• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Sembilan Rekomendasi Gusdurian untuk Indonesia

Temu Nasional Jaringan Gusdurian 2020

Redaksi Redaksi
17/12/2020
in Aktual, Rekomendasi
0
Rekomendasi Gusdurian

Rekomendasi Gusdurian

136
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam rangka melanjutkan perjuangan Gus Dur, yaitu terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, Jaringan GUSDURian memandang perlu mendorong rekomendasi Gusdurian untuk Indonesia sebagai upaya merefleksikan situasi yang dihadapi saat ini  sekaligus menyusun langkah-langkah respons terhadap situasi-situasi tersebut.

Sebelumnya, Jaringan GUSDURian mengadakan Temu Nasional (TUNAS) pada tanggal 7-16 Desember 2020, guna membahas isu-isu strategis yang dipandang perlu mendapatkan kepedulian bersama, baik dalam ranah politik, hukum, sosial-budaya, pendididikan, dan ekonomi. Melalui forum tersebut, lahirlah rekomendasi Gusdurian.

Akibat lemahnya pendidikan kewargaan, sampai saat ini rakyat Indonesia tidak cukup mampu mempengaruhi proses-proses politik. Alhasil, praktik politik yang terjadi lebih berorientasi kekuasaan, korup dan transaksional, tidak sesuai dengan prinsip kepemimpinan publik yang ditekankan oleh Gus Dur: tasharruful imam ala ra’iyyah manuthun bilmaslahah, kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat.

Praktik bernegara kita masih melanggengkan diskriminasi yang terlembagakan melalui regulasi, terutama terhadap kelompok minoritas. Menguatnya eksklusivisme beragama di ranah masyarakat dan aparatur negara, terutama di dunia pendidikan, menyebabkan maraknya praktik intoleransi dan konflik sosial berbasis sentimen keagamaan.

Di tengah literasi demokrasi dan pemikiran kritis yang masih lemah, perkembangan teknologi digital saat ini semakin memperparah polarisasi yang sudah berlangsung di masyarakat sebagai dampak sektarianisme dan politisasi agama. Bahkan, ketimpangan digital ini ditengarai dimanfaatkan oleh aktor-aktor negara untuk mengkooptasi warga, memaksakan kebijakannya, dan mengkriminalisasi kelompok yang berbeda.

Baca Juga:

Haul Gus Dur ke-15 di Pekalongan : Pentingnya Merawat Nilai Luhur

Gus Dur, Kaum Lemah dan Konsep Keadilan

Mengenang Gus Dur: Kisah Persahabatan Lintas Iman dengan Prof Leonard Swidler

Penting Mempopulerkan Kembali Lagu Indonesia Raya 3 Stanza

Demokrasi yang dikuasai kelompok oligarki mengakibatkan  penegakan hukum dan HAM yang berlangsung di Indonesia seolah tumpul di hadapan kelompok oligarkh, dan runcing bagi kelompok rakyat lemah. Politik Hukum yang terjadi akhir-akhir ini, sebagaimana penyusunan UU Minerba dan UU Cipta Kerja, mencerminkan pembuat kebijakan lebih pro investasi dan pemilik modal serta mengabaikan hak-hak rakyat.

Setelah ditetapkannya UU KPK, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja,  potensi kerusakan lingkungan di Indonesia semakin besar. Peraturan-peraturan tersebut akan semakin memperluas skala geografis kerusakan sosial ekologis di Indonesia. Bahkan dikhawatirkan semua UU tersebut menjadi alat legal bagi kepentingan pemilik modal terutama di sektor ekstraktif seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan sawit untuk melanggengkan penguasaan mereka atas sumber-sumber agraria di Indonesia.

Dalam ranah HAM, masih terjadi berbagai pelanggaran seperti diskriminasi dan rasisme yang disertai aksi kekerasan antarkelompok masyarakat maupun oleh aparat keamanan, pelanggaran hak kebebasan beragama/berkeyakinan, perampasan tanah untuk pembangunan infrastruktur, serta masih lemahnya perlindungan hak bagi kelompok rentan: perempuan, penyandang disabilitas, dan buruh migran.

Sementara itu, di dalam ranah sosial keagamaan, tumbuh eksklusivisme beragama yang disertai tindakan menyalahkan, mengkafirkan, membid’ahkan, dan menyesatkan kelompok yang berbeda. Keberagamaan mengedepankan pandangan yang legalis-formalistik yang justru memperkuat konflik identitas, dan agama dipertentangkan dengan budaya lokal.

Hal ini diperparah dengan hadirnya kelompok-kelompok agama yang memaksakan kehendaknya, dan semakin berani menarasikan agama dengan pesan kebencian, mengambil media sosial sebagai medan pertarungan, dan marak gerakan-gerakan jalanan.

Pendidikan nasional adalah bidang yang sangat strategis dalam mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan konstitusi negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan nasional hingga saat ini, masih terdapat kebijakan maupun praktik lembaga pendidikan yang tidak relevan dengan upaya pemerdekaan, dengan memanusiakan manusia untuk memerdekakan martabat kemanusiaan Indonesia.

Dalam situasi Pandemi Covid-19, situasi ekonomi nasional menghadapi tantangan naiknya jumlah pengangguran hingga 2,67 juta saat ini. Berbagai jenis usaha mengalami penurunan yang sangat drastis. Dari sisi pelaku usaha, sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), yang merupakan mayoritas usaha di Indonesia mengalami pukulan berat. Sementara kita masih harus menghadapi kondisi kemiskinan, ketimpangan, kesehatan, dan kualitas lingkungan hidup.

