Kamis, 11 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

    16 HAKTP yang

    16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa

    Banjir Aceh

    Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

    Anak Muda

    Anak Muda dan Kerapuhan Sosial Baru

    Bencana Ekologis

    Bencana Ekologis Sumatra dan Pengalaman Disabilitas yang Masih Sering Terlupakan

    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

    16 HAKTP yang

    16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa

    Banjir Aceh

    Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

    Anak Muda

    Anak Muda dan Kerapuhan Sosial Baru

    Bencana Ekologis

    Bencana Ekologis Sumatra dan Pengalaman Disabilitas yang Masih Sering Terlupakan

    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan dan Persepsi Nalar Masyarakat Desa

Ferdiansah JY Ferdiansah JY
14 Juli 2020
in Personal
0
Perempuan dan Persepsi Nalar Masyarakat Desa

Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

43
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Memotret sosok perempuan merupakan suatu hal yang tidak akan pernah ada habis angle yang bisa diamati. Selama berabad-abad lalu, perempuan banyak yang termarjinalkan dan diperlakukan sebagai manusia kelas dua, perempuan banyak mengalami kekerasan, baik kekerasan seksual, fisik, verbal, mental dan lain sebagainya. Perempuan sering diposisikan menjadi obyek, di ranah epistemologi Islam pun perempuan dalam teks-teks klasik banyak menjadi obyek daripada subyek.

Saya termasuk bagian yang tidak sepakat terhadap upaya-upaya subordinasi dan marginalisasi terhadap perempuan. saya pun mengutuk keras terhadap pelbagai diskriminiasi dan pelecehan seksual yang kian hari marak terjadi di sekitar kita. Fakta di lapangan, sebagian besar perempuan masih tergolong tidak merdeka terhadap dirinya, perempuan masih terkonstruksi budaya yang cenderung patriarkis.

Tujuan dari tulisan ini, hendak memotret perempuan dari konstruksi nalar masyarakat desa. Karena di wilayah ini, perempuan masih banyak yang belum maksimal untuk mengembangkan potensinya. Masih jamak ditemui bias yang terjadi kepadanya. Selain itu, perempuan seakan hanya diposisikan untuk menjadi “pelayan laki-laki”. Padahal banyak perempuan memiliki skills yang serba bisa.

Di ranah pendidikan perempuan di desa-desa masih banyak yang belum mendapatkan akses untuk hingga mencapai taraf pendidikan yang tinggi. Cukup banyak perempuan pasca sekolah menengah karena terkendala ekonomi, kemudian dinikahkan, dengan dalih agar tidak menjadi beban tambahan keluarga. Hal ini merupakan nalar sosial yang sempit, konstruksi nalar yang mengakar ini kemudian mengkonstruksi budaya terhadap perempuan.

Kita perlu melihat bagaimana seharusnya memposisikan perempuan secara setara sebagai manusia. Faktor sejarah tersebut pula yang mengkonstruksi nalar masyarakat dalam melihat perempuan. Padahal beban perempuan secara sosial dan biologis melampaui laki-laki. Pada praktiknya, laki-laki tidak akan pernah merasakan beratnya menstruasi, melahirkan dan menyusui. Untuk itu, menghormati dan menjaga perempuan merupakan suatu keniscayaan.

Beberapa waktu yang lalu, saya merasa miris melihat realitas sosial di wilayah rumah saya; yakni di kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Sebagai warga desa, saya sempat sedih melihat dua remaja yang belum “berumur” dinikahkan oleh keluarganya, dengan dalih agar tidak terjadi perzinahan.

Si perempuan ternyata masih berumur 16 tahun, sedangkan yang laki-laki berumur 18 tahun (keduanya ternyata belum menyelesaikan pendidikan menengahnya), yang jelas sedikit bertentangan dengan UU Perkawinan. Padahal pemerintah setempat sudah sempat mensosialisasikan bahayanya pernikahan dini, baik secara reproduksi maupun mental, tetapi hal ini masih belum banyak diperhatikan oleh sebagian masyarakat.

Idealnya orangtua memperhatikan hal ini sebagai opsi tersebut untuk menguatkan ketahanan keluarga. Masyarakat di desa masih banyak yang belum memperhatikan dan memahami hal ini. Dalam UU Perkawinan Nomor 16 tahun 2019 telah ditentukan batas-batas pernikahan untuk kedua mempelai yakni minimal berumur 19 tahun dengan menimbang berbagai aspeknya.

Dispensasi bagi mempelai yang belum cukup umur, saya rasa menjadi persoalan. Mestinya pertimbangan jangka panjang untuk menyiapkan mental dan reproduksinya lebih dikedepankan. Karena dengan masih menjamurnya pernikahan dini, kedepannya prediksi terjadinya stunting dan perceraian juga akan berpotensi tinggi di masyarakat.

Secara medis, perempuan yang akan menjalani proses kehamilan tetapi belum memenuhi standar fisik yang mumpuni, maka efek jangka panjangnya akan menggangu produktifitas reproduksinya sebagai perempuan secara biologis. Meskipun dengan adanya dispensasi UU perkawinan tersebut dan dikenakannya denda oleh pengadilan agama terhadap keluarga yang bersangkutan juga tidak akan menjadi alternatif solusi. Perempuan kedepannya akan tetap menjadi subyek yang dirugikan.

Kebanyakan dari nalar masyarakat kita, masih memandang perempuan sebagai mahluk biologis semata, tanpa sesekali melihat bahwa perempuan sebagai individu yang memiliki intelektual dan spiritual. Maka dari itu, di ranah akar rumput pun perempuan masih tetap menjadi subyek yang inferior daripada laki-laki.

Menelaah konstruksi nalar masyarakat desa terhadap perempuan tersebut, saya mengaitkannya dengan bahasa Muhammad Abed Al-Jabiri (W.2010) dalam Formasi Nalar Arab-Islam; yang mencirikan nalar masyarakat desa itu masih pada tingkatan taraf Bayani, belum Burhani apalagi Irfani.

Yang dimaksud Bayani di sini adalah cara pandang yang tradisional dan tidak ada upaya kontekstualisasi (Burhani). Padahal kontribusi perempuan di ranah masyarakat sangat signifikan, pertumbuhan dan produktifitas masyarakat tidak pernah lepas dari peran besar perempuan.

Nalar inilah yang kemudian seringkali menimbulkan distorsi, karena pada dasarnya kunci untuk memutus subordinasi terhadap perempuan berada di nalar masyarakat kita. Untuk itu, jika ingin perempuan dipandang setara, kita perlu mereduksi nalar masyarakat khususnya yang ada di desa yang masih bayani tadi untuk direvitalisasi dengan nalar burhani milik Al-Jabiri. burhani di sini suatu konstruksi nalar yang memposisikan perempuan secara proporsional dan mubadalah (ketersalingan) meminjam bahasa Faqih A. Qadir, dalam relasinya dengan laki-laki.

Akhirnya, kedepan semoga hak-hak perempuan dan posisinya di ranah sosial bisa menjadi adil tanpa memandang jenis kelaminnya. Karena sejatinya hidup bersosial itu setara, tidak memandang status apapun, baik jenis kelamin, suku, ras dan agama. []

Ferdiansah JY

Ferdiansah JY

Terkait Posts

standar kecantikan
Aktual

Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

11 Desember 2025
Haramain
Publik

Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

11 Desember 2025
Pemberitaan
Aktual

Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

11 Desember 2025
Korban Bencana Alam
Publik

ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

11 Desember 2025
Media yang
Aktual

Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

10 Desember 2025
Kekerasan Seksual saat Bencana
Publik

Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

10 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan
  • Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi
  • Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan
  • ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam
  • Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID