pedalaman padang sahara tidaklah lebih jauh dari jarak antara aku dan dirimu.”

Sejak interaksi pada malam pertama dengan Utsman yang jauh puluhan tahu lebih tua darinya, cinta yang tulus tumbuh dalam hati Nailah. Kelembutan sifat-sifat Utsman perlahan membuat Nailah semakin cinta pada sang suami. Banyak pelajaran dan kebijaksanaan ia peroleh dari suami. Kecerdasan dan kefasihannya semakin terasah dalam rumah tangga yang penuh cinta.

Kisah Kecerdasan Nailah

Salah satu kisah kecerdasan Nailah yang banyak terrekam dalam kitab-kitab sejarah klasik seperti Tarikh al-Thabari, adalah pada saat ia berdebat dengan Marwan bin al-Hakam, sepupu khalifah Utsman yang bertindak ceroboh dalam urusan pemerintahan. Sehingga tindakan Marwan menjadikan Utsman berada dalam posisi yang serba sulit saat peristiwa pengepungan oleh para pemberontak.

Sayangnya Nailah harus menjadi saksi atas brutalitas para pemberontak yang menumpahkan darah Utsman. Pada detik-detik tragedi inilah Nailah menunjukkan rasa setianya yang paling tulis pada sang suami sehingga namanya tercatat dengan tinta emas dalam lembaran-lembaran sejarah.

Nailah berusaha menyelamatkan Utsman dengan segala daya yang ia punya, yaitu pada saat Qutarah bin Fulan al-Sukuni dan Sudan bin Humran al-Sukuni (dua sosok yang oleh al-Thabari disebut sebagai pembunuh Utsman) hendak menebas kepala khalifah, Nailah binti al-Farafishah menghadang mereka untuk melindungi suami tercinta sehingga jemarinya terkena tebasan pedang mereka. Lalu dengan sangat brutal mereka membantai Utsman yang sudah tak berdaya.

Setelah kematian Utsman, Nailah menjelma perempuan yang selalu patah hati. Ia tak menyisakan ruang sedikit pun dalam hatinya kecuali untuk Utsman, bahkan saat ia sudah tiada. Nailah menjalani hidup seorang diri, dan tak pernah menikah lagi. Bahkan lamaran dari Mu’awiyah pun ia tolak mentah-mentah. Itulah sosok Nailah binti al-Farafishah, perempuan yang cerdas, setia dan pandai bersyair. Wallahua’lam. []

Tags: islamkhalifahNailah binti al-FarafishahSahabat Utsmansejarah
Musyfiqur Rahman

Musyfiqur Rahman

Penerjemah dan Peminat Kajian Budaya dan Geopolitik Dunia Arab dan Kajian Keislaman Kontemporer

Terkait Posts

Ulama perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

24 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Umat Bertanya Ulama Menjawab

    Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version