Pada ranah sistem mikro, tantangan hadir dalam upaya pewujudan ketangguhan keluarga. Padahal keluarga merupakan pondasi dasar sebuah bangsa, bahkan peradaban manusia. Beberapa problem seperti tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak, pernikahan dini, kemiskinan, berkembangnya ultra konservatisme dan dampak penggunaan media sosial, perlu segera direspons oleh semua elemen masyarakat.

Setiap anggota keluarga memiliki fungsi dan peran yang harus dioptimalkan dalam pembentukan keluarga tangguh dengan tetap menggunakan prinsip kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan.

Pandangan dan Rekomendasi Jaringan GUSDURian dalam TUNAS 2020

Demi menghadapi berbagai tantangan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara sebagaimana telah disebutkan, kita perlu :

  1. Menegakkan kembali prinsip negara yang melindungi semua warganya, tanpa memandang perbedaan agama, suku, dan ras serta mempraktikkan nilai kesetaraan bagi semua warga negara dalam praktik bernegara sesuai dengan konstitusi.
  2. Memperkuat politik kewargaan dan mengawal terbukanya kembali diskursus tentang negara dan kewargaan. Masyarakat sipil perlu memperkuat basis sosial untuk menguatkan kontrol terhadap kekuasaan, agar struktur relasi dengan negara lebih transformatif sehingga posisi masyarakat sipil tidak semakin terkooptasi oleh negara.
  3. Pemerintah dan DPR RI perlu mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Perubahan UU ITE, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan RUU Perubahan UU HAM. Pemerintah dan DPR RI harus melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan memperkuat Lembaga Nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI). Masyarakat perlu membangun sistem kontrol jalannya pemerintahan baik pusat dan daerah, sehingga kebijakan-kebijakan yang ada melindungi mereka yang lemah atau dilemahkan dan inklusif.
  4. Perlu adanya pembaharuan paradigma pendidikan terkait arah dan pengelolaan hingga perbaikan kultur lembaga dalam kolaborasinya dengan masyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan agar sistem pendidikan Indonesia tidak lagi terdikte oleh kepentingan politik ekonomi global, melainkan konsisten pada dasar Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai agama, dan budaya lokal untuk masa depan bangsa Indonesia yang sejahtera, damai, adil, dan beradab.
  5. Mendorong konsep “Pribumisasi Islam” sebagai metodologi pemikiran dan strategi gerakan sosial masyarakat untuk mewujudkan Indonesia berketuhanan, berkemanusiaan, bermartabat, dan berkeadilan. Untuk itu, perlu disosialisasikan pandangan Pribumisasi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
  6. Eksploitasi sumber daya alam telah mengakibatkan berbagai bencana yang berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat. Saat ini dunia menghadapi krisis global perubahan iklim. Penyebab perubahan iklim adalah kenaikan emisi gas rumah kaca yang di antaranya disumbang oleh eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi energi kotor. Oleh karena itu, perlu dilakukan percepatan transisi energi bersih di Indonesia, karena energi kotor—terutama energi batu bara—merupakan salah satu penyumbang terbesar krisis perubahan iklim skala global.
  7. Perlu dibangun paradigma ekonomi yang berkelanjutan dan berbasis pada nilai kemanusiaan dan keadilan lingkungan. Selama ini paradigma pembangunan lebih menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi yang hanya melayani kepentingan investasi tanpa mengindahkan aspek keadilan dan pemerataan, sehingga mengakibatkan eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam dan melahirkan ketidakadilan lingkungan (environmental injustice).
  8. Pemerintah perlu memperkuat ekonomi dan keuangan bagi kelompok lemah dengan mendorong kemudahan akses fasilitas-perkreditan-permodalan bagi UMKM. Pemerintah juga perlu melakukan upaya serius untuk memangkas ketimpangan ekonomi dan meningkatkan kemampuan daya beli rakyat. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan untuk melindungi dan menumbuhkan sektor pertanian pangan, dan kelautan, serta mengembangkan perekonomian kreatif yang memfasilitasi rantai produksi dan distribusi perekonomian nasional.
  9. Menjadikan perempuan, anak, dan keluarga sebagai isu penting yang harus direspons dengan serius oleh seluruh elemen bangsa sekaligus menjadikannya sebagai perspektif yang inheren dalam semua isu kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan.
  10. Perempuan, anak, dan keluarga harus diposisikan sebagai subjek dan aktor perubahan sosial. Karena itu perlu ada upaya  mempromosikan narasi tentang perempuan, anak, dan keluarga yang berbasis pada nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan untuk membendung narasi-narasi serupa yang melanggengkan subordinasi dan ketidakadilan pada perempuan dan anak. Perlu juga melakukan gerakan literasi kontekstual dan hukum agar masyarakat memiliki daya kritis dan mampu menghadapi persoalan hukum yang berkaitan dengan isu tersebut.

Sebagaimana disampaikan oleh Gus Dur, “Perdamaian tanpa Keadilan adalah Ilusi.” Oleh karena itu, kami mengajak segenap komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang demi tegaknya keadilan untuk Indonesia sejahtera, damai, dan beradab.

Demikian Rekomendasi Gusdurian ini dibuat di Yogyakarta, pada 16 Desember 2020, dan ditandatangani oleh Alissa Wahid, Jay Akhmad, Savic Ali, Nur Rofiah, A Gaffar Karim, Marzuki Wahid, Mayadina, Wiwin Siti Aminah, Rifa Mufidah dan Suraji. (Press Realease). []

 

Tags: bulan gus durhaul gus durJaringan GusdurianKH. Abdurrahman WahidTunas 2020
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID