Mubadalah.id – Pada zamannya, Nazhirah Zainuddin boleh jadi merupakan satu-satunya perempuan, bukan hanya di dunia Arab, melainkan juga di dunia Islam, yang melakukan kajian tafsir feminis secara ilmiah dan dengan perspektif serta ruh perempuan muslimah.
Hal menarik dari Nazhirah Zainuddin ialah keberaniannya berdebat dan berpolemik dengan sejumlah ulama besar Al-Azhar mengenai hal-hal yang dikajinya.
Al-Azhar adalah Universitas Islam tertua, didirikan lebih dari satu milenium, dan dipandang sebagai sumber pengetahuan Islam paling otoritatif.
Kritik Nazhirah Zainuddin dalam bukunya cukup tajam, mengena, bahkan dapat kita pandang sebagai mendekonstruksi pandangan keagamaan konservatif yang para ulama wakili dari universitas Islam terkemuka di dunia itu.
Ia tampil dengan pikiran-pikiran yang berani dan membuat perseteruan dengan kaum ulama melalui argumen-argumen keagamaan yang sama. Tetapi dengan interpretasi yang berbeda, dan karena itu juga, ia menghasilkan produk pemikiran yang berbeda.
Kajian Nazhirah Zainuddin mengenai topik yang banyak orang bicarakannya tersebut, ia lakukan dengan menganalisis secara langsung sumber otoritatif Islam: al-Qur’an dan hadits Nabi Saw.
Ia juga sambil melakukan studi komparasi terhadap kitab-kitab tafsir klasik, seperti tafsir Baidhawi, Khazin, Nasafi, Thabari, dan lain-lain.
Ia juga banyak mengutip pikiran-pikiran tokoh besar lainnya. Seperti Muhyiddin Ibnu Arabi, Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Syekh Musthafa al-Ghalayini.
Nazhirah Zainuddin juga menguasai kitab-kitab figh dan pendapat-pendapat ulama mazhab fiqh yang selalu menjadi rujukan fatwa keagamaan.
Kemampuannya memahami kitab-kitab klasik tersebut tidaklah kita ragukan lagi. Selain itu, ia juga mengajak para ulama untuk melihat fakta-fakta perkembangan dan perubahan sosial budaya serta politik. []