• Login
  • Register
Minggu, 11 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Natal yang Sunyi di Palestina

Berbagai aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas masyarakat di Betlehem terhadap saudara setanah air mereka yang ada di Gaza

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
27/12/2023
in Featured, Publik
0
Natal yang Sunyi

Natal yang Sunyi

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Betlehem merupakan sebuah kota di bagian barat Palestina (West Bank).  Kota Betlehem menjadi bagian penting dalam setiap perayaan Natal. Sebab di kota suci itulah Yesus Kristus diyakini telah lahir ke dunia oleh umat Kristiani. Oleh karena itu tidak heran jika setiap tahun Kota Betlehem menjadi pusat perayaan dan menjadi destinasi peziarah dari seluruh dunia.

Betlehem dan Natal yang Sunyi

Perayaan Natal di kota itu biasanya sangat meriah. Jalan-jalan di kota tersebut  akan dihiasi dengan lampu-lampu dan ornament khas natal. Juga terdapat pohon natal raksasa di Manager Square. Selain itu juga akan diadakan parade dan berbagai ritual keagamaan untuk  menyambut hari Istimewa tersebut.

Namun Natal di Betlehem tahun ini sangatlah berbeda. Ia tampak sunyi dan suram. Tidak ada pohon natal, tidak ada dekorasi, kembang api, apalagi parade yang meriah. Mereka hanya menyanyikan lagu-lagu pujian sambil membawa lilin dan memanjatkan doa-doa untuk kedamaian di Gaza. Pihak gereja juga menempatkan patung-patung tradisional yang mewakili keluarga suci di tengah puing-puing dan kawat berduri.

Gereja Lutheran bahkan memutuskan untuk membuat dekorasi Natal kali ini  akan menunjukan realitas keadaan di Gaza. Dalam sebuah tangkapan foto oleh al-Jazera, tampak sebuah patung bayi Yesus yang ditempatkan di atas reruntuhan puing dengan ditutupi oleh kafiyeh khas Palestina.

“Jika Kristus lahir hari ini, dia akan lahir di bawah reruntuhan dan penembakan Israel.” Tutur seorang Pastur Gereja Lutheran, Munther Isaac.

Bentuk Solidaritas

Berbagai aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas masyarakat di Betlehem terhadap saudara setanah air mereka yang ada di Gaza. Apa yang Gereja Lutheran lakukan merupakan representasi menyedihkan dari penderitaan anak-anak Gaza  yang terkubur di bawah puing-puing rumah mereka akibat pengeboman Israel yang tak kunjung berhenti.

Baca Juga:

Pesan dan Harapan Perdamaian dalam Perayaan Dua Paskah di Tanah Suci Palestina

Evakuasi Warga Palestina, Antara Solidaritas dan Potensi Kehilangan Identitas

Kenapa Amerika Serikat Membela Israel Habis-habisan?

Dilema Kemanusiaan: Antara Kebakaran California dengan Genosida Palestina

Tidak hanya Betlehem berbagai  Pemimpin Gereja di seluruh wilayah West Bank dan negara-negara sekitar juga ikut membatalkan perayaaan Natal tahun ini sebagai bentuk solidaritas  dan dukungan terhadap warga Palestina di Gaza serta  kecaman atas kebiadaban militer Israel.

Pemimpin Gereja di Yerusalem telah mengajak umat kristiani di Tanah Suci untuk menahan diri dari kegiatan Natal yang berlebihan. Seruan tersebut juga datang dari Gereja-Gereja Katholik di Galilea dan Dewan Gereja Injili Lokal di Tanah Suci.

Pada 2 Desember 2023 Dewan Pemimpin Gereja di Yordania juga mengumumkan pembatalan Natal sebagai bentuk penghormatan  terhadap para Korban. Hal yang sama juga dilakukan para pimpinan Gereja dari Suriah. Gereja Katolik Suriyah bersama Gereja Ortodoks Yunani, Gereja Ortodoks Suriyah, dan Patriark Gereja Katolik Yunani Melkit, mengumumkan pembatalan perayaan Natal dan hanya membatasi pada upacara keagamaan.

Gereja-gereja yang Dihancurkan

Seperti yang kita ketahui, bahwa militer Israel tidak hanya menyerang pemukiman sipil dan bangunan-bangunan vital seperti rumah sakit, sekolah dan tempat industri. Mereka bahkan menyerang rumah-rumah ibadah serta  situs-situs bersejarah. Sebagai daerah yang memiliki akar historis dari tiga agama (Islam, Kristen, Yahudi), Palestina memiliki berbagai peninggalan sejarah yang sangat penting.

Kementerian Kebudayaan Palestina melaporkan bahwa sejak agresi pada 7 Oktober 2023 lalu, militer Israel telah menghancurkan belasan situs arkeologi dan rumah-rumah kuno. Delapan museum termasuk museum Rafah, Museum Al-Qarara, dan Museum Khan Yunis telah menjadi sasaran serangan, bersamaan dengan kota-kota tua Gaza yang hancur.

Sementara itu, menurut Kementerian Dalam Negeri Palestina, tercatat sudah  7 gereja dan puluhan masjid telah mengalami kerusakan akibat serangan. Salah satunya adalah Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrus yang merupakan gereja tertua di Jalur Gaza.

Gereja tersebut mendapat serangan militer Israel pada 19 Oktober lalu.  Yang mana, gereja tersebut telah menjadi tempat pengungsian sementara bagi warga setempat sejak agresi militer Israel di Jalur Gaza, akibatnya belasan orang tewas dan puluhan lainya terluka.

Selain Gereja Saint Porphyrus, ada juga Gereja Bizantium yang juga mengalami kehancuran total. Gereja tersebut dibangun pada zaman Bizantium dan terletak di Kota Jabalia, sebelah utara Jalur Gaza. Berusia sekitar 1600 tahun dan berasal dari tahun 444 Masehi. Gereja tersebut merupakan situs arkeologi terpenting di Jalur Gaza dan salah satu landmark paling menonjol di Levant secara umum. Di dalamnya terdapat 16 naskah pendirian dalam bahas Yunani kuno.

Sedangkan untuk kerusakan terhadap masjid, jumlahnya tentu lebih banyak mengingat populasi masyarakat muslim yang mejadi mayoritas di Palestina. Salah satu masjid  yang sempat menjadi sorotan adalah Masjid Oemar bin Qashar yang dibangun pada tahun 620 H (1220 M). Masjid tersebut merupakan masjid tertua sekaligus situs arkeologi yang sangat penting bagi masyarakat setempat.

Bukan Konflik Agama

Memandang Palestina sebagai negara di Timur Tengah dengan mayoritas penduduk muslim, beserta histori konfliknya dengan Israel yang notabene keturunan Yahudi,  sebagian orang akan mengatakan bahwa pembantaian di Gaza merupakan buah dari konflik Islam-Yahudi. Mereka melupakan umat Kristen Palestina yang juga terdampak serangan. Mereka juga melupakan bagaimana solidaritas umat beragama Palestina yang telah terbangun kuat.

Seandainya saja mau menilik sejarah Palestina lebih jauh, kita akan mendapati bahwa Palestina telah menjadi rumah dari tiga agama di mana mereka hidup damai di dalamya. Sayangnya, kolonialisme Barat dan Zionisme Yahudi mulai mengusik kerukunan tersebut.

Mereka berusaha mendirikan negara Israel dengan melakukan pendudukan terhadap tanah Palestina. Lebih buruk dari itu, Ideologi zionis yang sangat eksklusif dan dibalut berbagai kepentingan politik telah mencederai nilai-nilai kemanusian terhadap warga Palestina.

Membuka Mata Dunia

Blockade jalur Gaza selama puluhan tahun telah membawa kesengsaraan yang luar biasa terhadap warga Palestina. Bahkan sebelum serangan 7 Oktober oleh pejuang Palestina yang mereka sebut sebagai teroris, Warga Palestina telah mengalami pendudukan selama 75 tahun. Dunia seakan alpha dari fakta pendudukan zionis dan terdikte dengan narasi teroris.

Namun saat ini mata dunia mulai terbuka. Melalui kamera para journalist yang senantiasa mempertaruhkan nyawanya di Jalur Gaza, kita dapat melihat bagaimana tentara zionis  telah menghancurkan kota Gaza dengan serangan udara secara massif.

Mereka tidak lagi memperdulikan nasib warga sipil yang menjadi martir, kehilangan rumah dan kelaparan. Zionis bahkan telah mengabaikan seluruh hukum humaniter dengan menyerang rumah ibadah, situs sejarah, fasilitas Kesehatan, tim medis bahkan para jurnalis. Tidak hanya itu, kamp pengungsian yang menjadi tempat berlindung warga sipil juga tak luput dari serangan.

Selain melakukan pembunuhan secara langsung melalui serangan udara, pendudukan zionis juga turut membunuh warga sipil secara perlahan. Mereka mengalirkan air yang tercemar, memutus aliran listrik dan internet, menghancurkan satu-satunya pabrik roti, bahkan menghambat bantuan kemanusiaan yang akan masuk.

Melihat berbagai fakta tersebut dan mengingat Jumlah korban jiwa yang kini telah menyentuh angka 20.000 hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, kiranya akan lebih tepat untuk  kita menyebutnya sebagai Genosida, alih-alih menyebutnya konflik agama. []

Tags: BetlehemIsraelJalur GazaNatal yang SunyiPalestina
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Hari Raya Waisak

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

10 Mei 2025
Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Jukir Difabel

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

6 Mei 2025
Budaya Seksisme

Budaya Seksisme: Akar Kekerasan Seksual yang Kerap Diabaikan

6 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bekerja adalah

    Bekerja adalah Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tidak Ada Cinta bagi Arivia
  • Menyusui adalah Pekerjaan Mulia
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak
  • Bekerja adalah Ibadah
  • Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version