• Login
  • Register
Minggu, 18 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim

Anak muda yang aktif dan cerdas harus mampu memanfaatkan media sosial dengan baik dan bijak. Media sosial bisa menjadi alat yang tepat dalam mengkampanyekan isu krisis iklim

Efrial Ruliandi Silalahi Efrial Ruliandi Silalahi
29/06/2022
in Publik
0
Krisis Iklim

Krisis Iklim

424
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 5 Juni kemarin, seluruh dunia telah memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, yang menjadi momen penting dalam mengkampanyekan lingkungan hidup. Kondisi bumi sedang tidak baik-baik saja teman-teman. Beberapa dekade terakhir kesadaran mengenai dampak perubahan iklim mulai meningkat.

Pada tahun 2019 lalu, ada empat juta orang dari berbagai penjuru dunia turun ke jalan. Mereka berpartisipasi dalam climate strike atau biasa disebut juga Fridays for Future. Di Indonesia, juga memperingati hal serupa melalui Aksi Jeda untuk Iklim. Di Jakarta, aksi ini terikuti oleh ribuan orang.

Aksi menentang perubahan iklim tengah melahirkan banyak tokoh muda. Mereka terkenal karena keberanian dan kepeduliannya terhadap kondisi iklim. Tentunya kita tidak asing dengan nama Greta Thunberg yang pada tahun 2018 lalu melakukan protes sendirian di gedung parlemen Swedia sembari membentangkan poster bertuliskan “School Strike for Climate”. Selain Greta ada juga Vanessa Nakate, aktivis muda asal Uganda. Seperti Greta, Vanessa juga membolos sekolah demi melakukan aksi protes di depan Gedung parlemen negaranya.

Anak Muda Indonesia Peduli Isu Perubahan Iklim

Di Indonesia sosok anak muda Bernama Salsabila Khairunisa. Ia melakukan aksi “Mogok Sekolah Untuk Hutan” di depan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan di Vietnam ada anak muda bernama Mai Thi Thuan, serta di Pakistan ada Yusuf Baluch. Anak muda mulai banyak yang semakin peduli dengan dampak perubahan iklim yang sedang terjadi.

Data UNDP Tahun 2019 menunjukkan anak muda di seluruh dunia mempunyai kesadaran lebih tinggi mengenai perubahan iklim, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Maka tidak heran jika banyak anak muda yang terjun dan berjuang mengatasi krisis iklim.

Survei Indonesians Climate Change 2020 yang dilakukan Purpose Climate Lab menyebutkan bahwa anak muda sangat takut dengan perubahan iklim, dan itu berdampak secara psikologis, sosial dan fisik. Fakta tersebut terkonfirmasi melalui survei yang melibatkan 2.073 responden di 27 wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia.

Baca Juga:

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Berfatwa Ala KUPI

Walaupun secara data isu perubahan iklim marak menjadi perbincangan anak muda. Namun secara kuantitatif (angka) masih kalah jauh jika dibandingkan dengan isu lain yang lebih konkret. Misalnya soal kelaparan, kesehatan, korupsi, dan sebagainya. Padahal semua hal tersebut saling berkaitan dan mempunyai benang merah yakni soal krisis iklim.

Isu perubahan iklim anggapannya masih tidak nyata karena dampaknya yang belum begitu terasa bagi sebagian masyarakat. Padahal, sudah banyak contoh peristiwa yang terjadi di banyak tempat, seperti kekeringan, banjir, gagal panen dan lain sebagainya.

Narasi Isu Perubahan Iklim masih Belum Merata

Data CNN Indonesia mengatakan bahwa indikator krisis iklim menjadi perhatian bagi Generasi Z dan Milenial. Artinya, walaupun isu perubahan iklim banyak menjadi pembicaraan oleh dua generasi tersebut, namun isunya masih mentok pada kelompok tertentu saja. Bila berbicara data, hanya bersifat segmented atau terbatas pada kelompok kelas menengah, pelajar dan mahasiswa.

Isu krisis iklim ini belum bergerak sporadis (meluas) di kelompok kaum miskin perkotaan, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya yang memiliki akses informasi terbatas. Oleh karena itu, kita semua mempunyai kewajiban untuk membumikan narasi perubahan iklim. Hal itu bisa melalui bentuk apa saja, apa itu kampanye, teatrikal, festival dan lain sebagainya.

Kesenjangan informasi ini bisa terjadi karena narasi perubahan iklim yang belum merata serta cara pandang (pola pikir) seseorang, biasanya timbul karena ketidakpekaan, atau karena belum merasakan langsung dampaknya. Menurut saya  perlunya membangun kesadaran publik secara masif, bahwa publik perlu mendapatkan pengetahuan mengenai perubahan iklim dengan narasi yang sederhana dan membumi, sehingga tidak mengawang dan dapat mendekatkan isu ini pada masyarakat.

Kampanyenya bisa kita lakukan dengan mengaitkan isu perubahan iklim dengan isu lain yang dampaknya sudah terasa oleh masyarakat. Misalnya mengaitkan krisis iklim dengan dampak kesehatan, ekonomi atau fenomena alam yang terjadi banyak tempat. Media sosial menjadi alat untuk membumikan dampak krisis iklim.

Negara kita merupakan pengguna media sosial terbesar di dunia, seharusnya kampanye perubahan iklim bisa dengan mudah Indonesia lakukan, namun sayangnya isu krisis iklim ini tenggelam dan viral dengan konten yang kurang mendidik.

Menunggu Aksi Nyata Anak Muda Cegah Krisis Iklim

Anak muda yang aktif dan cerdas harus mampu memanfaatkan media sosial dengan baik dan bijak. Media sosial bisa menjadi alat yang tepat dalam mengkampanyekan isu krisis iklim. isu perubahan iklim tidak jauh berbeda dengan pandemi covid-19 di awal-awal kemunculannya. Masyarakat tidak banyak yang tahu tentang virus tersebut.

Namun, perlahan masyarakat mulai paham dan menyadari tentang covid-19 karena dampak yang terasa dan informasi yang mereka dapat. Anak muda mempunyai peranan penting dan mempunyai potensi yang luar biasa dalam menyebarkan informasi di media sosial. Usaha ini perlu kita dukung, dan kita dengar oleh semua pihak, agar memastikan informasi dapat tersampaikan dan ditindaklanjuti dalam langkah dan perubahan nyata.

Di umur kita yang masih milenial, kiranya dapat memberikan sedikit kontribusi bagi bumi untuk 30 tahun mendatang, yang mana usia kita tentunya sudah tidak muda lagi. Semua orang akan lansia pada waktunya. Hampir 70 juta milenial di tahun 2022 pada 30 tahun mendatang kita akan menjadi kaum lansia, setidaknya ada 140 juta lansia di tahun 2052.

Namun keadaannya sekarang menurut data LBH Apik Tahun 2021 hampir 75% lansia memiliki resiko tinggi mengalami kerentanan ekonomi termasuk kesehatan. Bila kita tidak bertindak dari sekarang, maka berdampak pada krisis iklim yang lebih parah. Refleksi di akhir tulisan ini bahwa kita perlu memaknai kembali, apakah kita sudah hadir untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah? Untuk kita dan untuk generasi penerus kita nanti. []

Tags: IndonesiaIsu LingkunganKrisis IklimPandemi Covid-19pemuda
Efrial Ruliandi Silalahi

Efrial Ruliandi Silalahi

Suka Menonton Film dan Pemburu Buku Gratisan

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Inses

    Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version