• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Penguntitan Adalah Kekerasan Berbasis Gender, Berhenti Meromantisasinya!

Berhenti meromantisasi penguntitan dan kekerasan berbasis gender sebagai “pejuang” cinta

Wanda Roxanne Wanda Roxanne
21/05/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Penguntitan

Penguntitan

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada 15 Mei 2024, perempuan bernama N membagikan pengalamannya dikuntit (stalking) oleh mantan teman sekelasnya saat SMP, hingga saat ini selama 10 tahun. Dia mengatakan bahwa hal itu bermula saat N bertanya pada AR mengapa dia tidak ke kantin dan N memberi AR uang Rp 5.000,-.

Sejak saat itu, AR menganggap N tertarik padanya dan melakukan penguntitan secara online dan offline pada N. Mengapa seseorang begitu terobsesi dan berfantasi akan orang lain?

Apa yang AR lakukan adalah bentuk penguntitan atau stalking, yang merupakan kekerasan berbasis gender (KBG). AR membuat ratusan akun X dan Instagram untuk menguntit, berfantasi dan mengirimkan foto penisnya pada N.

Undang-undang nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada pasal 14 juga mengatur mengenai penguntitan yang merupakan bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). Komnas Perempuan juga menyebutkan bahwa penguntitan (cyber stalking) merupakan bentuk kekerasan siber berbasis gender (KSBG) terhadap perempuan.

Kasus N menjadi momentum bagi netizen lain yang mengungkapkan hal serupa. Yaitu pengalaman mereka menjadi korban penguntitan, yang lebih banyak perempuan alami. Salah satunya R, perempuan yang juga mengalami penguntitan dan mengancamnya jika R menolak lamarannya.

Baca Juga:

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

Pelaku juga membuat akun sosial media atas nama N dengan tujuan merusak reputasi R. Mengapa penguntitan terjadi dan lebih banyak korbannya perempuan?

Penguntitan Adalah Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan

Penguntitan merupakan salah satu bentuk KSBG. Purple Code dalam buku saku #1 CTRL+ALT+DEL: Mengenal Dasar-dasar KBGO menjelaskan bahwa online stalking adalah “kekerasan berupa penguntitan atau pengawasan di ranah digital dengan tujuan membuat tidak nyaman. Bahkan lebih jauh untuk melakukan tindakan kekerasan secara offline.

Dalam cyberstalking, pelaku biasanya dengan sengaja menunjukkan pada korban bahwa ia sedang diawasi. Lebih jauh, pelaku bisa melakukan pelecehan, intimidasi, dan ancaman pada korban.

Komnas Perempuan mencatat pada 2022 terdapat 821 kasus KSBG di ranah personal yang dilakukan pacar dan mantan pacar. KSBG di ranah publik dilakukan oleh teman media sosial sebanyak 383 kasus. Hal yang harus menjadi catatan bahwa tidak semua korban melaporkan, sehingga tidak semua kasus KSBG tercatat oleh Komnas Perempuan.

Berefleksi dari kasus N, dia sudah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan AR baik secara online maupun menemuinya secara langsung. AR tidak berhenti mengganggu N, melecehkannya. Bahkan mengancam akan bunuh diri dan mengancam hubungannya dengan pacar N. Kasus N menjadi viral dan membuatnya mendapatkan dukungan untuk melaporkan kepada polisi dan polisi memproses kasus ini.

Survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA)

Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) bersama dengan Komnas Perempuan melakukan survei  pada 25 November sampai 10 Desember 2018 dengan 62.224 responden. Survei ini terdiri dari perempuan dan laki-laki yang terpilih secara acak di seluruh provinsi Indonesia. Hasilnya sebanyak 1.215 responden pernah mengalami stalking.

Saya ingin berefleksi kasus penguntitan di Indonesia melalui penelitian psikologi klinis mengenai stalker “Study of Stalker” yang Mullen dkk lakukan(1999). Penelitian ini melibatkan 145 stalker, yang 79% atau 114 pelakunya merupakan laki-laki. Mereka berusia 15-75 tahun (rata-rata berusia 38 tahun).

Sebanyak 75 stalker tidak pernah memiliki hubungan romantis sebelumnya. 41 stalker baru saja berpisah atau bercerai. 39% stalker tidak bekerja, dan 56% bekerja. Sebagian lainnya menempati posisi pekerjaan profesional yang tinggi, mahasiswa dan ibu rumah tangga (1%).

Dari penelitian ini, durasi penguntitan mereka lakukan dari 4 minggu hingga 20 tahun. Ada pola-pola yang penguntit lakukan kepada korbannya. 48% penguntit akan memberikan hadiah tanpa korban minta seperti bunga, cokelat, buku, foto-foto korban, makanan, dsb. Sebagian besar dari penguntit akan melakukan ancaman dan kekerasan pada korbannya.

Status psikiatri penguntit mendapatkan diagnosa delusional disorder (gangguan delusional). Di mana ini merupakan tipe erotomanik (gangguan psikologis yang tertandai oleh keyakinan bahwa seseorang mencintainya atau tertarik padanya, padahal kenyataannya tidak), morbid jealousy (rangkaian pemikiran dan emosi irasional). Sebagian lain memiliki skizofrenia, erotomanic delusions. Lalu yang lainnya memiliki gangguan bipolar, major depression dan gangguan kecemasan.

Tipe-tipe Pelaku Penguntitan

Mullen dkk (1999) membagi pelaku penguntitan menjadi lima. Yaitu rejected (ditolak), intimacy seeking (mencari intimasi), incompetent (tidak kompeten), resentful (marah) dan predatory (predator). Sebagian besar stalker merupakan rejected stalker dalam hubungan romantis dan biasanya melibatkan mantan pasangannya.

Sementara sebagian lainnya mereka yang ditolak atau putus dalam pertemanan dan hubungan kerja yang terganggu. Mereka melakukannya sebagai usaha untuk rekonsiliasi atau balas dendam. Sebagian besar dari mereka memiliki gangguan kepribadian seperti gangguan delusional dan morbid jealousy.

Intimacy seeking stalker mencari hubungan intim dengan orang yang tidak menginginkannya. Namun mereka mengidentifikasi hubungan itu sebagai cinta sejati dan resiprokal. Mereka memiliki gangguan seperti erotomanic delusions, gangguan delusional, skizofrenia, dan mania. Saya berasumsi bahwa AR termasuk dalam kategori ini. Dan kasus R merupakan tipe ini.

Tipe incompetent mengakui bahwa orang yang mereka sukai tidak membalas perasaan mereka namun mereka tetap berharap apa yang mereka lakukan membuat targetnya tertarik. Mereka secara intelektual terbatas dan tidak memiliki kapasitas secara sosial. Selain itu juga tidak memiliki pengetahuan dan kapasitas yang cukup mengenai hubungan. Mereka akan melakukan penguntitan namun tidak tergila-gila.

Tipe resentful stalker bertujuan untuk membuat korban ketakutan dan stres oleh keberadaan dan perilaku stalker. Sebagian dari korbannya bisa orang yang ia kenal dan sebagian bisa saja random di jalan. Mereka akan menguntit mereka yang dianggap menarik, kaya, bahagia, di saat stalker mengalami hal buruk.

Tipe terakhir adalah predatory stalker, mereka mempersiapkan serangan seksual. Mereka mendapatkan kesenangan dan kenikmatan karena merasa memiliki kuasa dan berfantasi akan korbannya sebelum menyerang. Mereka terdiagnosa memiliki paraphilias dan pernah dihukum karena kekerasan seksual yang ia lakukan.

Kuasa atas Perempuan

Saya jadi teringat, saya pernah diikuti stalker pada malam hari saat saya pulang ke kosan sekitar tahun 2015. Kami berpapasan di gang, dia membawa gitar. Baru saya menyadari dia ternyata bersembunyi dan mengamati saya, dan saya ketakutan karena sepi.

Lalu saya menghampirinya dan pura-pura menelpon teman, dan dia berlarian pergi. Di balik peristiwa itu, saya tidak tahu apa motif dia melakukannya, yang pasti saya menjadi takut setelah itu dan lebih berhati-hati lagi.

Dalam relasi gender terutama antara perempuan dan laki-laki, dalam masyarakat patriarki, laki-laki disosialisasikan untuk memiliki kuasa atas perempuan. Konstruksi sosial ini menjadikan laki-laki memiliki sense of power, entitlement atau ownership atau kepemilikan atas perempuan.

Akar Masalah dan Romantisasi Penguntitan

Penelitian “Power and Control Dynamics inPrestalking and Stalking Situations” (Brewster, 2003) menunjukkan bagaimana kuasa dan dinamika control pada situasi sebelum dan saat penguntitan. Ekspektasi gender menempatkan laki-laki sebagai dominan dan perempuan sebagai submisif, dan sistem patriarki melanggengkan laki-laki untuk memiliki entitlement atau merasa berhak dan rasa kepemilikan (ownership) pada perempuan (Brewster, 2023).

Hal ini yang kemudian menyebabkan kekerasan kepada perempuan, termasuk dalam kasus penguntitan kasus N, R, dan kasus lainnya.

Dalam penelitian di atas, 55% subyek menunjukkan pengalamannya dikontrol oleh stalker (terutama dalam hubungan romantis). Hal ini menunjukkan ketakutan stalker akan kehilangan kontrol akan pasangannya, relasi kuasa yang timpang dan memanipulasi korbannya.

Manne dalam “Entitled” menjelaskan, bahwa male entitlement berakar dari misogini, seksisme, dan himpathy yang merupakan sistem yang secara tradisional menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.

Saya jengah dengan komentar di X yang menyebut bahwa apa yang AR lakukan memiliki jiwa pejuang. Berhenti meromantisasi penguntitan dan kekerasan berbasis gender sebagai “pejuang” cinta. Sebagian dari kasus penguntitan berakhir pada pemerkosaan dan femicide atau pembunuhan.

Berhenti meromantisasi perbuatan kriminal dan melanggar HAM. Berhenti terobsesi dan berfantasi bahwa cinta harus kita lakukan dengan pemaksaan, kekerasan dan penindasan seperti ini. Mari mengajari anak-anak terutama laki-laki untuk menerima penolakan, dan tidak merasa berhak atas perempuan. Penguntitan adalah kekerasan berbasis gender yang harus tertangani secara serius. []

Tags: DoxingKBGOKejahatan DigitalKekerasan seksualPenguntitanRomantisasi
Wanda Roxanne

Wanda Roxanne

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan alumni Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID