• Login
  • Register
Rabu, 8 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Patahkan Mitos Pelecehan Seksual

Hasil survei ini, memperkuat argumen bahwa kekerasan seksual adalah tentang kebutuhan akan kekuasaan, dan kontrol atas yang lebih lemah, bukan hasrat seksual

Siti Aminah Tardi Siti Aminah Tardi
04/02/2022
in Publik
0
Pelecehan Seksual

Pelecehan Seksual

129
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari Senin (31/01/2022) saya hadir dalam pelucuran hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) (laporan survey di http://ruangaman.org/survei2022/). Survey ini dilaksanakan secara nasional pada akhir 2021 dalam rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Sebelumnya, pada 2019 KRPA melakukan survey serupa untuk mengetahui pengalaman pelecehan seksual di ruang publik.

Secara umum dari 4 ribu responden, KRPA menemukan bahwa pelecehan seksual yang dialami masyarakat semasa pandemi semakin tinggi dan membahayakan. Terdapat 4 dari 5 responden perempuan dan 3 dari 10 laki-laki mengalami pelecehan seksual. Berbeda dengan survey 2019 (laporan survey: http://ruangaman.org/survei2019/) yang menyasar ruang publik dalam artian fisik, survey 2021 menjangkau pula ruang siber. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari peralihan sebagian besar aktivitas manusia ke ruang siber seperti bekerja, atau sekolah. Ruang publik offline tempat terjadinya pelecehan seksual semakin meluas, termasuk terjadi di fasilitas kesehatan, lokasi pemeriksaan tes COVID-19 dan tempat karantina pasien.

Pelecehan seksual sebagai perhatian atau perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan diwujudkan dalam tindakan pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, dan pelecehan seksual siber atau teknologi informasi.  Pelecehan seksual fisik, seperti mencium, memeluk, meremas atau menyentuh organ seksual.  Pelecehan seksual non fisik, seperti catcalling, mengintip, menguntit, atau berkomentar seksis dan pelecehan seksual siber seperti mengirimkan gambar atau video porno, atau berkomentar seksis.

Daftar Isi

    • Fakta dan Mitos Pelecehan Seksual
  • Baca Juga:
  • Nabi Saw Meminta Umat Islam Untuk Melindungi Perempuan dari Berbagai Kekerasan
  • Nabi Saw Perintahkan Umat Islam Janganlah Kalian Memukul Perempuan
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Fakta dan Mitos Pelecehan Seksual

Mitos-mitos yang dikembangkan didasarkan pada nilai-nilai patriarki yang tentunya didasarkan pada pengalaman laki-laki, yang umumnya pelaku pelecehan seksual itu sendiri. Mitos-mitos ini telah menyebabkan korban dipersalahkan atas pelecehan seksual yang dialaminya, membakukan ‘penormalan pelecehan seksual dalam masyarakat dan menyebabkan masyarakat, khususnya negara abai dan tidak membangun kebijakan-kebijakan untuk pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di ruang publik.

Kondisi ini melestarikan rape culture dan mengurangi hak perempuan untuk melakukan mobilitas di ruang publik yang kemudian bagi sebagian menjadi pembenar untuk mendomestikasi peran perempuan. Demikian halnya pelecehan seksual di ruang siber, menyebabkan perempuan kehilangan atau terkurangi aksesnya untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi dan informasi.

Baca Juga:

Nabi Saw Meminta Umat Islam Untuk Melindungi Perempuan dari Berbagai Kekerasan

Nabi Saw Perintahkan Umat Islam Janganlah Kalian Memukul Perempuan

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Berdasarkan hasil survei KRPA 2019 dan 2020, berikut saya rangkum mitos dan fakta pelecehan seksual;

  1. Mitos: hanya perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual

Faktanya pelecehan seksual tidak hanya menimpa perempuan. Seluruh gender memiliki potensi untuk mengalami pelecehan seksual, baik di ruang privat maupun ruang publik. Survei membuktikan bahwa 4 dari 5 perempuan (79%), 3 dari 10 Laki-laki (30%), dan gender lainnya pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Namun, memang perempuan dan gender minoritas lainnya memiliki kecenderungan mengalami pelecehan seksual di ruang publik 6 kali lebih besar dari pada laki-laki selama pandemi COVID-19.

  1. Mitos: pelecehan seksual terjadi di malam hari, dan di tempat sepi

Faktanya pelecehan seksual dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Survei tahun 2019 menemukan bahwa pelecehan paling banyak terjadi di siang (35%), disusul sore (25%), malam (21%), dan pagi (17%). Survey tahun ini mengidentifikasi lima lokasi teratas paling banyak terjadi pelecehan seksual, yaitu jalan umum atau taman (70%), Kawasan pemukiman (26%), Transportasi umum termasuk sarana dan prasarananya (23%), Toko, mall, dan pusat perbelanjaan (14%) dan tempat kerja(12%). Hal ini menegaskan bahwa tidak ada ruang aman bagi perempuan. Fakta ini penting untuk diakui, agar terbangun kesadaran publik untuk sama-sama membangun ruang ruang yang bebas dari kekerasan.

  1. Mitos: pelecehan seksual terjadi karena pakaian dan perilaku korban

Masyarakat mempercayai bahwa pelecehan seksual terjadi karena cara berpakaian dan perilaku perempuan yang kemudian menjadikan korbanlah yang dipersalahkan. Faktanya, pada survei 2019, pakaian yang digunakan korban saat mengalami pelecehan adalah rok atau celana panjang (18%), berhijab (17%), baju lengan panjang (16%), seragam sekolah (14%), dan baju longgar (14%). Ini menegaskan setiap bentuk kekerasan seksual tidak berhubungan dengan pakaian dan perilaku korban.

  1. Mitos: perempuan mengharapkan pelecehan seksual karena tidak melapor atau melawan.

Faktanya para korban tidak pernah mengharapkan pelecehan seksual menimpanya. Terdapat tiga perasaan teratas dari para responden setelah mengalami pelecehan seksual yakni tidak nyaman, kesal, marah. Survei juga menemukan bahwa 56% korban berani melawan (2019). Namun bukan berarti korban yang tidak melawan atau melapor mengharapkan pelecehan seksual. Terdapat kondisi seperti rasa takut, membeku, tubuh lemas lunglai sampai khawatir akan mendapatkan serangan seksual lainnya.

  1. Mitos: pelecehan seksual itu bersifat fisik

Masyarakat mengkategorikan yang disebut pelecehan seksual jika ada kontak fisik saja, seperti ciuman, pelukan, gesekan atau sentuhan lain. Padahal hal utama untuk disebut pelecehan seksual adalah ketidaksetujuan, tidak diinginkan atau tidak diharapkan oleh korban. Korban merasa dirinya dipermalukan, direndahkan dan dijadikan obyek seksual. Fakta bahwa pelecehan seksual tidak hanya bersifat fisik, Nampak dari hasil survey yang menemukan bentuk pelecehan seksual adalah siulan (67%), komentar atas tubuh (31%), main mata (29%), komentar seksis atau seksual (26%), juga diklakson (24%).

Selain di dunia nyata, pelecehan seksual di ruang digital berupa dikirimkan konten foto atau video intim/pornografi/alat kelamin (21%), Komentar seksis atau seksual (20%), komentar atas tubuh (17%), dipaksa kirim foto atau video intim pribadi (11%), dan dikuntit (7%) juga marak terjadi. Hal ini tidak memerlukan sentuhan fisik. Survei ini sekali lagi menunjukkan beragam bentuk pelecehan seksual yang terus berkembang.

Hasil survei ini, memperkuat argumen bahwa kekerasan seksual adalah tentang kebutuhan akan kekuasaan, dan kontrol atas yang lebih lemah, bukan hasrat seksual. Hasil survei ini juga mengingatkan pentingnya segera dibahas, dan disahkannya RUU TPKS yang didalamnya menjadikan pelecehan seksual sebagai tindak pidana. Yaitu Pelecehan Seksual Fisik, Tindak Pelecehan Non Fisik dan Pelecehan Seksual Teknologi Informasi. Saatnya kita jadikan ruang privat, ruang publik, dan ruang siber aman untuk semua, juga aman dari pelecehan seksual. []

 

 

 

Tags: Kekerasan seksualmitospelecehan seksualperempuan
Siti Aminah Tardi

Siti Aminah Tardi

Penulis adalah Advokat Publik, penggiat penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Kini menjabat sebagai Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024.

Terkait Posts

Kampung Adat Kranggan

Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota

8 Februari 2023
Sunat Perempuan

Hari Nol Toleransi terhadap Sunat Perempuan : Memahami Bahaya P2GP

8 Februari 2023
Pencemaran Udara

Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim Menurut Pandangan Islam

7 Februari 2023
NU Merangkul Feminisme

Feminis-NU-isme: Ketika “NU Merangkul Feminisme”

7 Februari 2023
Hari Anti Sunat Perempuan Internasional

Hari Anti Sunat Perempuan Internasional: Bukti Praktik P2GP Membahayakan Perempuan

6 Februari 2023
Industri Halal

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

4 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Childfree

    Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

Komentar Terbaru

  • Harapan Lama kepada Menteri PPPA Baru - Mubadalah pada Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual
  • Menjadi Perempuan Pembaru, Teguhkan Tauhid dalam Kehidupan pada Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian Hingga di Bawah Mata Kaki?
  • Wafatnya Mbah Moen Juga Dirasakan Semua Umat Beragama - Mubadalah pada Fahmina Institute Terapkan Prinsip Mubadalah dalam Organisasi
  • Sisi Lain dari Haul Gus Dur ke-10 di Cirebon, yang Bikin Semua jadi Ambyar - Mubadalah pada Alissa Wahid: Islam Menolak Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan
  • Hari Nol Toleransi terhadap Sunat Perempuan pada Hari Anti Sunat Perempuan Internasional: Bukti Praktik P2GP Membahayakan Perempuan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist