Mubadalah.id – Peran mendidik anak kerap kali lebih dilekatkan pada perempuan, padahal peran tersebut dapat dilakukan secara berdampingan antara orang tua laki-laki dan perempuan. Sayangnya, dalam peran mendidik anak, khususnya berkaitan dengan kebersihan lingkungan, termasuk urusan membuang sampah, masyarakat masih menganggap itu adalah tugas seorang perempuan.
Sebagai perempuan yang menjadi Ibu, ia dianggap menjadi orang pertama yang dapat memberikan informasi edukatif bagi anaknya agar dapat membuang sampah pada tempatnya untuk dapat menjaga kebersihan lingkungan
Di samping itu, persoalan domestik dan peran perempuan dalam mendidik anak menjadi persoalan tersendiri. Padahal keduanya mampu dilakukan baik laki-laki maupun perempuan. Pada persoalan domestik kali ini mempersoalkan mengenai sampah yang ada di rumah maupun di sekitar rumah.
Misalnya saja, karena tidak ada kesepakatan di rumah, dalam keluarga yang senantiasa melakukan proses pembuangan sampah (limbah sampah di rumah) kebanyakan adalah perempuan, ataupun sebaliknya. Padahal bisa saja bergantian. Edukasi sederhana selain hal tersebut yang dapat dilakukan tanpa mengesampingkan peran laki-laki maupun perempuan dalam hal ini salah satunya yakni menghabiskan makanan agar tidak menjadi sampah metana yang berbahaya bagi lingkungan.
Selain menilik permasalahan sampah yang dapat disulap menjadi energi terbarukan. Alangkah baiknya kita juga tidak lupa kepada para pekerja yang terlibat langsung dalam dunia usaha pengolahan sampah. Mulai dari proses pemilahan, proses pembersihan, proses penggilingan, pemisahan air lindih, penjemuran hingga pengoperasionalan alat-alat yang dimanfaatkan untuk mendaur ulang sampah maupun menjadi energi terbarukan.
Hal ini menjadi penting, ketika mereka masuk dalam sektor green jobs, yang menurut International Labour Organization (ILO), pekerjaan ramah lingkungan yang membantu meningkatkan efesiensi energi dan bahan baku, membatasi emisi gas rumah kaca, meminimalkan limbah dan polusi, melindungi dan memulihkan ekosistem, serta mendukung adaptasi efek perubahan iklim.
Di sisi lain, pekerjaan yang ramah lingkungan tersebut terkadang tidak dibarengi dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, baik dalam bentuk upah maupun asuransi kesehatan, terutama pada pekerja yang berada dalam proses pemilihan.
Pada artikel dalam laman web pbde.bppi.kemenperin.go.id (2018), menyebutkan bahwasanya pekerja tersebut seringkali mereka merasa cukup dengan upah yang mereka dapatkan. Padahal ada hal lain yang tidak bisa diabaikan, yakni masalah kesehatan yang rentan akibat pemaparan zat kimia disekitar tempat mereka bekerja. Menggunakan alat yang safety saat bekerja, serta mengurus asuransi kesehatan mungkin telah disosialisasikan sebelumnya.
Mirisnya, pada proses pemilahan tersebut, misalnya saja di salah satu Kabupaten di Jawa Timur, mayoritas pekerja pemilah sampah yang merupakan pekerja informal adalah perempuan, sedang pada bagian proses operasioanal mesin pengolah sampah mayoritas dikelola oleh laki-laki. Perempuan dianggap lebih terampil dalam hal pemilahan sehingga dalam posisi ini terjadi ketidak seimbangan peran antara perempuan dan laki-laki. Meskipun resiko yang dimiliki keduanya pun sama-sama rentan.
Isu sampah memang memiliki daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang mendengar, memotret, menulis maupun menyaksikan secara langsung. Isu sampah menjadi salah satu isu seksi yang tidak ada habisnya untuk dibahas dalam isu lingkungan.
Sejak Mc Kinsey awal tahun 2019 lalu merilis penelitiannya yakni Indonesia menduduki peringkat dua penyumbang sampah plastic setelah Negara Cina. Ditambah dengan adanya film Take A Back yang rilis di tahun 2019, menguak tentang adanya impor sampah yang masuk di Indonesia setelah pertama kali ditemukan oleh lembaga konservasi lingkungan yaitu Ecoton bersama The Party Departement. Hal ini tentunya membuat geram beberapa masyarakat dan pemerhati lingkungan.
Isu persampahan merupakan masalah bersama yang menjadi ironi. Diantara kita mungkin terkadang menyayangkan perilaku yang konsumtif, mubadzir, sehingga menumpuk banyak sampah untuk dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun ketika mengetahui ada salah satu TPA yang memanfaatkan sampah sebagai energi terbarukan rasanya cukup lega.
Mengutip berita dari zetizen.jawapos.com (2017) bahwasannya di TPA Benowo, Surabaya yang menerima sekitar 1600 ton sampah setiap harinya. Sampah tersebut menjadi hal yang potensial, dimanfaatkan untuk Proyek Landfill Gas Powerplant yang menghasilkan kapasitas listrik 2 mega watt perhari. Tentunya ini menjadi hal yang menarik untuk dikembangkan di TPA yang lain dengan dibarengi peralatan dan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengolah limbah sampah. []