• Login
  • Register
Jumat, 1 Desember 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Perempuan Disebutkan dalam Fatwa Resolusi Jihad

Ruang-ruang publik memang tidak menyoroti soal kiprah perempuan dalam peristiwa 22 Oktober 1945 tersebut, namun lagi-lagi fardu ‘ain yang dimaksud di sini pastilah juga merujuk pada perempuan muslimah pada saat itu

Sofwatul Ummah Sofwatul Ummah
23/10/2020
in Aktual, Featured
0
141
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Salah satu hari yang amat bersejarah bagi kalangan santri yaitu Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober dan ditetapkan terhitung sejak tahun 2015. Penetapan Hari Santri Nasional merupakan pengakuan besar atas buah perjuangan para santri dan kyai, dalam upaya mempertahankan kemerdekaan yang terus mendapatkan ancaman dan upaya perebutan kemerdekaan Indonesia kembali oleh para imperialis, beberapa saat setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tidak serta merta menjadi bangsa yang berdaulat dan aman dari segala bentuk serangan. Hal ini ditandai dengan ancaman dari pasukan Belanda di Surabaya yang menebarkan teror dan menuntut agar kendali penguasaan kota dikembalikan kepada mereka.

Selain itu, pada tanggal 31 Agustus 1945 Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan bendera tiga Tri-warna (bendera Belanda) untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina. Selain untuk memperingati hari kelahiran Ratu Belanda, pengibaran bendera Tri-warna ini bermaksud untuk mengejek kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung.

Di sisi lain, pihak Belanda juga membonceng bantuan kepada AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) Inggris. Karenanya, ketika terdengar kabar bahwa pasukan Inggris telah mendarat, penduduk Surbaya dan kota lainnya merasa akan terjadi huru-hara yang tujuan utamanya adalah merampas kembali kemerdekaan. Hal tersebut terbukti dengan adanya insiden pada 19 September 1945 di Hotel Oranje yaitu berupa baku tembak antara pasukan Belanda dengan para pemuda.

Pada huru hara di Hotel Oranje, tercatat kader Ansor NU, Cak Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru sehingga yang tertinggal hanyalah merah putih. Aksi heroik ini diabadikan sejarah dan juga ditayangkan dalam film Sang Kyai yang ditayangkan di berbagai wilayah di Indonesia.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Feminisida: Pelenyapan Nyawa yang tidak Netral Gender
  • Kiprah Komnas Perempuan Selama 25 Tahun Didirikan
  • Inilah Sejarah Panjang PGRI Di Balik Penetapan 25 November Sebagai Hari Guru Nasional
  • Hari Guru Nasional : Jadilah Pendidik yang Memanusiakan Manusia
    • Resolusi Jihad
    • Fatwa Jihad bagi Perempuan

Baca Juga:

Feminisida: Pelenyapan Nyawa yang tidak Netral Gender

Kiprah Komnas Perempuan Selama 25 Tahun Didirikan

Inilah Sejarah Panjang PGRI Di Balik Penetapan 25 November Sebagai Hari Guru Nasional

Hari Guru Nasional : Jadilah Pendidik yang Memanusiakan Manusia

Resolusi Jihad

Menyadari kenyataan adanya ancaman dan serangan-serangan, maka para pemuda dan pejuang di Kota Surabaya dan sekitarnya tidak tinggal diam. Selain menghimpun kekuatan militer para laskar Hizbullah dan Sabilillah, sebuah fatwa juga dicetuskan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, founder dari jam’iyah Nahdaltul Ulama.

Fatwa ini ditanda tangani oleh KH. Hasyim Asyari pada tanggal 17 September 1945, fatwa tersebut diantaranya berbunyi: (1) hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardu ‘ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin meskipun bagi orang fakir; (2) hukumnya orang yang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplotan-kompoltannya adalah mati syahid; (3) hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini wajib dibunuh.

Berdasarkan Fatwa Jihad ini, maka pada tanggal 21-22 Oktober 1945 dikukuhkan dalam sebuah rapat para kyai perwakilan Nahdlatul Ulama se-Jawa dan Madura. Para perwakilan dari berbagai daerah ini berkumpul di Kantor Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama atau HBNU (sekarang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Jalan Bubutan VI no 2 Surabaya).

Di tempat inilah para kiai berkesempatan membahas segala hal mengenai perjuangan dan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di akhir pertemuan tersebut, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan Fatwa Jihad Rais Akbar NU, yaitu KH Hasyim Asy’ari.

Dengan dicetuskannya Fatwa Jihad tersebut, menurut Martin Van Bruinessen, NU sebagai sebuah organisasi yang moderat dan kompromistis seketika bertransformasi menjadi sebuah organisasi yang revolusioner. Resolusi Jihad yang dicetuskan ini sebagai upaya urun rembuk NU untuk membebaskan Indonesia dari imperialisme bangsa asing.

Pasca dicetuskannya Fatwa Jihad, Situasi Surabaya mengalami ketegangan, sesekali diwarnai dengan baku tembak antara para pejuang yang terdiri dari laskar-laskar Hizbullah dan Sabilillah dengan tentara Inggris. Tercetusnya resolusi jihad menjadi bahan bakar baru bagi para pejuang karena dengan demikian perjuangan yang dilakukannya serupa dengan jihad atau perang suci.

Berjuang melawan imperialis Belanda yang dibantu Inggris bukan hanya semata untuk menjadi tanah air yang merdeka dan bangsa yang berdaulat. Namun lebih dari itu, yaitu untuk membela agama Allah. Karenanya, resolusi jihad sarat akan nuansa perang suci, seolah sedang melakukan jihad untuk menegakkan agama Allah dan meruntuhkan tirani agama lain. Perlawanan atas mempertahankan kemerdekaan bermuara paa 10 November 1945.

Namun, sebagaimana kita ketahui bahwa lensa kamera atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh para laskar pasca tercetusnya resolusi jihad, lagi-lagi membidik para laskar laki-laki dan tanpa pernah menyebutkan apakah ada laskar-laskar perempuan terlibat di dalamnya?

Fatwa Jihad bagi Perempuan

Mari kita amati bersama. Jika di dalam Fatwa Jihad dituliskan bahwa melakukan perlawanan adalah fardu ‘ain. Maka dapat kita pahami bahwa hal ini berlaku bagi setiap umat Islam yang masih benyawa dalam kondisi apapun. Baik laki-laki atau perempuan, selama ia Islam, maka fardu ‘ain hukumnya untuk menabuh genderang perang.

Memang, tidak banyak diketahui dan ditulis apa yang dilakukan oleh para perempuan kala itu, namun dengan pernyataan fardu ‘ain dalam resolusi jihad tersebut, tentu sang pencetus yaitu Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dengan sadar mengakui perlawanan akan semakin kuat jika semua umat Islam saat itu turun gunung untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Selain itu, ruang-ruang publik memang tidak menyoroti soal kiprah perempuan dalam peristiwa 22 Oktober 1945 tersebut. Namun lagi-lagi fardu ‘ain yang dimaksud di sini pastilah juga merujuk pada perempuan muslimah pada saat itu.

Jika pun perempuan muslimah tidak turut serta mengangkat senjata, pastilah ada peran lain yang dilakukannya. Bagaimana tidak ada partisipasi didalamnya, padahal pernyataan fardu ‘ain dalam resolusi jihad ini adalah wajib bagi tiap-tiap individu.

Dengan demikian, melalui Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Artinya mengajak semua umat Islam agar memiliki dan melakukan peran dan fungsinya masing-masing, sesuai dengan kadar dan kemampuannya.

Hal ini mencerminkan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh sekelompok atau segelintir orang saja. Melainkan keseluruhan, tanpa terkecuali, baik laki-laki atau perempuan, dan juga tanpa mendiskriminasi kelas sosial dan golongan tertentu. Sekali lagi, Perempuan juga disebut dalam Resolusi Jihad. []

Tags: Hari Santri NasionalIndonesiakemerdekaanNahdlatul UlamaResolusi Jihad
Sofwatul Ummah

Sofwatul Ummah

Mahasiswa Pascasarjana Center for Religious and Cros Cultural Studies UGM Yogyakarta, tertarik pada isu-isu sosial, keagamaan dan pembaca diskursus gender dan feminisme dalam Islam.

Terkait Posts

Muktamar Pemikiran NU

Hadapi Tantangan Abad ke-2: Lakpesdam Menyelenggarakan Muktamar Pemikiran NU

30 November 2023
GUSDURian

Dukung Pemilu Damai 2024, GUSDURian Bersama UNESCO Adakan Festival 4 Peace

26 November 2023
Rakernas Jaringan Gusdurian

Perkuat Jaringan dan Bahas Situasi Demokrasi Jelang Pemilu, Jaringan GUSDURian Gelar Rakernas

24 November 2023
SICI Jakarta

SICI Jakarta Ashoka Indonesia Menginsiasi Rumah Ibadah Ramah Lingkungan

23 November 2023
Maklumat Politik Ulama Perempuan

5 Maklumat Politik Jaringan Ulama Perempuan Indonesia

20 November 2023
Pemilu Makruf

Nyai Badriyah Fayumi: Pemilu 2024 Harus Berjalan dengan Cara Makruf

20 November 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anxiety

    Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Fadilah Munawwaroh: Ulama Perempuan Muda yang Aktif Menyuarakan Bahaya Perkawinan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadapi Tantangan Abad ke-2: Lakpesdam Menyelenggarakan Muktamar Pemikiran NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konflik Relasi Ibu dan Anak Perempuan (dewasa) nya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menengok Toleransi Ideal Ala Muslim dan Hindu di Pulau Lombok
  • 4 Solusi Alternatif untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Pesantren
  • Konflik Relasi Ibu dan Anak Perempuan (dewasa) nya
  • Ini 4 Tips Mencegah Kekerasan Seksual di Kampus
  • Bu Nyai Azizah, Sosok Wanita Inspiratif dari Tanah Semarang

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist